Langit cerah menyambut kedatangan empat agen muda di depan gerbang megah SHS. Bangunan sekolah itu lebih menyerupai istana modern daripada sebuah institusi pendidikan. Pilar-pilar besar berwarna putih, taman luas yang dihiasi bunga-bunga eksotis, dan patung-patung elegan membuat sekolah itu tampak seperti tempat dari dunia lain.
“Wah… SHS besar banget,” kagum Jisoo, matanya membelalak sambil mengamati setiap sudut.
“Ne… benar-benar megah. Rasanya seperti masuk ke museum seni,” kata Rose sambil menyentuh pagar besi yang mengkilap.
“Pantas aja cuma anak-anak orang kaya yang bisa masuk sini,” timpal Lisa dengan nada setengah bercanda.
“Iya, bener banget,” tambah Jennie, meski matanya juga tidak bisa lepas dari pemandangan di sekitarnya.
“Sudah selesai mengaguminya, nona-nona?” suara sang supir membuyarkan kekaguman mereka. “Kalian bisa segera menuju kantor kepala sekolah. Semuanya sudah diatur.”
“Ah, ne. Terima kasih. Ayo, teman-teman,” ucap Jisoo sambil memberi isyarat agar yang lain mengikutinya.
Dengan langkah pasti, mereka melewati koridor utama yang dihiasi lampu gantung kristal dan lantai marmer yang begitu bersih hingga memantulkan bayangan mereka. SHS tidak hanya megah dari luar, tetapi juga di dalam.
Sesampainya di depan pintu kantor kepala sekolah, Jisoo mengetuk pintu perlahan.
“MASUK!!” titah suara berat dari dalam.
Jisoo membuka pintu dan memimpin teman-temannya masuk. Di balik meja besar, seorang pria paruh baya dengan wajah tegas dan berkacamata tengah sibuk membaca dokumen. Ia menatap mereka sekilas sebelum berbicara.
“Ah, kalian murid baru itu. Sudah kuantisipasi kedatangan kalian. Kalian semua akan ditempatkan di kelas 11-A,” ujarnya sambil menunjuk ke arah seorang wanita muda yang berdiri di dekat pintu. “Itu wali kelas kalian.”
Wanita itu tersenyum ramah. Wajahnya cantik dengan rambut hitam panjang yang tergerai rapi. Ia mengenakan blus putih elegan dengan rok pensil hitam.
“Perkenalkan, nama saya Yoona. Saya wali kelas 11-A dan guru Bahasa Inggris di sini,” ucapnya lembut, namun tegas.
Jisoo melangkah maju dengan sopan, memperkenalkan diri. “Salam kenal, Bu. Nama saya Kim Jisoo. Sebelah kanan saya Jennie, sebelah kiri saya Lisa, dan sebelahnya Lisa itu Rose.”
Yoona tersenyum. “Baiklah. Ayo kita ke kelas. Saya yakin teman-teman baru kalian sudah tidak sabar bertemu.”
---
Koridor menuju kelas 11-A terasa panjang dan ramai. Suara langkah kaki para siswa bergema, bercampur dengan suara canda dan tawa. Yoona berjalan di depan, sementara Jisoo, Jennie, Lisa, dan Rose mengikutinya dengan tenang.
Ketika mereka tiba di depan pintu kelas, suara gaduh terdengar dari dalam. Tawa keras dan percakapan yang saling bersahutan mengisi udara. Namun, begitu Yoona membuka pintu, suasana kelas seketika menjadi sunyi. Semua mata tertuju pada empat gadis baru yang berdiri di belakangnya.
“Perhatian, kalian akan mendapatkan teman baru hari ini,” ucap Yoona dengan nada tegas.
Suasana kelas langsung berubah. Beberapa siswa mulai berbisik-bisik, sementara yang lain memasang ekspresi penuh penasaran.
“Wah, laki-laki ya, Bu?” tanya seorang siswi dengan antusias.
“Mudah-mudahan perempuan,” sahut seorang siswa lain dengan nada berharap.
Yoona tersenyum kecil. “Tenang saja, nanti kalian akan tahu. Nah, silakan masuk,” katanya sambil memberi isyarat pada keempat gadis itu.
Jisoo melangkah masuk terlebih dahulu, diikuti oleh teman-temannya. Kaki jenjang mereka melangkah dengan percaya diri, kulit mereka yang putih dan bersinar memantulkan cahaya dari jendela besar di dalam kelas. Keempat gadis itu tampak seperti model yang baru saja turun dari catwalk.
Kelas yang semula sunyi langsung berubah gaduh. Para siswa laki-laki terlihat terpesona, sementara beberapa siswi memandang mereka dengan tatapan iri.
“Baik, kita mulai perkenalan. Silakan dimulai dari kamu,” tunjuk Yoona kepada Jisoo.
Jisoo melangkah maju dengan senyuman hangat. “Annyeong. Perkenalkan namaku Kim Jisoo. Salam kenal,” ucapnya dengan sopan.
Selanjutnya, Rose maju dengan anggun. “Annyeong. Perkenalkan namaku Roseanne Park, tapi kalian bisa panggil aku Rose. Salam kenal.”
Giliran Jennie. Dengan nada dingin namun memikat, ia berkata, “Kim Jennie. Salam kenal.”
Terakhir, Lisa maju dengan gaya santai. “Lalisa Manoban,” ucapnya singkat, namun cukup untuk membuat sebagian besar siswa terkesan.
“Baik, ada yang ingin bertanya kepada teman-teman baru kita?” tanya Yoona sambil melihat ke arah murid-muridnya.
Seorang siswa di barisan depan mengangkat tangannya dengan cepat. “Saya, Bu!”
“Silakan, Minho,” ujar Yoona.
Minho berdiri sambil tersenyum lebar, matanya tertuju pada Jennie. “Saya mau bertanya kepada Jennie. Jennie, kamu itu manis banget. Sudah punya pacar belum?”
Suasana kelas langsung dipenuhi tawa dan siulan dari siswa-siswa lain. Jennie hanya tersenyum kecil, sudah terbiasa dengan pertanyaan semacam ini. “Terima kasih atas pujiannya. Tapi, aku belum punya pacar,” jawabnya singkat namun tegas.
Lisa, Jisoo, dan Rose hanya terkekeh kecil mendengar pertanyaan itu. Mereka tahu ini bukan pertama kalinya Jennie mendapat perhatian seperti ini, dan pasti bukan yang terakhir.
“Sudah, sudah,” potong Yoona dengan nada setengah bercanda. “Nah, kalian boleh duduk di bangku kosong di belakang Suga dan Jin, serta di belakang Jungkook dan Jimin.”
Keempat gadis itu mengangguk, lalu melangkah menuju tempat duduk mereka. Jisoo dan Jennie memilih bangku di belakang Suga dan Jin, sementara Lisa dan Rose duduk di belakang Jungkook dan Jimin.
---
Selama pelajaran berlangsung, suasana kelas tampak normal di permukaan. Namun, keempat agen itu tetap waspada, mengamati setiap detail kecil di sekitar mereka. Para siswa yang disebutkan oleh Yoona—Suga, Jin, Jungkook, dan Jimin—menunjukkan perilaku yang mencurigakan.
Jungkook, misalnya, sesekali melirik ke arah Lisa dan Rose dengan tatapan yang sulit diartikan. Suga dan Jin juga terlihat sering berbisik-bisik, meski mereka berusaha terlihat santai.
“Sepertinya mereka bukan siswa biasa,” bisik Rose pelan kepada Lisa, matanya tetap mengawasi Jungkook yang duduk di depannya.
“Ya, aku juga merasakan hal yang sama. Kita harus tetap waspada,” jawab Lisa, suaranya hampir tak terdengar.
Sementara itu, Jennie mencatat sesuatu di bukunya, tapi pikirannya sibuk menganalisis percakapan kecil yang terjadi di antara siswa-siswa di sekitarnya. Jisoo, di sisi lain, sesekali melirik ke arah Yoona, mencoba mencari tahu apakah wali kelas mereka tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi di sekolah ini.
Waktu istirahat pun tiba. Suasana kelas menjadi gaduh lagi saat para siswa mulai keluar untuk makan atau sekadar berbicara dengan teman-teman mereka. Keempat agen itu berkumpul di sudut kelas.
“Bagaimana? Ada yang mencurigakan?” tanya Jisoo dengan suara pelan.
“Mungkin hanya perasaanku, tapi aku merasa beberapa siswa di kelas ini menyembunyikan sesuatu,” jawab Jennie.
“Aku juga. Khususnya empat orang itu—Suga, Jin, Jungkook, dan Jimin. Mereka terlihat seperti punya agenda sendiri,” tambah Rose.
“Kalau begitu, kita harus mulai mengawasi mereka lebih dekat,” ujar Lisa, matanya bersinar dengan semangat.
Misi mereka baru saja dimulai, dan SHS menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang mereka bayangkan. Keempat agen itu tahu bahwa ini bukan sekadar penyamaran biasa. Di balik dinding megah SHS, ada sesuatu yang gelap, dan mereka harus mengungkapnya sebelum terlambat.

KAMU SEDANG MEMBACA
AGENT-X [T A M A T]
Fantasiberawal dari data penting negara yang dicuri, agent-x yang berisi empat wanita cantik namun berbahaya harus bekerja sama dengan 7 agen tampan yang menamai grup mereka dengan BTS. perjalanan menangkap pencuri ini diwarnai dengan pembunuhan, pertikaia...