" Prolog "

34 5 2
                                    


  Gadis itu berjalan dengan lesu. Rambutnya yang panjang tersibak karena angin yang menerpa wajahnya. Ia berjalan dengan santai, tangannya memegang tali ranselnya yang berwarna grey itu.

"Hai.." sapa seorang lelaki yang berada di atas motornya. Namun, sapaanya tak dihiraukan oleh gadis itu.

"Hai cewek.."

"Ish apaan sih lo! Ganggu banget"
Pandangannya tetap di depan tanpa menoleh walau ia mendengar kekehan kecil dari lelaki itu.

Sepertinya, gue kenal sama suara itu.. bodo amat!

"Nama kamu Nela ya.." goda lelaki itu masih sama.

Deg.

Hanya Artha yang memanggilnya dengab sebutan Nela.

"Jangan sok tau lo!" Titah Naila.

"Orang nya kan dibelakang. kamunya ngomong sama siapa? Sama angin? " goda lelaki itu semakin menjadi.

Naila yang semula bisa menahan sabarnya, sekarang menjadi geram. Ia menolehkan kepalanya menghadap ke arah lelaki itu.

Seketika matanya melebar dan sudah tercipta lapisan bening di dinding retinanya yang berwarna hitam pekat.

"Ar... ar... ARTHA..." suara serak keluar dari mulut gadis itu.

"Eits... gaboleh nangis di depan aku" memperingatkan pada gadis itu. Kemudian gadis itu mengangguk dan air matanya tergulir di pipi mulusnya.

"Udah aku bilangin gaboleh nangis malah jatuh air matanya.." ujar Artha sambil mengusap cepat air mata Naila.

Naila terkekeh pelan.

Artha melihat jam yang menunjukkan 06.25.

"Ayo naik. Gak mau telat kan ?" Tanya Artha dengan lembut.

Naila membalas anggukan dan segera naik di motor Artha. Senyumnya merekah seperti bunga yang baru mekar di musim semi.

"Pegangan."

"Nggak ah gamau.." balas Naila

"Katanya rindu?" Lanjut Artha dengan kekehan kecil.

"Ish apaan sih.?" Ada semburat merah dipipinya.

"Pake malu segala.." goda Artha, kemudia meraih tangan Naila dan membawanya ke samping perutnya.

"Good." ujarnya kemudian

Artha melajukan mobilnya dengan kecepatan standar, karena ia tau bahwa Naila membenci pengendara yang ugal di jalan. Yang seolah jalan adalah tempat bermain.

Tepat pada pukul 06.35 ia sampai pada gerbang sekolah yang telah tertutup.

"Tuh kan telat.." ujar Naila dengan wajah cemberutnya.

"Uh.. tenang kan aku murid pindahan baru, jadi nanti aku bilangin kamu yang mandu aku oke..!" Jawabnya dengan semangat.

"Oh iya sih lupa kalau disebelah ada murid baru.." Naila membentuk guratan guratan kecil di pipinya dan menarik ujung bibirnya ke atas.

"Neng Naila kok terlambat? Eh ada murid baru kayaknya?" Ujar Pak Bono salah satu satpam yang menjaga.

"Hehe iya pak. Dibuka ya pak gerbangnya. Saya yang mandu dia." Yang ditunjuk hanya senyum senyum dan menyisir rambutnya ke belakang dengan tangannya.

"Oh iya saya sudah diberitahu kok sama Bu Gandis." Ujar Pak Bono yang telah di utus oleh kepala sekolah tersebut.

Pak Bono membuka gerbang sekolah. Artha memasukkan sepedanya dan menunggu Naila yang masih mengucapkan terima kasih pada satpam tersebut.

As Far As You Can GoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang