05. Kebangkitan

5 0 0
                                    

KEBANGKITAN

Naga itu tidak lebih panjang dari pada lengan bawah Eragon, tapi tampak anggun dan berwibawa. Sisik-sisiknya berwarna biru safir tua, warna yang sama seperti batunya. Tapi itu bukan batu, pikirnya menyadari, itu telur. Naga tersebut mengembangkan sayap-sayapnya; sayap-sayap itulah yang menyebabkan tubuhnya tampak begitu aneh. Sayap-sayapnya beberapa kali lipat lebih panjang dari pada tubuhnya dan dipenuhi tulang-tulang tipis yang menjulur dari tepi depan sayap, membentuk jajaran cakar yang berjarak lebar dari satu sama lain. Kepala naga itu kurang lebih segi tiga bentuknya. Dua taring putih mungil melengkung ke bawah dari rahang atasnya. Taring-taring itu tampak sangat tajam. Cakar-cakar naga itu juga putih, seperti gading yang digosok, dan agak bergerigi pada lengkung dalamnya. Sederet tanduk kecil berjajar di sepanjang tulang punggung makhluk itu dari dasar kepalanya hingga ujung ekor. Di pertemuan leher dan bahunya terdapat ceruk yang menyebabkan celah di antara kedua tanduk di sana lebih lebar dari pada yang lainnya. Eragon bergeser sedikit, dan kepala naga itu tersentak berpaling. Mata yang keras, biru sedingin es, terpaku pada dirinya. Eragon tidak bergerak sedikitpun. Naga itu mungkin musuh yang tidak enteng kalau memutuskan untuk menyerang.
Naga itu kehilangan minat terhadap Eragon dan dengan, kikuk menjelajahi ruangan, menguik-nguik saat menabrak dinding atau perabotan. Dengan mengepak-ngepakkan sayap, ia melompat ke ranjang dan merangkak ke bantal Eragon, menguik. Mulutnya terbuka dengan sedih, seperti mulut anak burung, memamerkan sederetan gigi yang runcing. Eragon duduk dengan hati-hati di ujung ranjang. Naga itu mencium tangannya, menarik-narik lengan bajunya. Eragon menarik tangannya.
Senyum melintas di bibir Eragon saat ia memandang makhluk mungil itu. Dengan hati-hati ia mengulurkan tangan kanan dan menyentuh sisi tubuh naga tersebut. Semburan energi sedingin es merasuki tangannya dan melesat di sepanjang lengannya, membakar pembuluh-pembuluh darahnya seperti api cair. Ia jatuh ke belakang sambil menjerit liar. Dentangan besi bagai memenuhi telinganya, dan ia mendengar jeritan kemurkaan tanpa suara. Setiap bagian tubuhnya kesakitan setengah mati.
Ia berjuang keras untuk bergerak, tapi tidak mampu. Sesudah rasanya seperti berjam-jam, kehangatan kembali meresap ke organ-organ tubuhnya, menyebabkan organ-organnya terasa tergelitik. Sambil menggigil tak terkendali, ia mendorong dirinya berdiri. Tangannya mati rasa, jemarinya lumpuh. Dengan terkejut, ia melihat bagian tengah telapak tangannya berpendar dan membentuk tanda oval berwarna putih. Kulitnya gatal dan panas seperti digigit labah-labah. Jantungnya berdetak tidak keruan.
Eragon mengerjapkan mata, berusaha memahami apa yang terjadi. Sesuatu mengusap kesadarannya, seperti jari yang menyusuri kulitnya. Ia kembali merasakannya, tapi kali ini perasaan itu menguat menjadi sulur-sulur pemikiran yang membuatnya bisa merasakan penasaran yang semakin besar. Rasanya dinding tidak kasatmata di sekitar pemikirannya runtuh, dan ia sekarang bebas untuk menjangkau dengan pikirannya. Ia takut kalau tak ada apa pun yang menahannya, ia akan melayang
keluar dari tubuhnya dan tidak mampu kembali, menjadi semacam roh di udara. Dengan ketakutan, ia menjauhkan diri dari kontak itu. Perasaan baru itu menghilang seakan ia memejamkan mata. Ia melotot curiga ke naga yang tidak bergerak tersebut.
Kaki bersisik menggesek sisi tubuhnya, dan Eragon tersentak mundur. Tapi energi itu tidak lagi mengejutkan dirinya. Dengan kebingungan, ia menggosok-gosok kepala naga dengan tangan kanannya. Perasaan menggelitik yang samar merayapi lengannya. Naga itu menyodok-nyodok dirinya, melengkungkan punggung bagai kucing. Eragon menyelipkan jari ke membran sayap naga yang tipis. Rasanya seperti perkamen tua, lembut dan hangat, tapi masih agak basah. Ratusan pembuluh darah tipis berdenyut-denyut di sana.
Sekali lagi sulur-sulur menyentuh pemikirannya, tapi kali ini, bukannya penasaran, ia,  merasakan kelaparan hebat. Ia bangkit berdiri sambil mendesah. Hewan ini berbahaya, ia yakin akan hal itu. Tapi hewan itu juga tampak begitu tidak berdaya saat merangkak di ranjangnya, sehingga Eragon hanya bisa merasa penasaran apakah ada bahayanya memelihara naga itu. Naga tersebut melolong melengking sambil mencari-cari makanan. Eragon bergegas menggaruk kepalanya untuk menenangkannya. Akan kupikirkan nanti; pikirnya mengambil keputusan dan meninggalkan kamar, dengan hati-hati menutup pintunya.
Sewaktu kembali dengan membawa dua potong daging kering, ia mendapati naga itu duduk di kusen jendela, mengawasi bulan. Eragon memotong daging itu menjadi kotak-kotak kecil dan menawarkan sepotong kepada si naga. Hewan itu mencium potongan daging tersebut dengan hati-hati, lalu mematukkan kepalanya ke depan seperti ular dan menyambar daging dari jemari Eragon, menelannya sekaligus dengan sentakan yang aneh. Naga itu menyodok-nyodok tangan Eragon, meminta makanan lagi.
Eragon memberinya makan, berhati-hati agar jemarinya tidak menghalangi. Saat hanya tersisa sepotong lagi, perut naga itu menggembung. Eragon menawarkan potongan terakhir, naga itu mempertimbangkannya sejenak, lalu dengan malas menyambarnya. Setelah selesai makan, ia merangkak ke lengan Eragon dan meringkuk di dadanya. Lalu ia mendengus, kepulan asap hitam membubung dari cuping hidungnya. Eragon memandanginya dengan keheranan.
Tepat pada saat ia mengira naga itu telah tidur, gumaman pelan terdengar dari tenggorokannya yang bergetar. Dengan lembut ia membawa makhluk itu ke ranjang dan meletakkannya di dekat bantal. Naga itu, dengan mata terpejam, melilitkan ekornya ke tiang ranjang dengan puas. Eragon membaringkan diri di sampingnya, meregangkan tangan dalam keremangan.
Ia menghadapi dilema yang menyakitkan. Dengan memelihara naga itu, ia bisa menjadi Penunggang. Berbagai mitos dan kisah mengenai para Penunggang sangat dipuja, dan menjadi salah satunya secara otomatis akan menempatkan dirinya di antara legenda itu. Tapi, kalau Kekaisaran mengetahui tentang naga itu, ia dan keluarganya akan dihabisi, kecuali kalau ia menggabungkan diri dengan Raja. Tidak bakal ada seorang pun yang bisa-atau bersedia-membantu mereka. Solusi yang paling sederhana adalah membunuh naga itu, tapi gagasan tersebut terasa menjijikkan, dan ia menolaknya.
Baginya naga terlalu hebat sehingga rasanya keterlaluan untuk mempertimbangkan kemungkinan itu. Lagi pula, apa yang bisa mengkhianati kami? pikirnya. Kami tinggal di kawasan terpencil dan tidak pernah melakukan apa pun yang menarik perhatian. Masalahnya adalah meyakinkan Garrow dan Roran untuk mengizinkan dirinya memelihara naga itu. Tidak satu pun dari mereka bakal senang dengan kehadiran naga di dekat mereka. Aku bisa memeliharanya secara diam-diam. Dalam waktu satu atau dua bulan naga itu akan terlalu besar untuk bisa disingkirkan Garrow, tapi apakah ia akan menerimanya? Bahkan kalau Garrow menerimanya, bisakah aku mendapatkan cukup makanan untuk naga itu sementara dalam persembunyian. Makhluk itu tidak lebih besar daripada kucing kecil, tapi mampu menyantap sepotong besar daging. Kurasa ia bisa berburu sendiri pada akhirnya, tapi berapa lama waktunya sebelum itu? Apakah si naga bisa bertahan hidup menghadapi udara dingin di luar? Tetap saja, ia menginginkan naga itu. Semakin ia memikirkannya, semakin yakin dirinya. Bagaimana pun urusannya kelak dengan Garrow, Eragon akan melakukan apa saja untuk melindungi naga itu. Setelah membulatkan tekad, ia tidur sementara naga tersebut meringkuk pada dirinya.
Sewaktu subuh merekah, naga itu duduk di puncak tiang ranjang, seperti prajurit penjaga kuno yang menyambut datangnya hari baru. Eragon tertegun melihat warnanya. Ia belum pernah melihat warna biru sejelas dan sepekat itu. Sisik-sisiknya seperti ratusan batu permata mungil. Ia menyadari bahwa tanda putih oval di telapaknya, tempat ia menyentuh naga itu, seperti berlapis sesuatu yang mengilap. Ia berharap bisa menyembunyikannya dengan mengusahakan,  tangannya tetap kotor.
Naga itu melompat dari tiang dan melayang ke lantai. Eragon dengan hati-hati mengambilnya dan meninggalkan rumah yang sepi, berhenti sejenak untuk mengambil daging, sejumlah tali kulit, dan kain sebanyak yang bisa dibawanya. Pagi yang cerah tampak indah; lapisan salju baru menutupi tanah pertanian. Ia tersenyum saat makhluk kecil itu memandang sekitarnya dengan penuh minat dari pelukannya yang aman. Sambil bergegas menyeberangi padang-padang, Eragon berjalan tanpa suara memasuki hutan yang gelap, mencari tempat yang aman untuk tempat tinggal naga itu. Akhirnya ia menemukan sebatang pohon rowan yang berdiri sendirian di bukit rendah yang gersang. Cabang-cabangnya yang ujungnya tertutup salju bagai jemari kelabu yang meraih kelangit. Ia meletakkan naga itu di dekat dasar pohon dan menjatuhkan tali-tali kulitnya ke tanah.
Dengan beberapa gerakan yang sigap, ia membuat simpul dan menyelipkannya melewati kepala si naga sementara makhluk itu mengamati gundukan-gundukan salju di sekeliling pohon. Tali kulit itu telah aus, tapi masih bisa bertahan. Ia mengawasi naga itu merangkak ke sana kemari, lalu membuka simpul dari lehernya dan membuat kekang darurat untuk kaki naga agar makhluk itu tidak mencekik dirinya sendiri. Lalu ia mengumpulkan sepelukan ranting dan membangun pondok kasar tinggi di sela-sela cabang pohon, melapisi bagian dalamnya dengan kain, dan meletakkan dagingnya di sana. Salju menjatuhi wajahnya saat pohon itu bergoyang-goyang. Ia menggantungkan kain-kain lagi di bagian depan pondok agar di dalam tetap hangat. Dengan puas, ia mengamati hasil kerjanya. "Waktu untuk menunjukkan rumah barumu," katanya, dan mengangkat naga itu ke cabang-cabang. Makhluk itu menggeliat, berusaha membebaskan diri, lalu merangkak masuk ke pondok, tempat ia menyantap sepotong daging, meringkuk, dan mengerjapkan mata ke arah Eragon. "Kau akan baik-baik saja selama tetap tinggal di dalam sini," kata Eragon. Naga tersebut kembali mengerjapkan mata. Merasa yakin makhluk itu tidak memahami kata-katanya, Eragon memutar otak hingga merasakan kesadaran naga itu. Sekali lagi ia mendapat perasaan keterbukaan yang aneh merasakan ruang yang begitu luas dan menekan dirinya bagai selimut yang tebal. Dengan mengerahkan kekuatan, ia memfokuskan pikiran pada naga itu dan menekankan sebuah gagasan-gagasan: Tetap di sini. Naga itu berhenti bergerak dan memiringkan kepala ke arah Eragon. Eragon mendesak lebih keras.
Tetap di sini. Penerimaan yang samar dengan hati-hati menerobos penghubung di antara mereka, tapi Eragon bertanya-tanya apakah makhluk itu benar-benar mengerti. Bagaimanapun juga, ia hanya hewan. Eragon memutuskan hubungan dengan lega dan merasakan keamanan pikirannya sendiri melingkupi dirinya.
Eragon meninggalkan pohon itu, sambil sesekali melirik ke belakang. Naga itu menjulurkan kepala keluar dari pondok dan mengawasi kepergiannya dengan matanya yang besar.
Sesudah bergegas pulang, Eragon menyelinap kembali ke dalam kamarnya untuk membuang kepingan-kepingan telur. Ia merasa yakin Garrow dan Roran tidak akan menyadari hilangnya telur itu-benda itu telah memudar dari pemikiran mereka sesudah mengetahui mereka tidak bisa menjualnya. Sewaktu keluarganya terjaga, Roran mengatakan ia mendengar keributan semalam tapi, yang melegakan Eragon, ia tidak membahas masalah itu lebih jauh.
Antusiasme Eragon menyebabkan hari itu terasa berjalan dengan cepat. Tanda di tangannya terbukti mudah disembunyikan, jadi dalam waktu singkat ia tidak lagi mengkhawatirkannya. Tidak lama kemudian ia menuju pohon rowan itu, membawa sosis-sosis yang diambilnya dengan diam-diam dari ruang bawah tanah. Dengan ketakutan, ia mendekati pohon itu. Apakah naga itu bisa bertahan hidup di luar saat musim dingin?
Ketakutannya ternyata tidak berdasar. Naga itu bertengger di cabang, mengunyah sesuatu di antara kaki-kaki depannya. Makhluk itu mulai menguik-nguik penuh semangat sewaktu melihat dirinya. Eragon merasa senang melihat naga tersebut tetap berada di pohon,  di luar jangkauan para pemangsa besar. Begitu ia menjatuhkan sosis-sosis di dasar batang pohon, naga itu melayang turun. Sementara makhluk itu melahap makanannya, Eragon memeriksa pondok daruratnya. Semua daging yang ditinggalkannya telah habis, tapi pondok itu masih utuh, dan beberapa helai bulu bertebaran di lantai. Bagus. Makhluk itu bisa mendapatkan makanannya sendiri.
Ia terpukul oleh pemikiran bahwa ia tidak mengetahui apakah naga itu jantan atau betina. Ia mengangkatnya dan memutar balikkannya, mengabaikan uikan tidak senang si naga, tapi ia tidak mampu menemukan tanda-tanda perbedaan apa pun.
Tampaknya makhluk ini tidak bersedia membuka rahasia tanpa perlawanan.
Ia menghabiskan waktu yang lama bersama naga itu. Ia membuka ikatannya, meletakkannya di bahu, dan pergi menjelajahi hutan. Pepohonan yang diselimuti salju mengawasi mereka seperti pilar-pilar khidmat katedral besar. Dalam keterpencilan itu, Eragon menunjukkan kepada naganya apa yang diketahuinya tentang hutan, tidak peduli makhluk itu memahami maksudnya atau tidak. Yang penting adalah berbagi. Ia berbicara pada makhluk itu terus-menerus. Si naga balas menatapnya dengan mata yang cerah, menelan bulat-bulat perkataannya. Untuk beberapa saat, Eragon hanya duduk sementara makhluk itu beristirahat dalam pelukannya. Eragon mengawasinya dengan keheranan, masih tertegun karena kejadian-kejadian yang baru saja berlangsung. Eragon pulang saat matahari terbenam, menyadari ada dua mata biru pekat yang menatap tajam punggungnya, marah karena ditinggalkan.
Malam itu Eragon memikirkan segala sesuatu yang bisa terjadi pada seekor hewan kecil yang tidak terlindung. Pemikiran-pemikiran mengenai badai salju dan hewan buas menyiksa dirinya. Ia membutuhkan waktu berjam-jam untuk bisa tidur. Mimpi-mimpinya dipenuhi rubah dan serigala hitam yang mencabik-cabik naganya dengan gigi berlumuran darah.
Saat matahari terbit di ufuk Timur, Eragon berlari dari rumah, membawa makanan dan potongan-potongan kain-penghangat tambahan untuk pondok itu. Ia menemukan naganya telah terjaga dan selamat, mengawasi matahari terbit dari tempat yang tinggi di atas pohon. Ia bersyukur sepenuh hati kepada para dewa yang dikenalinya maupun yang tidak. Naga itu turun ke tanah begitu Eragon mendekat dan melompat ke dalam pelukannya, meringkuk dekat dada Eragon. Udara dingin tidak menyakitinya,
tapi makhluk itu tampak ketakutan. Kepulan asap hitam membubung dari cuping hidungnya. Eragon mengelus-elusnya untuk menenangkannya dan duduk memunggungi pohon rowan, sambil menggumam pelan. Ia tidak bergerak sementara naga itu membenamkan kepala ke dalam mantelnya. Sesudah beberapa waktu makhluk itu merangkak keluar dari pelukannya dan naik ke bahu. Eragon memberinya makan, lalu melilitkan kain baru mengelilingi pondok. Mereka bermain bersama-sama selama beberapa waktu, tapi tak lama kemudian Eragon harus pulang.
Rutinitas yang lancar segera berlangsung. Setiap pagi Eragon berlari ke pohon dan memberi naga itu sarapan sebelum bergegas pulang. Siang hari ia melakukan tugas-tugasnya hingga selesai dan bisa mengunjungi naga itu lagi. Baik Garrow maupun Roran menyadari tingkah lakunya dan bertanya kenapa ia menghabiskan begitu banyak waktu di luar. Eragon hanya mengangkat bahu dan mulai berhati-hati untuk memastikan dirinya tidak diikuti ke pohon.
Sesudah beberapa hari pertama ia tidak lagi mengkhawatirkan bencana yang bisa menimpa si naga. Pertumbuhan makhluk itu luar biasa, dalam waktu singkat makhluk itu akan aman dari sebagian besar bahaya. Besarnya tubuh naga itu berlipat ganda dalam minggu pertama. Empat hari kemudian tingginya telah mencapai lutut Eragon. Ia tidak lagi muat di dalam pondok rowan, jadi Eragon terpaksa membangun tempat perlindungan tersembunyi di tanah. Tugas itu membutuhkan waktu tiga hari. Sewaktu naga itu telah berusia beberapa minggu, Eragon terpaksa membiarkannya berkeliaran dengan bebas karena ia membutuhkan begitu banyak makanan. Pertama kalinya ia melepaskan ikatan naga itu, setelah,  mengerahkan segenap kekuatan hatinya, barulah ia bisa mencegah makhluk itu mengikuti dirinya pulang ke tanah pertanian. Setiap kali makhluk itu mencoba, Eragon mendorongnya menjauh dengan pikirannya hingga makhluk itu belajar untuk menghindari rumah dan para penghuni lainnya.
Dan ia memberi kesan pada naga itu akan pentingnya berburu hanya di Spine, tempat di mana lebih kecil kemungkinan ia terlihat. Para petani akan menyadari hewan-hewan buruan mulai menghilang dari Lembah Palancar. Hal itu menyebabkan Eragon merasa lebih aman sekaligus tidak nyaman karena naga itu berada begitu jauh dari dirinya.
Kontak mental yang dialaminya dengan naga itu semakin kuat setiap hari. Ia mendapati bahwa sekalipun makhluk itu tidak memahami kata-kata, Eragon bisa berkomunikasi dengannya melalui bayangan-bayangan atau emosi. Tapi metode itu kurang tepat, dan ia sering salah dipahami. Jarak di mana pikiran mereka bisa bersentuhan berkembang dengan cepat. Dalam waktu singkat Eragon bisa menghubungi naga itu di mana pun dalam radius sembilan mil lebih. Ia sering melakukannya, dan naga itu, pada gilirannya, akan menyapu pemikirannya. Percakapan bisu ini mengisi jam-jam kerjanya. Selalu ada sebagian kecil dari dirinya yang berhubungan dengan si naga, terkadang diabaikannya, tapi tidak pernah dilupakannya. Sewaktu ia berbicara dengan orang-orang, kontak itu membuyarkan perhatiannya, seperti lalat yang mendengung di telinga.
Seiring bertambah dewasanya naga itu, uikannya semakin berat, berubah menjadi raungan, dan gumamannya menjadi gemuruh pelan, walaupun begitu naga itu tidak mengembuskan napas api, yang menimbulkan keprihatinan Eragon. Ia melihat makhluk itu mengembuskan asap sewaktu merasa jengkel, tapi tidak pernah terlihat adanya api sedikit pun.
Sewaktu bulan itu berakhir, bahu naga tersebut telah sama tinggi dengan siku Eragon. Dalam waktu sesingkat itu, makhluk itu telah berubah dari hewan kecil dan lemah menjadi makhluk buas yang kuat. Sisik-sisiknya yang keras sama tangguhnya seperti baju jala-baja, gigi-giginya seperti pisau.
Eragon berjalan-jalan jauh di malam hari dengan didampingi naga itu. Sewaktu mereka menemukan lapangan, Eragon akan duduk menyandar ke sebatang pohon dan mengawasi naganya membubung keudara. Ia senang melihatnya terbang dan menyesal makhluk itu belum cukup besar untuk bisa ditunggangi. Ia sering duduk di samping si naga dan menggosok-gosok lehernya, merasakan otot-otot dan urat-uratnya bergerak-gerak saat tersentuh tangannya.
Sekalipun Eragon telah berusaha, hutan di sekeliling tanah pertanian dipenuhi tanda-tanda kehadiran si naga. Mustahil menghapus semua jejak empat cakar raksasa yang melesak dalam di salju, dan ia tidak bersedia mencoba menyembunyikan gunungan kotoran yang sekarang ada di mana-mana. Naga itu telah menggosok-gosokkan tubuhnya di pohon, mengulitinya, dan mengasah cakar-cakarnya pada sebatang kayu mati, meninggalkan ceruk-ceruk sedalam beberapa inci. Kalau Garrow atau Roran berkeliaran terlalu jauh dari batas tanah pertanian, mereka akan menemukan naganya. Eragon tidak bisa membayangkan cara yang lebih buruk lagi kalau kebenaran terungkap, jadi ia memutuskan untuk menduluinya dengan menjelaskan segala sesuatunya pada mereka. Tapi ia ingin melakukan dua hal terlebih dulu memberi nama yang cocok pada naga itu dan belajar lebih banyak mengenai naga pada umumnya. Untuk itu ia perlu berbicara dengan Brom, pakar epos dan legenda-satu-satunya tempat legenda mengenai naga bertahan hidup. Jadi sewaktu Roran pergi untuk memperbaiki pahat di Carvahall, Eragon secara sukarela mengajukan diri untuk menemaninya.
Malam sebelum kepergian mereka, Eragon pergi ke lapangan kecil di hutan dan memanggil si naga dengan pikirannya. Sesaat kemudian ia melihat bintik yang bergerak dengan cepat di langit senja. Naga menukik ke arahnya, membubung tiba-tiba, lalu terbang sejajar di atas pepohonan. Eragon mendengar siulan pelan saat udara melaju melintasi sayap-sayapnya. Makhluk itu berbelok perlahan-lahan ke sebelah kiri,  Eragon dan berputar-putar turun dengan lembut ke tanah. Naga itu mengepakkan sayap untuk keseimbangan diiringi suara buk yang berat dan teredam sewaktu mendarat.
Eragon membuka pikirannya, masih merasa tidak nyaman dengan sensasi aneh yang dirasakannya, dan memberitahu si naga bahwa dirinya akan pergi. Makhluk itu mendengus tidak suka. Eragon mencoba menenangkannya dengan bayangan-bayangan mental yang menghibur, tapi naga itu melecutkan ekornya, tidak puas. Eragon meletakkan tangan di bahu hewan itu dan mencoba memancarkan kedamaian dan ketenangan. Sisik-sisik naga beradu pelan di bawah jemarinya sewaktu ia menepuk-nepuknya
pelan.
Satu kata mendengung dalam kepalanya, dalam dan jelas. Eragon.
Kata itu khidmat dan sedih, seakan ada janji tidak terpisahkan yang tengah ditetapkan. Eragon menatap naga itu dan hawa dingin menggelitik turun di lengannya Eragon. Perut Eragon terasa melilit saat mata biru safir yang tidak bisa ditebak itu balas menatap dirinya. Untuk pertama kalinya Eragon tidak menganggap si naga sebagai hewan. Naga itu merupakan sesuatu yang lain, sesuatu yang... berbeda. Ia berlari pulang, mencoba menghindari naga itu.  Nagaku.

Buku1, EragornTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang