2. Nara: Annoying Question

137K 5.6K 80
                                    


"Mbak Nara...."

"Ya, Dek?"

"WO Mbak, beneran jadi ngurusin nikahan aku sama Reifar, kan?"

Aku mengangguk sambil tersenyum simpul. Sedang sosok yang tadi berbicara denganku, memelukku dengan erat karena terlalu bahagia. Dia, Kaylana Ameera, adalah adik perempuanku yang akan segera melepas masa lajangnya di usia 24 tahun.

Masih segar ingatanku ketika seminggu yang lalu dia dilamar secara romantis oleh pacarnya—Reifar Augusta—setelah lima tahun berpacaran. Lima tahun bukan waktu yang singkat kurasa. Uh, aku sedikit iri, karena di usiaku yang 26 tahun, aku masih lajang. Belum memiliki pendamping. Bahkan belum pernah berpacaran. Dan kini aku akan dilangkahi oleh adikku.

Dilangkahi! Catat baik-baik... dilangkahi.

Miris sekali nasibku ini.

Ya, apa boleh buat, aku terlalu sibuk bekerja Saat SMA, aku sempat naksir adik kelasku, namanya Zaroca kalau tidak salah. Lucu memang mengingat aku menyukai lelaki yang usianya di bawahku. Tetapi, Zaroca adalah sosok yang sangat lucu dan ceria. Berbanding terbalik denganku yang sedikit pendiam. Jadilah aku hanya sekadar naksir saja tanpa berminat mengejarnya secara serius. Naksir adik kelas bukan berarti aku penyuka berondong manis loh ya. Tipe lelaki idamanku adalah laki-laki yang seperti Orlando Bloom yang maskulin.

"Mbak Nara, malah ngelamun, ih." Kaylana melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku sampai aku gelagapan sendiri.

"Eh, apa?"

"Nggak apa-apa. Aku pergi dulu ya." Kaylana tersenyum singkat dan berlalu pergi.

Aku melanjutkan kembali pekerjaanku yang tertunda. Aku adalah pemilik wedding organizer yang cukup ternama di Jakarta. WO-ku sudah sering dipercaya untuk mengurus acara pernikahan. Klienku banyak yang anak pejabat.

Sebenarnya WO ini milik Mamaku. Sejak berusia tujuh belas tahun, aku sudah ikut membantu Mama bekerja, dan di usiaku yang kesembilan belas, WO ini jadi milikku. Sedangkan Kaylana yang terpaut dua tahun denganku lebih memilih bekerja menjadi editor di sebuah penerbitan. Well, , semua orang pasti memiliki impian masing-masing.

Sudah setahun ini WO-ku juga merangkap sebagai biro jodoh. Ini ide Kaylana sebenarnya, ia yang mengusulkan agar aku merintis usaha biro jodoh. Alasan yang Lana kemukakan cukup masuk akal. Supaya klien kami di biro jodoh nantinya bisa langsung memakai WO-kami jika mereka menemukan pasangan yang akan diajak menikah. Dan pasangan yang bertemu lewat biro jodoh ini sudah cukup banyak.

Usaha ini juga berjalan lumayan baik, meskipun peminatnya rata-rata orang-orang yang dikejar target menikah. Tetapi, aku senang bisa membantu orang-orang yang tersenyum ketika menemukan kebahagiaannya. Aku juga berharap suatu hari nanti kebahagiaan seperti itu akan datang menghampiriku. Masa pemilik biro jodoh malah belum punya jodoh.

Tetapi, kapan ya kira-kira?

Aku mengecek kembali situs onlinewedding.com yang merupakan biro jodoh yang kurintis. Sebenarnya ada admin yang sudah kutugaskan untuk mengelola situs ini, tapi tetap saja aku harus ikut mengawasi pekerjaan pegawaiku, kan?

"Laili, gimana persiapan pernikahannya Pak Noval dan Bu Diana, udah beres semua?"

"Kemarin sih, udah cetak undangan, Mbak. Dekornya juga hampir selesai, tinggal catering sama fitting baju pengantin aja."

"Ya udah, terus dicek ya. Ikutin aja mau mereka selama kita bisa. Ingat, klien adalah raja."

"Oke, Mbak."

Laili itu salah satu pegawaiku. Sedangkan Pak Noval dan Bu Diana adalah klien kami. Pasangan itu dulunya klien kami dari biro jodoh yang akhirnya memutuskan menikah setelah dua bulan berkenalan. Cukup singkat juga sih, tapi jika memang sudah cocok mau bagaimana lagi? Aku hanya bisa turut berbahagia. Berarti biro jodoh kami berhasil menyatukan mereka.

"Loh Lana, kok balik lagi?" tanyaku ketika melihat adik kesayanganku kembali ke ruanganku.

"Tuh, ponselku ketinggalan," jawabnya sambil menunjuk ponsel yang berada di meja kerjaku. "Ya udah aku duluan ya Mbak, udah ditungguin Reifar."

"Hmm, hati-hati."

"Oh iya, Mbak Nara...." Lana menghentikan langkahnya dan berbalik ke arahku. "Kata Reifar, kapan kamu nyusul kita?"

Langkah kaki Lana sudah tidak terdengar lagi. Tetapi pikiranku masih mencerna maksud kata-kata Lana tadi. Nyusul? Maksudnya menikah bukan sih? Kutepuk dahiku sambil menggelengkan kepala.

Nikah? Oh My God. Yang benar saja? Lana sih enak, sudah punya cowok sejak lima tahun belakangan ini. Sementara aku? Cowok dari mana coba? Benar-benar menjengkelkan sekali adikku itu. Dia tidak tahu perasaan kakaknya apa?

***

Online Wedding (TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang