Kiwi Naga part-1

71 20 2
                                    



KIWI NAGA


.
.
.
.
.

"Sudahlah... Jangan menangis." Kata-kata itu seolah menjadi kata-kata yang paling menusuk untuk Kiwi dengar, sebelum sang kakak jauh meninggalkan kampung halaman. Mereka tidak biasa berpisah dalam waktu yang lama. Kakaknya Agam harus melanjutkan studinya di luar negeri.

"Tapi kak..." Butiran air matanya perlahan menetes.

Kiwi terus meyakinkan kak Agam agar ia tidak jadi pergi. Namun, sepertinya hal itu hanya sia-sia.

Kak Agam menghapus air mata Kiwi. "Adik kakak yang paling cantik, jangan nangis dong, nanti cantiknya luntur taukk." Entah kenapa tiba-tiba mata Agam ikut berkaca-kaca.

"Dua koper berwarna cokelat tua sudah dicek semuanya?"

"Sudah! Mah, Agam pergi."

"Ya sayang, jaga diri kamu baik-baik di sana." Mamanya berusaha tegar walaupun sebenarnya begitu banyak kekhawatiran melekat dalam batinnya. Agam mencium tangan mamanya dan memeluknya erat.

"Ayah, Agamm....?"

Sebelum Agam melanjutkan yang ingin ia katakan, sepertinya ayahnya sudah paham. Anaknya yang kini tumbuh besar harus berpisah dalam waktu yang lama.

"Ayah percaya sama kamu...  Kamu jagoan Ayah." Ayah menepuk bahu Agam.

"Hati-hati Agam...." Mereka mengantarkan Agam lebih dekat lagi menuju pengecekan tiket. Tidak lupa Kiwi melambaikan tangan untuk kak Agam. Kini wajah Kiwi tidak sesedih tadi, senyum tipis terpancar dari wajahnya. Karena ia yakin kakaknya pasti akan cepat pulang.

Saat itu hujan turun dengan derasnya. Sepanjang jalan Kiwi terus memandangi kaca mobil di belakang Ayah dan Mamanya.

"Pasti sepi nggak ada kak Agam." Pikiran Kiwi kian memuncak.

Melihat anaknya yang sepertinya merasa kesepian, Mama Ranty berencana untuk mengajak Kiwi pergi ke rumah neneknya di Bandung.
Hawa sejuk pegunungan dan pemandangan yang indah semoga bisa membuat Kiwi sedikit merelakan kepergian kakaknya.

"Besok kamu siap-siap ya?"

"Siap untuk apa?" Tampaknya Kiwi tidak tahu apa yang dimaksud oleh Mama.

***
Keesokan harinya, Kiwi benar-benar lupa hal apa yang terjadi kemarin, sampai dering alarm yang biasa dipasangnya tidak disentuhnya. Selimut tebalnya masih rata menutupi tubuhnya.

"Hmmdt kebiasaan ini anak, udah dibilangin suruh siap-siap malah masih nempel aja di kasur."

"Bangun... Neng ini udah jam berapa?"

"Iya ma." Dengan rambut acak adut dan mata tertutup seperempat Kiwi beranjak ke kamar mandi.

Sementara itu ada segerombolan anak remaja yang sedang melakukan pendakian di kawasan desa pucuk Arum, dekat dengan tempat neneknya Kiwi tinggal.

"Wahhh, indah banget, kalau gini caranya aku bisa betah ni di sini."
Kiwi nampak sangat senang, keluarganya sudah cukup lama tidak mengunjungi rumah nenek Sulastri. Rasa rindu yang begitu sangat kini tlah terobati.

Pandangan Kiwi tertuju pada ayunan yang hanya terbuat dari kayu, ia teringat masa kecilnya yang banyak ia habiskan dengan bermain ayunan bersama kakaknya, Agam. Ayunan itu masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu tidak berubah, hanya sedikit usang karena termakan usia.

"Loh kok dari tadi ngelamun terus cucu nenek."

"Eh... Em... I... I... Iya nek." Kiwi cepat tersadar dari lamunannya.

kumpulan cerita horor[SLOW UPDATE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang