Gadis Incaran (2)

138 11 1
                                    

Tanpa pikir panjang, lelaki berambut ikal itu langsung mendekati sang gadis incaran. "Eh dek, kamu ko ga masuk kelas sih?", bual si rambut ikal itu.

"Ehh.. Ngomong sama aku ka?", sapa dengan nada sinis.

"Bukan, sama bu Aliyah. Ibu ga masuk kelas bu?", nada bercanda.

"Yasudah kalau gitu, saya mau masuk kelas."

"Eh dek tunggu, boleh bertanya?"

"Nanti saja, saya harus masuk kelas."

"Sinis sekali... ", gumamnya.

Setelah bertanya, Jundi pun langsung menyalahkan dirinya. Suasana kantin memang terlihat sepi, tapi apa yang dialami Jundi hari ini membuatnya geram. Tangannya seketika bergetar hebat, jantungnya berdegup kencang layaknya banteng yang ingin keluar dari kandangnya. Sifat sinis yang menjadi ciri khas gadis itu, membuat Jundi semakin merasa tertantang untuk mengenalnya.

Ia pun langsung pergi meninggalkan kantin tanpa pamit. Kegelisahan yang ia alami membuat pikirannya bertanya hebat. "Mungkin aku salah diawal dan terlalu bertele-tele," gumamnya dalam perjalanan menuju kelas.

"Kau ke toilet, atau berburu?" tanya pria gemuk sambil menyodorkan kursi kearah Jundi.

"Tidak usah ku jawab, kau sudah tahu rasanya."

"Memang, tidak hanya itu yang ku tahu. Perburuan mu gagal lagi kan?"

"Dia sangat jutek. Berbicara dengannya saja, Rasanya seperti ingin diterkam"

"Opiniku dia hanya menerkam orang-orang yang bodoh"

"Sial kau gendut"

Mendengar makian yang keluar, Jundi pun memilih untuk pergi ke sudut kelas. Ia duduk bersandar sambil membaca buku hijau yang sampai kini belum habis-habisnya ia amati. Jundi memang senang membaca buku, dan mudah memahami suatu. Mungkin itulah yang membuat Jundi selalu berdiri di podium juara pertama setiap kenaikan semesternya.

Hari itu, rasa menyerah menguliti raga Jundi tiap detiknya. Buku yang ia baca, masih berada di halaman yang sama, menandakan rasa fokusnya lenyap terbawa ego. Berandai-andai menjadi senjata utamanya untuk memenangkan sifat bodoh dalam dirinya. Mengutuk kata-kata yang ia keluarkan tadi, membuat dirinya ingin mundur dalam perburuan ini.

"Hei jun kemarilah, buku ini cocok untukmu" sapa Abiyan, si ketua kelas yang kepalanya sekeras batu.

Jundi pun langsung mendatangi Abiyan. Sasaran utamanya adalah tepat menuju ke arah buku yang Abiyan bilang 20 detik yang lalu itu. Buku itu mengisahkan tentang kisah cinta antara wanita pendiam dengan lelaki yang hyperaktif .

"Yan, boleh pinjam? Nanti lusa aku balikan lagi"

Dari raut muka Jundi, sepertinya ia telah mempunayi cara bagaimana masuk kekandang singa dengan aman tanpa terkamannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 21, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Persekutuan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang