Chapter 5

1.6K 146 129
                                    

SELAMAT MEMBACA.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

================================
Tiga tahun kemudian.

Singto saat ini sudah bekerja. Meskipun dia sudah sibuk bekerja, Singto tetap terus menerus mencari keberadaan Krist yang benar-benar hilang tanpa jejak, begitu juga dengan kedua orang tuanya dan Kat. King mengambil alih yayasan sekolah yang dikelola oleh sang ayah.

Entah sudah berapa kali Singto menemui King untuk menanyakan keberadaan Krist. Singto tidak menyerah untuk bisa menemukan keberadaan Krist. Bahkan Singto rela di hajar oleh King karena King sudah hilang kesabaran menghadapi Singto yang terus saja mengganggunya dengan pertanyaan yang sama.

"Aku sudah mengatakan ribuan kali padamu, aku tidak akan pernah memberitahukan keberadaan adikku pada pria brengsek sepertimu. Krist sudah bahagia disana. Pergilah. Enyahlah dari hadapanku", ucap King hendak menghajar Singto lagi namun istri King menahannya.

"Kau menghajarnya juga tak akan mengubah apapun, sayang. Krist juga tidak akan kembali lagi", ucap istri King. Singto termenung mendengar ucapan wanita yang menahan King.

"Apa maksud anda Krist tidak akan kembali lagi? Dia... Dia tidak meninggal, bukan?", tanya Singto dengan jantung berdebar takut dengan jawaban yang akan dia dengar.

"Kami tidak akan memberitahu apapun padamu. Pergilah. Jangan pernah muncul dihadapan kami lagi. Kami tetap tidak akan memberitahukan apapun padamu", ucap istri King. King memanggil security rumahnya.

"Usir pria ini. Jika dia masih saja kesini, masukkan saja ke kantor polisi. Dia sudah membuat keributan dirumah kami", ucap King pada dua security rumahnya.

"Baik, pak", jawab dua security itu serentak. "Ayo keluar", ucap salah satu security sambil menarik Singto.

"P'King.... Kumohon... Beritahu dimana Krist. Kumohon, phii. Krist... Dia baik-baik saja, bukan. Dia tidak meninggal, bukan? Kumohon phii, beritahu keberadaan Krist padaku", ucap Singto mulai terisak sambil memberontak dari pegangan kedua security yang memegangnya.

"BAWA DIA KELUAR. KUNCI GERBANG. JANGAN LAGI BIARKAN DIA MASUK KEDALAM RUMAH INI DAN MEMBUAT KERIBUTAN", perintah King pada kedua securitynya.

"Baik, pak", ucap kedua security itu lalu mengangkat Singto yang lebih kecil dari badan mereka dengan mudah dan melemparkannya keluar pagar.

"Sudahlah. Jangan membuat keributan lagi dirumah ini. Tuan dan nyonya tidak akan memberitahukan apa-apa padamu. Enyahlah dari sini", ucap security yang lebih besar badannya. Mereka langsung menutup dan mengunci gerbang. Keduanya pergi mengabaikan Singto yang berteriak-teriak seperti orang gila.

.
.
.
.
.
.

Singto hampir putus asa mencari keberadaan Krist. Dia bahkan sampai membayar beberapa maskapai penerbangan untuk bisa mendapatkan kemana tujuan Krist pergi. Namun semua maskapai yang ada di Thailand tak ada satupun yang memiliki nama penumpang bernama Krist maupun keluarganya.

"Arrghhh.....", teriak Singto di dalam kamarnya sambil menghempaskan semua barang yang ada di atas meja kerjanya termasuk ponselnya.

"Sing, ada apa?", tanya sang ayah yang lagi-lagi mendengar Singto mengamuk dikamarnya. Singto langsung memeluk sang ayah.

"Pho, dimana Krist?", tanya Singto sambil terisak dipelukan sang ayah. Sang ayah mengelus punggung Singto.

"Pho tidak tahu, sayang", jawab sang ayah.

"Pho, bantu aku mencarinya", ucap Singto memohon sambil terisak putus asa.

"Pho sudah berusaha mencari informasi, Sing. Pho masih belum menemukannya", jawab sang ayah.

(Re-Publish) To Love and Be Hurt, No ThanksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang