Aku melompat turun dari halte busway dengan tergopoh. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Di hari Senin yang cerah ini, aku harus melawan macetnya jalanan ibukota agar dapat tepat waktu datang ke kantor.
Aku bukan karyawan teladan, pernah satu atau dua kali terlambat datang ke kantor, juga pernah memberikan surat sakit palsu agar jatah cuti tidak dipotong. Aku rasa untuk hal yang aku sebutkan tadi, kalian juga pernah melakukannya ya kan?
Aku mendorong pintu kaca kantorku dengan sebelah tanganku menjijing paper bag berisi sepatu kerjaku. Seketika aku langsung menegang. Di banking hall, teman-temanku telah berkumpul. Wajah mereka tampak serius.
What?!
Ini baru jam setengah delapan. Biasanya briefing dimulai saat lima belas menit menuju jam delapan. Apa maksudnya briefing sepagi ini? Jam buka kas saja masih setengah jam lagi. Memangnya ada pejabat dari kantor pusat yang datang?
Dengan langkah tergesa aku menuju mesin finger print. Menekan sidik jariku sampai mesin absensi itu mengucapkan terima kasih dengan suara cemprengnya.
Aku buru-buru bergabung dengan teman-temanku di banking hall. Mataku berkeliaran memindai satu demi satu teman kantorku, entah kenapa wajah mereka terlihat tertekan.
"Kenapa kamu baru datang?" suara berat itu mengagetkanku. Mataku segera mencari sosok yang sedang bicara itu.
Seorang lelaki bertumbuh tinggi menatapku dengan wajah berang. Aku menelan ludahku. Siapa lelaki berwajah seperti pembunuh bayaran ini?
"Itu...ma...macet Pak," sahutku gugup.
"Alasan klise! Peringatan pertama buat kamu!" Aku semakin menundukkan wajahku, tidak berani menatap lelaki itu. Astaga! Jika dia memang benar pejabat dari kantor pusat, bisa dipastikan bulan ini aku tidak akan menerima bonus tahunan.
Sebelum Briefing dibubarkan, semua karyawan meneriakkan yel-yel penyemangat pagi. Aku mengucapkan yel-yel dalam hati. Suasana hatiku tidak sesemangat yel-yel pagi ini.
"Tim marketing ikut saya, kita meeting pagi ini." Kata Tiang Jemuran itu sambil berlalu dari hadapanku. Meeting?! Apa belum cukup briefing barusan?
"Siapa sih?" Aku menyenggol lengan Mbak Lana, Team Leader-ku.
"Ssttt...Pak Revano, pimpinan cabang kita yang baru," bisik Mbak Lana. Aku melotot dan menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Bukannya Jumat kemarin Pak Awan masih menjadi pimpinan cabang bank ini?
"Pak Awan?" tanyaku.
"Dimutasi." Suara Mbak Lana masih terdengar pelan. Aku memasang heels-ku dengan terburu-buru dan segera menyusul tim marketing menuju lantai dua.
"Blazer lo mana?" Alex menjawil lenganku. Ah persetan dengan grooming ini itu yang enggak penting banget.
Suka-suka aku dong mau pakai baju apa buat kerja, yang penting rapi dan pantas sudah cukup. Enggak perlu ditambah ini itu yang buat mumet. Hari Senin harus pakai blazer plus rok, Selasa Rabu office look, Kamis batik, Jumat smart casual. Tuh enggak perlu diingatin juga, aku sudah hafal di luar kepala.
"Enggak bawa," jawabku santai.
"Gawat!" Alex terlihat panik.
"Masa lo lupa hari Senin wajib pakai blazer," katanya lagi. Aku menggerling padanya. Lelaki ini memang suka ribet dengan penampilanku. Kadang aku enggak make up aja dia yang ribut. Dia sudah seperti pengamat fashion-ku.
"Bawa kok, tapi masih di loker," kataku sambil tersenyum usil. Alex menarik napas lega. Senang sekali mengusili marketing home loan ini.
Aku menghitung tim marketing yang sudah duduk berjejer rapi di ruangan rapat. Dari marketing funding yang bertugas menghimpun dana dan marketing landing si pemberi kredit sudah terkumpul lengkap di sini.
Total ada delapan orang tim marketing, lima tim funding dan tiga tim landing. Semuanya berwajah tegang, terkecuali Marsha yang senyum-senyum kegenitan dari tadi. Seperti biasa si genit itu enggak pernah bisa tahan sama lelaki ganteng.
Upss, baiklah aku harus jujur jika pimpinan cabang yang baru kali ini memang bisa mencuci mata-mata yang sudah mulai jenuh dengan target. Wajah sangarnya yang ke-Indo-Indoan membuat aura eksotisnya keluar dan juga suara beratnya yang mirip vokalis band favoritku sanggup menyihir siapa saja yang mendengarnya.
Aihhh...kok ya otakku jadi kacau gini ya?
"Oke, mulai saat ini enggak ada yang namanya kerja mencapai target, tapi harus melampaui target. Saya enggak suka yang kerjanya monoton dan lamban." Dia mengambil spidol dan menuliskan sesuatu di whiteboard.
"Kamu, targetmu satu bulan berapa?" Tiba-tiba tangannya menunjuk tepat di wajahku. Aku bengong beberapa saat sebelum Mbak Lana menyenggol lenganku.
"Tabungan lima ratus juta, deposito satu Miliar, bancassurance seratus juta, kartu kredit sepuluh aplikasi," jawabku hampir tergagap.
"Kalikan dua untuk targetmu bulan ini," katanya penuh penekanan. Aku menelan ludahku yang mendadak terasa pahit.
Gila aja! Ini sama aja kayak kerja rodi jaman penjajahan!
"Ganteng sih, tapi kok sadis banget ya," bisikku pada Mbak Lana. Dia mendelik padaku, mungkin takut omonganku tedengar oleh bos baru itu.
Beberapa saat kemudian dia kembali sibuk mencorat-coret whiteboard. Menuliskan bagan-bagan yang enggak kumengerti.
"Namamu siapa?" tanyanya tiba-tiba pada Marsha. Eh enggak adil, tadi sama aku enggak sedikitpun dia tanya namaku.
"Marsha Mas eh...Pak," jawabnya genit.
"Baik Marsha, saya tantang kamu dan kalian semua yang ada di ruangan ini. Bulan ini semuanya harus A plus, tidak ada dispensasi ataupun negosiasi." Dia mengucapkan kalimat barusan dengan enteng, seperti mendapatkan nilai A plus itu bisa dilakukan dengan menjentikkan tangan.
Bagi marketing, mendapatkan nilai A plus itu ibarat berusaha menjadi dewa. Sulitnya bukan main. Nah, bos baru di hadapanku ini tiba-tiba aja seenak udelnya memasang target setinggi langit seperti itu.
"Baik, Pak!" Terdengar teriakan penuh semangat. Eh tunggu dulu, kenapa malah pada semangat!
"Dan satu lagi, saya paling enggak suka karyawan enggak disiplin kayak kamu." Lagi-lagi telunjuknya mengarah ke wajahku. Aku membesarkan mataku.
"Lain kali sebelum ikut meeting, pastikan penampilanmu sudah benar. Keluar dan pakai blazermu!" Perintahnya tak terbantah.
Ralat, dia enggak cuma sadis. Tapi enggak berperikemanusiaan!
--
7 Agustus 2018
Yihaaa cerita baru. Masih seputar cerita receh yang mainstream hahaha... Biarin, suka-suka yang nulis donk ya 😆. Semoga terhibur 😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Duh My Boss! (Pindah Ke Innovel/Dreame)
ChickLitPindah ke Dreame/Innovel, search aja judul yang sama atau akun Dreame/Innovel ra_vaa 💃💃💃 ------- Aku, Rea. Seorang karyawan di salah satu bank swasta yang katanya ternama di Indonesia. Dengan gaji pas-pasan dan tekanan kerja yang begitu kuat, ju...