The Dearest

72 4 0
                                    

Ada cinta yang tak terbatas ruangnya, waktunya, dan tujuannya. Dia sulit untuk dipahami tapi terlalu mudah untuk dirasakan.

**********************

"Do, nggak makan dulu nih?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Do, nggak makan dulu nih?"

Tanpa mengucapkan kata-kata disana. Laki-laki remaja jangkung berparas tampan dengan seragam sekolahnya berlalu meninggalkan kakaknya begitu saja disana.

"Kamu mau makan dimana lagi? Makan bakso? Mau nongkrong dicafe lagi? Kamu pikir semua itu sehat, apa?" tanya Arini meninggi ketika Edo-adik laki-lakinya yang satu itu malah diam dan berjalan keluar rumah setelah menarik tas punggungnya sembarang. Arini hanya melihat kepergian adiknya, betapa dirinya tahu keras kepala Edo jika kambuh seperti pagi ini.

"Do, kamu nggak benci sama kakak 'kan?" tanya Arini pelan setelah berhasil mengikuti adiknya itu keteras rumah.

Edo diam-tidak berkutik. Tatapannya sama sekali tidak tertuju kearah Arini berdiri sekarang, itu tanda-tanda bahwa Edo sedang tidak ingin diganggu.

"Maafin kakak..." tambah Arini kemudian setelah menunggu reaksi Edo yang masih diam saja "Kakak putus sama dia. Kalau itu yang mau kamu dengar..."

Arini tersenyum mengingat kejadian-kejadian itu. Dengan langkah yang cukup pelan, Arini menggandeng mamanya melewati pekarangan itu bersama adiknya—Edo Alkhari. Betapa Arini tahu bahwa yang benar-benar mencintai dan dicintai olehnya sekarang ini adalah hanya mama dan Edo-adiknya. Arini hampir melupakan satu hal, bahwa hanya keluargalah yang benar-benar mencintainya dengan tulus selama ini.

👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧👩‍👩‍👧‍👧

Arini senyum-senyum sendiri melihat adiknya yang salah tingkah disampingnya sedari tadi. "Mereka ngelihatin kamu tau, Do. Kenapa nggak disenyumin coba?" tanya Arini ketika melihat Edo berusaha menampilkan wajah biasanya, padahal wajah adiknya itu merah-merah padam karena tidak suka dilihatin oleh orang-orang itu pasti.

"Jelas-jelas mereka itu lihatin kakak! Dikira mungkin kita lagi pacaran. Nggak usah dipeduliin lagi.." tandas Edo setelah merasa diganggu oleh ucapan kakaknya sedari tadi.

"Itu, mama!" seru Edo ketika sudah memasuki lorong ruangan itu.

Cukup sebentar setelah pembicaraan mereka tentang cewek yang memerhatikan adiknya itu berakhir begitu saja karena melihat sosok mamanya sudah berdiri tidak jauh dari pandangan mereka sekarang.

"Kalian sudah makan 'kan?" tanya mamanya ketika mereka sudah berada disebuah ruangan tertutup, ruangan yang damai dan bergema jika bersuara disana. Tempat yang selama ini menjadi markas keluarga Arini untuk bersenda gurau.

Sepucuk Rasa  [ONESHOOT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang