02.

4 1 0
                                    


  Cahaya sang jingga menyusup melalui gorden berwarna putih itu. Membiaskan pada setiap ruang yang tenang. Memberi sebuah sirna untuk yang gelap.

Naila masih mendengkur halus dalam tidur nyenyaknya. Sebelum sebuah alarm membangunkannya.

  Naila tersenyum dan perlahan membuka maniknya. Mengingat bahwa hari ini adalah hari minggu. Naila segera bangun dan segera bersih diri untuk menyegarkannya badannya yang telah cukup beristirahat.

Tak perlu waktu lama ia kembali dengan handuk yang juga ada menutup bagian rambutnya. Ia mengambil setelan dress selutut yang bercorak bunga tanpa lengan dan berwarna putih itu.

Naila memakainya dengan cepat. Mengeringkan rambutnya dan memoles diri dengan bedak bayi yang tipis.

Sudah cukup baginya seperti ini. Ia mengambil sling bag hitam nya dan memakai flatshoes putih.

Ponsel Naila berdenting dan bergetar artinya satu notif yang ditunggu mungkin telah berada disana.

Artha.
Nel, Artha udah di depan rumah.

  Naila segera turun. Ia melihat rumahnya yang sunyi, artinya mamanya telah pergi pagi pagi tadi, walaupun sebenarnya ini hari libur.

Artha memencet bel rumah Naila. Kemudian, seseorang yang ditunggunya menampakkan dirinya dalam senyum yang manis.

"Mama Nela mana?" Tanya Artha.

"Udah berangkat lah Tha. Kan mamanya Nela kerja. Sekarang kan udah jam 9". Ujar Naila.

"Yaudah berangkat aja yuk." Jawab Artha kemudian mendahului Naila untuk membuka pintu mobilnya.

  Naila mendaratkan tubuhnya pada tempat duduk sebelah pengemudi dengan senyum yang masih tercetak jelas dalam wajahnya apalagi lesung pipi nya.

"Artha kok gak biasanya bawa mobil?" Tanya Naila.

"Kan ada itu tuh." Jawab Artha sambil mengarahkan dagunya menuju belakang tempat duduk.

"Astagfirullah.!" Naila terkejut karena sebelumnya Naila tak melihat ada anak kecil di belakang tempat duduknya dan Artha.

"Hai... kak!" Sapa anak perempuan itu dengan suara yang lantang dan tangan yang menggantung di udara dengan lima jari yang terbuka.

"Alyz..! " sahut Naila dengan nada yang terkejut dan tidak menyangka.

"Nel pasang sabuk pengamannya dulu." Ujar Artha sambil mulai memutar setir dan beranjak dari halaman rumah Naila.

"Ya ampun Alyz kamu udah sebesar ini sekarang.." ujar Naila.

"Yaiya lah kak kan Alyz dikasih makan sama mama sama papa." Ujar nya dengan menggebu gebu.

  Alyz. Camara Alyz Artha adik dari Artha. Dia berusia 5 tahun. Sebelum Artha pindah ke luar negeri memang mamanya telah mengandung dan melahirkan seorang gadis yang lucu.

  "Hm.. udah besar makin cerewet." Ujar Naila dengan mencubit pipi Alyz dengan gemas.

"Tuh kan, kakak bener kalo lilis itu cerewet sekarang." Ujar Artha dengan nada yang meyakinkan.

"Apaan sih kak, lilis tuh gak cerewet, jadi wajar dong perempuan itu cerewet." Ujar Alyz panjang lebar.

Meskipun usiannya tergolong masih kecil, namun cerewetnya sudah mengalahkan mama dan papanya dalam setiap hal.

"Ya nggak kak?" Tanya Alyz pada Naila yang hanya menyimak percakapan mereka berdua.

"Iya, tau emang cowok itu gatau sifatnya wanita kok." Ujar Naila membela Alyz.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

As Far As You Can GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang