Irene Pov
Aku berharap apa yang kutakutkan setengah jam yang lalu hanyalah sebagian dari pikiranku yang benar-benar tidak waras. Masih ada setitik rasa malu yang kembali menghinggapiku ketika kedua matanya menatapku sejenak. Dan sekarang ini kami tengah berjalan beriringan masuk ke dalam sebuah toko perhiasan.
Coba kalian bayangkan, jika salah satu bagian sensitif dari tubuhmu tiba-tiba disentuh oleh lelaki yang bahkan bukan apa-apamu, apa yang akan kalian lakukan? Berani jamin tinju kalian mungkin akan melayang tepat di wajahnya atau suara jeritan kalian yang melengking bahkan sanggup memecahkan sekotak kaca yang ada di dalam kamar. Sayangnya aku tidak bisa melakukan keduanya terkecuali hanya memejamkan mata dalam sambil menahan rasa jijik.
"Apakah sebelumnya ada seseorang yang pernah menyentuhmu?" pertanyaan itu terlontar sekaligus membuatku harus menelan ludah dalam. Kuberanikan diri menepis segera tangannya lalu kudorong kasar tubuhnya.
"Bukan urusanmu!"
Senyuman licik yang terlukis sempurna di bibirnya membuatku benar-benar ingin meninju wajahnya sekuat mungkin.
"Wajar sih, jika memang tidak ada," dengan acuh Oh Sean berbalik menyeberangi ruangan kamar kemudian menoleh saat langkahnya mendekati ambang pintu, "gantilah bajumu, kutunggu kau di bawah."
Lelaki yang kini menguasai hidupku itu sekarang berdiri dengan dua siku tangannya bertumpu pada etalase kaca yang menampilkan sederet perhiasan emas disana. Sementara aku berdiri tepat di sampingnya, berdiam diri karena aku tidak tahu alasan apa yang membuatnya bersedia membawaku kemari.
"5 menit untukmu memilih model mana yang kau suka."
"Aku?" kutunjuk hidungku sendiri karena merasa terkejut.
Mata Oh Sean mengarah pada bagian pergelangan tanganku yang kosong seolah dia sedang berkata 'gelang emas lebih cocok untuk kau pakai daripada gelang imitasi warna-warnimu yang kemarin itu, tolol!'
Jujur, aku sama sekali tidak menginginkannya. Jadi kusembunyikan kedua tanganku di balik punggung sambil meliriknya dengan sinis. Lelaki itu malah memilihkanku satu gelang dengan jenis model rantai Itali bermata satu kemudian memakaikannya di pergelangan tangan kiriku. Sejenak dia menimang-nimang, lalu tanpa berkomentar apapun dia segera mengajakku untuk membayarnya ke meja kasir.
"Barang baru?"
Suara seseorang membuat kami menoleh ke belakang. Mataku seketika dimanjakan oleh paras tampannya yang berkulit tan dengan senyuman sederhana namun tetap terkesan menawan.
"Yes she is," jawab Oh Sean sementara dua manik mata kami sempat beradu singkat.
"Looks so young," komentarnya lengkap dengan tatapan menilai ke arahku. "Hai girl..." lambaian tangan kecilnya tidak membuatku merespon apapun selain menuruti perintah Oh Sean yang memintaku untuk menunggunya di dalam mobil saja.
Tanpa harus berpikir panjang, kulangkahkan kakiku keluar dari toko perhiasan meski sesekali kepalaku harus menoleh ke belakang, meyakinkan bahwa kedua lelaki itu masih sibuk mengobrol disana. Ide untuk kabur kembali muncul di benakku karena kupikir, inilah kesempatan terbaikku untuk enyah dari kungkungan menjijikan lelaki tidak berperikemanusiaan itu.
Sopir kami tampak berdiri di samping mobil, mengepulkan asap rokoknya tanpa menoleh sedikitpun ke arahku-yang berdiri di antara keramaian orang-orang. Kupunggungi dirinya, lalu perlahan kulangkahkan kakiku berlawanan arah menjauh dari mereka.
Satu langkah, dua langkah, tiga langkah...harapanku untuk bisa lolos semakin besar andai saja...
"Nona Irene, kemari. Cobalah es krim ini, kau pasti suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
White and Black (HUNRENE)/ MATURE CONTENT 21+
FanfictionKehidupan Irene berubah setelah Mia (seorang mucikari) berhasil menjualnya pada sosok lelaki tampan pecinta seks. Beberapa masalah mulai muncul satu-persatu seiring berjalannya waktu. Lambat laun, rahasia besar yang sejak dulu lelaki itu simpan rapa...