Yuta's pov
Mobilku terus melaju tanpa arah, pikiranku kacau karena tangisan Jisoo yang terus terngiang ngiang. Ini pertama kalinya aku memikirkan seseorang secara berlebihan bahkan aku terlihat seperti orang bodoh saat ini "ayolah Yuta berhenti memikirkan wanita itu" kataku pada diri sendiri.
Aku memandang lurus jalanan yang kulalui, sampai aku berhenti di depan sebuah bangunan yang sangat kubenci saat ini, yaa aku sedang berdiri di depan rumah yang dulunya kuanggap tempat berlindung yang paling hangat. Tapi itu dulu sebelum ayahku berubah menjadi seorang pria yang brengsek, aku kembali kesini cuma ingin memastikan apakah ibuku telah kembali atau belum, jika ibuku kembali aku akan mengajaknya untuk ikut bersamaku dari pada harus tersiksa di dalam neraka ini.
Ku langkahkan kakiku memasuki halamannya tapi aku tak melihat tanda tanda ada orang di dalam "apakah si brengsek itu belum pulang? Baguslah aku bisa lebih leluasa untuk masuk sekalian mengambil barangku yang masih tertinggal di dalam" ucapku dalam hati. Sepertinya tak ada yang berubah, cuma terlihat kurang terawat. Iyalah cuma ibu yang rajin merawat rumah ini walaupun banyak pelayan di sini, jalang itu mana mungkin melakukan hal seperti itu..
Setelah berkeliling ternyata memang tak ada orang dan itu berarti ibu belum kembali ke rumah. "Ngomong-ngomong kemana perginya semua pelayan di rumah ini?" Kataku bertanya-tanya tapi aku sudah tidak peduli. Aku memutuskan mengambil barang barangku dan segera bergegas sebelum ayahku yang tak tau diri itu kembali. Dalam perjalanan ke apartemen Johnny, aku kembali memikirkannya dan itu membuatku gila "apakah aku menemuinya saja? Oh itu sangat aneh dan tak akan terjadi" lagi lagi aku berbicara asal.
Setelah memarkirkan mobilku, aku bergegas masuk ke loby tapi sesuatu mengalihkan pandanganku. Kulihat seseorang yang begitu mencurigakan dia memakai pakaian serba hitam dan masker menutupi wajahnya, tingkahnya juga begitu mencurigakan. Aku melihatnya memasuki lift dan tanpa menunggu waktu, aku melangkahkan kakiku untuk ikut masuk kedalam lift tersebut. Kulihat dia menekan tombol angka 6 dan pikiranku langsung mengarah ke Jisoo. "Bukankah dia tinggal di lantai 6? Aku mengingatnya karna apartemennya cuma beda satu lantai dengan apartemen Johnny yang berada di lantai 7" kataku dalam hati. Aku mengikutinya dari belakang dan kulihat orang itu berhenti di depan sebuah pintu meletakka sebuah kotak kecil lalu menekan bell. Anehnya orang tersebut langsung pergi tanpa menunggu pintu apartemen itu terbuka, "ini benar benar mencurigakan tapi tunggu, bukankah itu Jisoo?" Kataku pelan setelah pemilik apartemen itu keluar dan ternyata benar itu Jisoo.
Jisoo menatap kotak kecil tersebut, kulihat dia kebingungan. Perlahan lahan Jisoo membuka kotak tersebut dan tau apa yang terjadi? Dia langsung membuangnya dan wajahnya menjadi pucat. Aku keluar dari persembunyianku mendekat kearahnya, wajahnya tiba tiba kaget mungkin karena melihatku berdiri dihadapannya. Kulihat kotak yang Jisoo buang di lantai dan "brengsek" kataku setelah melihat sebuah foto yang di penuhi dengan darah. Aku kembali mengarahkan pandanganku ke Jisoo, dia cuma menatap kosong kearahku. "Jisoo kau baik-baik saja?" Tanyaku tapi tak ada balasan darinya, dia mendekat kepadaku dan tiba-tiba memegang lenganku membuatku tersentak. Kutatap matanya yang juga menatapku dengan pandangan takut bercampur sedih "Yuta.. aku takut, aku benar-benar takut sekarang, tolong aku" ucapnya dengan air mata yang tak terbendung lagi dan terus memegang lenganku.
Haaaa tak tahan melihatnya menangis seperti itu, aku melepaskan tangannya dari lenganku dan langsung memeluk tubuhnya yang bergetar hebat karena menangis ketakutan. Kurasakan tangannya yang memelukku sangat erat dan kupastikan dia benar-benar takut sekarang, "berhentilah menangis, kumohon.. sudah kukatakan kalau aku tak suka melihatmu menangis. Tidak ada yang akan menyakitimu, percayalah padaku". Ucapku panjang lebar untuk membuatnya tenang dan untuk pertama kalinya aku ingin melindungi seorang wanita yang baru beberapa hari bertemu denganku, bahkan bisa di bilang kami cuma saling tau nama.
Jisoo masih terus memelukku tapi tangisannya mulai meredah, dia sedikit lebih tenang sekarang, "aku berjanji tidak akan terjadi apa-apa kepadamu, aku akan melindungimu.. percayalah" tak tau atas dasar apa aku berani mengatakan janji pada seorang wanita, aku juga tak tau kenapa perasaanku begitu tersiksa melihatnya menangis seperti ini, benar-benar menyakitiku. "Terima kasih" aku tersadar dari lamunanku ternyata Jisoo sudah berhenti menangis dan mulai melepaskan pelukannya, tapi kedua tangannya masih memegang bajuku. Kedua mata kami saling menatap, tanganku terangkat untuk mengelus rambutnya "masuklah ini sudah malam, aku akan membereskan kotaknya dan ingat, jangan membuka pintu sebelum kau periksa dulu" ucapku mengingatkannya. "Terima kasih Yuta, hmmm bisakah aku memiliki nomor ponselmu?" Tanyanya dengan sedikit ragu, "Tidak perlu, nanti saja aku meminta nomormu di Johnny. Tunggu saja pesanku, mengerti? Masuklah" kataku mengakhiri.
Jisoo menarik tangannya dan perlahan berbalik memasuki apartemennya, aku terus memusatkan pandanganku sampai dia benar-benar menutup pintunya. Aku menghela nafasku, memungut kotak tersebut dan segera membuangnya di tempat sampah. Ku langkahkan kakiku menuju apartemen Johnny, ternyata mereka berdua sudah menungguku. "Yaa Yuta dari mana saja kau? Kenapa kau selalu pergi tiba-tiba? Kau ini" Taeyong terus mengoceh tapi aku tidak mempedulikannya, pikiranku cuma di penuhi dengan Jisoo saat ini. "Shit, jangan mengabaikanku Yuta.. apa kau tidak mendengarku? Aissshhhh" oh Taeyong sangat berlebihan sekarang.
Aku menghampiri Johnny yang berada di dapur, "John.. kau punya kontak Jisoo?" Tanyaku to the point, kulihat raut wajah Johnny yang heran mungkin dia tidak menyangka aku menanyakan sesuatu yang konyol. "Apa kau sedang mabuk? Atau aku yang salah dengar? Coba kau ulang Yuta?" Tanya Johnny dengan nada mengejek, hahh wajahnya benar-benar menjengkelkan. "Berhenti mengejekku dan berikan kontaknya, brengsek" kataku datar tapi Johnny justru terbahak "hahahhaha astaga kau lucu sekali jika sedang jatuh cinta, ambillah di ponsel ku" Johnny masih terus menertawaiku tapi aku tidak peduli dan langsung mengambil kontak Jisoo di ponselnya.
Sial Johnny masih saja mengejekku, bahkan Taeyong juga ikut-ikutan "yaaa berhentilah menertawaiku, aku tidak jatuh cinta padanya, cuma mau membantunya" ucapku membela diri tapi mereka tetap menyudutkanku. Karena malas berdebat, aku berjalan ke balkon untuk menenangkan pikiranku "siapa sebenarnya orang yang mencurigakan tadi? Kenapa membawa paket misterius? Kenapa orang itu menaruhnya di depan apartemen Jisoo? Apakah ada orang yang ingin menyakitinya?" Pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan di pikiranku. Aku menatap ponsel di tanganku, lebih tepatnya menatap kontak Jisoo dan dengan lihai jariku mengetik sesuatu, lalu memasukkan ponsel ku ke kantung celana dan berjalan masuk ke kamar, sepertinya tubuh dan pikiranku butuh istirahat.
"Tidak usah memikirkan yang tadi, selamat malam.. Yuta".
Vote & Comment😊
KAMU SEDANG MEMBACA
My boyfriend, Yuta!
FanfictionDia adalah pria yang selalu melindungiku - Kim Jisoo Dia adalah wanita yang selalu membuatku nyaman, rumah aku pulang - Nakamoto Yuta Just read my first story😊