Irene Pov
Kusebut diriku putih, bukan karena kulitku- tapi lebih kepada jiwaku yang bersih dan polos sebelum aku bertemu dengan dia-Hitam. Bukan pula karena kulitnya yang hitam, tapi perangainya sungguh menjijikan.Mia- ibu angkatku bilang jika aku terlahir dari seorang wanita penghibur yang menyerahkan diriku padanya. Masa bodoh dengan urusan siapa orang tua kandungku, aku benar-benar membenci mereka. Bukankah seorang ibu yang baik tidak akan setega itu meninggalkanku pada seorang mucikari kelas kakap di Seoul?
Mia berusia empat puluh lima tahun, dia seorang janda dan tidak memiliki anak. Wajahnya tegas, cukup galak, dan jika berbicara pada siapapun suaranya selalu lantang. Wanita itu sebenarnya baik, dia menyayangiku seperti layaknya putri sendiri dan dia juga menyekolahkanku di sekolah pada umumnya. Kulewati masa-masa remajaku tanpa pernah Mia mengijinkan untuk menginjakkan sedikitpun kakiku di rumah bordil yang dia kelola.
Kehidupan kami awalnya lumayan baik. Selain karena keuangan Mia cukup lumayan, dia juga memiliki banyak relasi dimana-mana. Namun enam bulan setelah rumah bordilnya digerebek atas tuduhan sebagai tempat jual beli obat-obatan terlarang, bisnis Mia mulai menurun. Dia berhutang kesana kemari untuk dapat menebus biaya yang harus dia berikan pada pihak berwajib agar rumah bordil tersebut dapat dikelolanya kembali. Kurasa disitulah akar permasalahan hidupku ini di mulai.
Malam Minggu itu aku sedang duduk santai membaca sebuah novel sambil menikmati kudapan di ruang tv ketika Mia tiba-tiba datang dengan ekspresinya yang masam.
"Irene, gantilah pakaianmu. Kita akan segera pergi ke suatu tempat."
Wajahku muncul dari balik buku untuk menatap Mia yang kini duduk tidak begitu jauh dariku.
"Kemana?"
"Tidak usah banyak bertanya, gantilah pakaianmu dengan dress merah yang kemarin aku belikan untukmu."
"Apa kita akan menghadiri sebuah acara pesta?" kututup novelku lalu kukerutkan keningku. Tentu saja hal itu kulakukan karena aku penasaran kemana dia akan membawaku pergi.
"Semacam itu, kau berdandan saja yang cantik."
Jika kupikir Mia akan mengajakku datang ke sebuah acara pesta Ulang Tahun atau pernikahan teman dari sahabat-sahabatnya, tebakanku keliru. Mia rupanya membawaku ke suatu tempat di pusat kota. Taksi yang kami tumpangi lalu berhenti di depan gerbang sebuah rumah besar bergaya Eropa yang sangat megah. Kami berdua pun turun dengan disambut oleh dua pelayan rumah yang mengantarkan kami masuk ke dalam.
Tidak mengherankan jika apa saja yang ada di dalam sana terlihat mahal dan mencengangkan. Bahkan tanpa sadar mulutku menganga setelah kami berdua duduk di sebuah ruangan yang kuyakini itu adalah ruang tamu.
"Tuan Oh masih berada di luar, apa Anda mau menunggunya sebentar? Atau jika Anda berkenan, tinggalkan saja dia disini," tanya salah satu dari pelayan itu sambil melirikku dari sudut matanya yang dalam.
Mia berpikir sejenak, kemudian tidak berapa lama ponselnya berdering. Aku sendiri hanya duduk diam ketika Mia entah berbicara apa pada orang yang sedang meneleponnya.
"Irene, aku harus pergi sebentar untuk menemui salah seorang relasiku. Kau tunggu saja disini sampai nanti aku kembali," bergegas Mia memasukan ponselnya ke dalam tas jinjing hitam yang dia tenteng lalu pergi membiarkanku penuh keheranan.
Ketika aku berusaha memanggilnya untuk kembali, Mia seolah pura-pura tidak mendengarku dan dia segera berlalu bersama mobil yang telah dipersiapkan oleh pelayan.
Barulah aku tahu apa yang terjadi setelah si pemilik rumah datang. Lelaki itu berperawakan tinggi, berwajah tampan dengan dua garis alisnya yang tebal namun tidak kutemukan ada sedikitpun keramah tamahan pada dirinya saat dia menatapku datar.

KAMU SEDANG MEMBACA
White and Black (HUNRENE)/ MATURE CONTENT 21+
FanfictionKehidupan Irene berubah setelah Mia (seorang mucikari) berhasil menjualnya pada sosok lelaki tampan pecinta seks. Beberapa masalah mulai muncul satu-persatu seiring berjalannya waktu. Lambat laun, rahasia besar yang sejak dulu lelaki itu simpan rapa...