ARDA-03

16 3 0
                                    

Author POV

"Assalamualaikum ma."ucap Arfano lemah.

"Fan kamu kenapa?Lanjut terapi aja yuk nak biar kamu gak kaya gini terus."ucap Elsa-mama Arfano.

"Udah aku bilang berapa kali mah,terapi itu gak bikin aku sembuh kan.Satu berbanding seribu itu mustahil ma rasanya."ucapnya lemah.

Elsa sudah meneteskan air matanya,ia sedih melihat anaknya merasakan sakit. Ia sebagai ibu sungguh ingin rasanya bertukar posisi dengan Arfano saja.

"Ma jangan nangis,Fano gak mau liat mama nangis,maafin Fano ma."ucapnya sambil memeluk mamanya.

"Enggak sayang,mama gapapa.Kamu istirahat ya jangan banyakin kegiatan"ucap Elsa.

"Iya ma Fano kekamar dulu."ucap Arfano.

Setiba dikamar,Arfano langsung merebahkan tubuhnya. Ia berpikir terus tentang penyakitnya yang mustahil untuk sembuh,sampai saat ini ia bertahan hidup karna Amanda. Ya,Amanda yang membuat hidup Arfano lebih berwarna.

***

"Assalamualaikum"ucap Amanda.

"Waalaikumsalam,gimana Nda jadi anak kelas 12?seru kan Nda"tanya Albi yang sedang menonton televisi.

Amanda melengos,mengapa Albi seperti itu? Histeris seperti cabe kurang belaian bukan?

"B aja"jawab singkat Amanda sambil menaiki tangga diikuti oleh Albi-abangnya.

"Gimana?"tanya Albi membuat Amanda bingung. Mengapa Abangnya tidak jelas seperti ini.

"Nanya tuh yang jelas kenapa sih bi,jangan setengah-setengah gitu.Gue gak ngerti lo ngomong apa sebenernya juga."ucap Amanda.

"Ada cowo yang caper sama lo ga Nda?"tanya Albi.

"lo gak berniat buat nanya gue demen sama cowok kan ya?"

"Yah ketauan elah dah ah"

"Gue gak mau pacaran,kan lo juga tau itu bi."

"lo langsung nikah dong?taaruf gitu Nda?"ucap Albi dengan histeris. Amanda pusing dengan sikap Abangnya ini,turunan dari mana sifat abangnya ini.

"Albi bego ah"ucap Amanda kesal. Lalu melihat Albi yang duduk di kasurnya.

"Pacar mah belakangan aja,gue gak terlalu mentingin banget.Gue mau fokus belajar aja."ucap Amanda.

"Gak seru lo Nda,SMA itu masa paling indah. Masa lo gak mau nikmatin?"ucap Albi.

"Kenapa sih Bi?penting banget emang hah?"

"Gue tuh pengen liat lo jalan sama cowo,masa lo jalan ama cewe mulu.Keliatan banget lesbi nya Nda"

"Si idiot,sono ah Bi.Bikin emosi aja lu Bi,udah ah sono"ucap Amanda kesal.

"Gue nasehatin ya,coba aja sekali lo suka sama cowo yang disekitar lo Nda,atau kayaknya mah ada yang udah suka tapi lo nya gak peka kali ya?"

"Gajelas,ngelantur banget hidup lo Bi"

"Coba aja,tar juga ketagihan.Jangan ampe nyesel Nda."ucap Albi,yang langsung pergi keluar dari kamar Amanda.

Ucapan Albi yang mengatakan bahwa dirinya gak peka membuat pikiran Amanda pusing. Dan saat itu pula pikiran ia tertuju pada Arfano.Ia makin pusing,ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur dan ia pun langsung terlelap

***

"Lo masih sama si Caca?"tanya Gibran sambil menyeruput kopi hitam nya. Ya,mereka ber-empat sedang berkumpul di cafe yang sudah menjadi basecamp nya.

"Udah kaga"

"Gila"ucap Nanda dan Satria kompak.

"Ngapa emang?"tanyanya.

"Harusnya kita yang nanya ama lo bodoh."ucap Gibran.

"Doi minta lebih,gue nolak lah.Gak waras kali"

"Alah tai lu Fan,lu gak waras kali."ucap Satria.

"Gue emang players tapi gue gak brengsek. Gue masih ngehormatin cewek."

"Gak percaya sih gue sama lo Fan."ucap Nanda.

"Baru juga seminggu,gak waras kali tuh dia udah minta lebih."ucap Arfano.Lalu mata Arfano beralih pada pintu yang dibuka dengan cewek yang ia tidak asing baginya.

"Kalau udah berbulan-bulan,lo mau apaan?"tanya Satria.

"Itu sih bisa dipertimbangin"

"Dasar laki-laki."ucap Gibran.

"Laki-laki gak ada yang alim. Kalo gak brengsek ya homo."ucapnya

Nanda dan Satria tampak berpikir keras dengan omongan Arfano,memikirkan mereka itu termasuk laki-laki yang brengsek atau homo?
tidak berfaedah sekali,bukan?

Gibran yang melihat Arfano tampak pucat tidak sepertinya"Fan lo gak papa?lo pucat banget soalnya."

"Gapapa Gib."

Satria mengeluarkan satu batang rokok dan menyalakan dengan pematiknya.

"Mau Fan?"tanya Satria.

"Engga dulu Sat,Thanks"

"Are you okay Fan?"ujar Gibran.

"I am Fine Gib"

"Okay"

"Bentar gua ada urusan"ucap Arfano lalu berjalan ke meja yang ada di ujung dekat dengan jendela.

Arfano mendapat anggukan dari ketiga temannya itu,langsung saja ia melengos pergi.

ARDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang