Chapter 2 (Crazy Byun Baekhyun)

268 19 5
                                    

Aku mencoba membuka mata perlahan. Menatap sekelilingku dengan keheranan. Tidak ada sinar matahari menyilaukan yang membangunkanku. Saat ini aku berada di ruangan yang gelap, hanya mampu melihat sebuah jendela besar yang tertutupi oleh gorden dengan lipatan yang rapih dan perpaduan warna yang menunjukan kesan elegan yang sempurna. Perpaduan warna biru gelap dan emas memberikan kesan yang terlihat mahal dan menyala di kegelapan.

Kepalaku terasa pening. Saat aku menggerakan tangan kananku untuk menyentuh kepala, ada selang infus menancap rapih disana. Rasa pening di kepalaku semakin bertambah melihat pakaian yang kukenakan adalah piyama malam bernuansa maroon yang agak kebesaran dan tentu saja piyama ini bukan milikku.

"Sudah sadar ya?"

Aku terkesiap, mendengar suara bariton seorang pria memasuki ruangan ini.

"Kau tidak perlu takut." Sahut pria itu, seraya kudengar suara derap langkah kaki berjalan mendekat.

Aku kesulitan melihat wajahnya, hanya ada lampu tidur yang menjadi penerang di ruangan ini.

Aku melihat sekeliling dengan panik, berusaha untuk bangun tapi tubuhku bagaikan tumpukan daging tanpa tulang, sulit digerakan.

"Ka-u? Kau siapa? Ini dimana?" Suaraku bergetar bercampur ketakutan. Ya, tentu saja semua orang akan merasa takut jika mereka terbangun di tempat asing lalu tiba-tiba datang seseorang yang sama sekali tidak kau kenal.

Pria itu terkekeh pelan, kemudian bisa aku rasakan ranjang di sebelahku melesak, membuatku tahu jika pria itu turut naik keatas ranjang.  "Kau di rumahku. Dua hari tidak sadarkan diri membuat ingatanmu memburuk rupanya."

Aku mengernyit dalam keremangan, kutatap wajahnya yang terlihat samar. "Maksudmu? Kau siapa?"

Pria itu berdiri, menekan tombol saklar mengubah nuansa gelap ruangan ini menjadi terang benderang. Hingga manik mataku melihat seorang pria dengan kemeja warna putih yang melekat di tubuhnya.

Ia menatap kearahku. Wajah itu, aku ingat. Raut wajah yang sama aku temui tempo hari sebelum terbaring dengan rasa sakit akibat tembakan untuk menyelamatkannya.

"Tuan Byun? Kau baik-baik saja? Terima kasih sudah menolongku."

Dengan mata memicing, Tuan Byun berteriak kearahku. "Kau bodoh ya?"

Satu alisku terangkat, "Maksudmu?"

"KAU BODOH ATAU BAGAIMANA HAH? KAU YANG MENOLONGKU!" Bentaknya, sambil berkacak pinggang.

"Aku hanya ingin berterima kasih saja."

Tuan Byun manggut-manggut seolah tak mau ambil pusing, lantas ia menatapku sambil melipat kedua tangannya di dada. "Kudengar kau sering bulak-balik rumah sakit karena percobaan bunuh diri yang gagal ya? Pantas saja kau punya nyali untuk menolongku. Sudah bosan hidup rupanya."

Aku tersenyum kecut menatapnya. "Maaf, sepertinya ucapan itu kurang cocok dilontarkan untuk orang yang rela mempertaruhkan nyawanya demi orang asing." Sindirku pedas.

Lagi-lagi Tuan Byun terkekeh. Ia membuka satu kancing teratas kemejanya dan menggulung lengan kemejanya sebatas sikut kemudian duduk kembali di tepi ranjang. Lantas tubuhnya ia condongkan kearahku, dengan satu tangannya bertumpu di samping bantal. Dari jarak sedekat ini, aku bisa melihat jejak keringat di keningnya. Mungkin Tuan Byun baru selesai lembur.

Painful LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang