Chapter 1 (Meet) & TRAILER

502 28 13
                                    

Ini Trailer dari Painful Love, visualnya pake mba Irene ya.

Malam telah berlalu, jutaan bintang cantik yang berkedip menawan berganti menjadi mentari pagi yang menerpa cerah, membiaskan cahaya menerangi bumi dan seluruh ciptaan tuhan yang ada di dalamnya. Tetapi, nyaris semua orang menganggap mentari di pagi hari hanyalah hal yang biasa dan tak begitu istimewa. Berbeda denganku, bagiku the morning sun is my best friend. Kalian pasti ingin mengataiku bodohkan karena menjadikan mentari sebagai teman?. Asal kalian tahu saja mentari itu setia. Ia terus berjalan meski kadang tertutup awan, mentari juga tidak pernah redup. Hanya saja terkadang awan terlalu egois untuk menampakan diri hingga membuatnya tertutup. Satu hal lagi yang paling aku suka, mentari itu tidak pernah benar-benar meninggalkanku. Ia memang akan menghilang saat malam tiba. Namun, ia akan tetap kembali bersinar saat aku membuka mata.

Sudah sekitar 2 hari aku terbaring di ranjang rumah sakit dan sebenarnya, ini bukan kali pertama aku bertatap muka dengan bantal, kasur dan selang infus yang ada di ruangan ini. Mungkin ini yang ke 5 atau ke 6 kalinya. Sebenarnya aku bosan terus berakhir diruangan ini, aku lebih memilih untuk mati daripada harus terbaring dengan selang infus menancap ditanganku. Ditambah lagi dengan biaya rumah sakit yang tidaklah semurah harga bawang, semakin membuatku malas untuk terus berlama-lama berada di tempat mengerikan semacam ini.

Bagi orang yang hidup sebatang kara sepertiku, mati adalah cara yang paling menyenangkan. Mungkin kalian terlahir dengan sambutan penuh suka cita, dibesarkan oleh kedua orang tua dengan kasih sayang yang tidak terbatas. Tak pernah merasa kesepian sampai nyaris ingin mati seperti aku. Saat aku dilahirkan, tidak ada sambutan penuh suka cita seperti kalian sekalipun itu dari seseorang yang telah mengandungku. Bahkan kudengar wanita itu nyaris ingin mengakhiri hidupku, layaknya seekor Gueillemots yang tanpa pikir panjang mampu membunuh anaknya. Kupikir ungkapan "kasih ibu sepanjang masa" hanya sebuah omong kosong belaka.

Saat itu aku hanya peduli pada satu orang yang telah bersusah payah sendirian membesarkanku. Dia nenekku. Bagiku dia ibu sekaligus Ayah. Aku bersyukur karena memiliki seorang wanita kuat yang selalu berusaha membuatku bahagia selama sisa hidupnya. Namun tuhan terus menguji kesabaranku. Hidupku rasanya hancur ketika nenek menghembuskan nafas terkahirnya.

Setelah semua orang yang aku cintai pergi dari hidupku, sejak saat itulah aku tidak tahu lagi apa artinya sebuah kehidupan.

"Yirin bagaimana keadaanmu?"

Dokter Oh datang untuk memeriksa keadaanku. Ia mengambil stestoskop yang menggantung di lehernya lalu memeriksa denyut jantungku.

"Tubuhku baik-baik saja, tapi hatiku terus terluka"

Sebenarnya sudah hampir dua kali aku mencoba untuk bunuh diri. Namun pria bernama Oh Sehun selalu saja menolongku. Aku tidak terlalu mengenalnya tapi yang jelas pria berkulit putih itu tinggal disebelah rumahku.

"Kejarlah tujuanmu. Tunjukan pada orang lain jika kau berharga. Jangan mencoba untuk bunuh diri lagi"

Dokter Oh membuka balutan perban yang membungkus lengan kiriku yang dipenuhi oleh darah karena ulahku sendiri. Aku hanya diam tak minat menjawab pembicaraannya. Aku malu karena selalu saja merepotkan pria baik itu.

"Besok kau mulai bisa beraktivitas lagi, kondisimu mulai membaik"

"Terima kasih dokter"

"Tak perlu seformal itu nona"

Sedikit senyuman kecil terlukis dari wajah tampan dan mempesona milik Dokter Oh. Aku yakin, siapapun wanita yang melihatnya akan terpesona dengan ketampanan bak Dewa Yunani itu. Kecuali aku yang berusaha mati-matian menyembunyikan rasa sukaku padanya. Tentu saja karena aku gadis yang tahu diri.

"Baiklah terima kasih Sehun"

Kutarik paksa bibirku untuk membalas senyumannya.

"Teruslah seperti itu, kau terlihat cantik"

Demi kerang di laut, aku tidak bisa menutupi jika wajahku berseri saat ia mengatakan hal semacam itu.

"Jaga kesehatanmu Yirin. Sampai jumpa"

Dokter Oh berlalu meninggalkanku. Kutatap kepergiannya dengan sendu. Memang terlalu menyakitkan jika aku terus-terusan menyembunyikan perasaanku pada Dokter Oh. Tetapi rasa malu membuat bibirku terkunci. Aku hanyalah kertas kusut yang tidak berharga jika dibandingkan dengan jutaan wanita diluar sana yang jauh lebih pantas jika bersanding dengan seorang Oh Sehun.

Aku kembali termenung menatap jendela di samping tempat tidurku yang menyuguhkan pemandangan kota Seoul dipagi hari. Kulihat beberapa orang berlalu lalang disana. Kali ini pandanganku tertuju pada seorang pria gendut berkulit hitam yang membawa sebuah koper besar. Pria itu keluar dari gedung pencakar langit yang berada tepat di samping rumah sakit ini.

Kugerakan tubuhku untuk lebih mendekati jendela. Dengan perlahan dan hati-hati, si gendut itu meronggoh saku celana kanannya. Memang tidak ada yang aneh dengan tindakannya barusan. Tapi yang membuatku membulatkan mata, ia mengambil sebuah pistol dan menyembunyikanya dibalik koper yang ia bawa.

Aku tahu pikiranku selalu buruk jika melihat orang dengan gerak-gerik mencurigakan semacam ini. Tapi bukan aku namannya, jika tidak menyimpan sejuta penasaran dan keingintahuan lebih tentang pria misterius itu.

Sekarang tatapan pria gendut itu terpusat pada seorang pria berponi yang berdiri di seberang jalan. Aku mulai gelisah saat ia hampir menarik pelatuk pistolnya namun sedikit kesulitan untuk membidik sasarannya karena terlalu banyak orang di jalanan sana. Tapi yang membuatku menggelengkan kepala, tidak ada satu orang pun yang menyadarinya kecuali aku. Sepertinya tuhan sedang menguji sisi kemanusiaanku.

Kutarik selang infus yang menempel di tanganku, aku berlari dari lantai dua rumah sakit menuju lantai bawah secepat yang aku bisa.

"Yirin kau mau kemana?"

Kudengar Dokter Oh memanggilku. Namun aku tidak peduli.

"Tuan?"

Aku berteriak dari seberang jalan pada pria malang yang sebentar lagi mungkin akan kehilangan nyawanya. Entah tuli atau tidak peduli ia masih saja sibuk dengan ponsel keparatnya.

Kulihat lagi si gendut mulai menarik pelatuk pistolnya secara perlahan.

Masih dengan seragam khas rumah sakit, aku berdiri tepat dihadapanya. Ia hanya bergumam tidak jelas ketika aku menghalanginya. Setelah ini ia pasti akan sangat berterima kasih padaku. Maksudku berterima kasih pada mayatku.

Dorr

Tubuhku goyah, satu peluru menembus dadaku. Cairan merah keluar secara perlahan seiring dengan tekanan kuat yang aku lakukan dengan tujuan untuk menyalurkan rasa sakit yang aku rasakan.

Suasana disana mendadak ricuh. Aku hampir saja jatuh jika pria yang aku lindungi tidak menangkap tubuhku. Tanpa sadar butiran krystal bening mulai berjatuhan perlahan dari pelupuk mataku. Aku tidak pernah membayangkan, jika tertembak akan sesakit ini.

"No--na?"

Pria asing itu mengguncang bahuku. Aku tidak mampu lagi untuk menjawab pertanyaannya.

Beberapa saat sebelum kesadaranku pergi, samar-samar kulihat name tag yang menempel di kemeja hitamnya. Kulihat pria itu bernama Byun Baekhyun. Setelah itu aku tidak lagi ingat apapun.

Ny. Oh ♥

Painful LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang