MEJA BELAJAR

3 2 0
                                    

Siang itu matahari bersinar terang. Masih menunjukkan kemampuannya untuk mengeringkan jemuran dengan cepat.

Aku memilih diam di dalam kamar yang bersuhu lebih dingin sembari memainkan ponsel.

Pintu kamarku dibuka. Ayah ada di sana. Sebenarnya aku sedikit terganggu dengan salah satu kegiatan ayahku ini, beliau senang sekali membuka pintu kamarku dengan suara keras jadi aku suka terkejut. Sehingga pintu sering aku kunci dari dalam.

Senyum mengembang diwajahnya. Aku diam. Menanti apa yang akan beliau lakukan.

"Ayah mau ganti lampu kamar kamu. Lampu yang lebih bagus. Nanti kalau mati lampu, masih bisa nyala."

Kata ayah setelah matanya mengamati lampu kamarku. Aku masih diam tidak merespon.

"Hmm. Nanti pakai meja ini aja ya?"

Lanjutnya sambil kini memperhatikan meja belajarku. Aku masih diam.

"Oke, nanti ayah ganti lampunya, kamu bantu ya."

Ternyata ini tujuannya.

"Kayaknya gak bisa kalau pakai meja ini."

Ayahku mengetuk-ngetuk permukaan meja.

"Engga. Pasti bisa. Nanti kamu bantu pegangin."

"Ini ada serpihan-serpihan kayu dibawah meja setiap kali aku sapu yah."

Ayah sekali lagi mengetuk permukaan meja.

"Bisa. Ini kayu. Nanti pakai kursi juga. Makanya kamu bantuin ayah. Pegangin."

"Yaudah. Terserah."

Aku menyerah.

--------

Ayah masuk membawa sebuah bohlam lampu, yang ingin dipasangnya di kamarku.

"Ayo bantuin ayah."

Setelah memindahkan barang-barang yang ada di atas meja, ayah menarik mejaku tepat ke tengah kamar.

Untuk informasi, meja belajarku bentuknya panjang. Kurang lebih 40 x 160 cm. Aku tidak tahu bahannya dari apa hanya saja sebagian besar terbuat dari kayu.

Setelah meja berada tepat di bawah lampu, ayah membawa kursi belajarku dan meletakkannya di atas meja.

Aku masih diam, membantu memegangi kursi karena ayah sudah bersiap untuk naik ke atas meja.

"Ayah naik. Pagangin yang kencang."

"Iya."

"Satu. Dua. Tiga."

Ayah mulai naik, tapi bahkan belum sampai satu menit berada di atas. Meja di depanku mulai mengeluarkan suara yang membuatku ketakutan.

"Ayah ini rusak!"

Suara retakan meja itu semakin keras dan mulai tampak jelas permukaan meja yang membentuk sebuah pola retakan disekitar kaki kursi.

Ayah cepat tanggap. Beliau melompat turun dan kursi yang tadi dipijaknya amblas, membuat empat lubang yang retakannya hampir menyatu menjadi persegi.

"Tuhkan rusak!"

Kalian bisa bayangkan? Aku kesal. Bukan saja karena perkataanku yang tidak diindahkan tapi juga ayah malah merusak meja belajarku.

"Kamu sih, peganginnya gak bener."

"Kok aku? Aku kan sudah bilang mejanya gak akan kuat."

"Ya gimana ayah gak tahu kalau ternyata permukaan mejanya bukan kayu."

"Gimana sih."

"Sudah. Nanti ayah benerin. Itu ada sisa papan dari tukang. Kemarin. Sekarang kamu bantu cari kursi yang kuat aja buat ayah."

Akhirnya setelah mengenyahkan rasa kesalku, aku mencari bangku yang sekiranya bisa digunakan ayah untuk memasang lampu yang baru.

--------

CURHATUS SORTUS HARTUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang