"Aku tinggal di gang 13," katanya datar.
"Hei Ken, bukankah itu gang yang paling banyak mendapat laporan anak yang hilang?" Tanya Max berbisik sambil menarikku untuk mendekat.
"Yah, benar," jawabku singkat.
"Yeah, di lingkungan tempat tinggalku memang banyak anak yang hilang, kemarin temanku yang bernama Tedd hilang secara misterius," katanya tiba - tiba. Ah, ternyata pendengarannya cukup tajam.
"Apa kau tidak takut jika kau yang menjadi korban selanjutnya?" Tanyaku pada Kevin.
"Aku akan merasa sangat beruntung jika aku bisa bertemu dengan pelaku di balik semua kejadian ini," jawabnya.
Ternyata aku dan Kevin memiliki persamaan. Kami sama - sama menyukai hal - hal yang berbau mistis dan bercita - cita menjadi seorang "Ghost Hunter".
"Kalian berdua memang aneh," Max menatap aku dan Kevin secara bergantian.
"Kenapa kau memandangku seperti itu?" Tanyaku heran.
"Sepertinya kalian berdua cocok," kata Max dengan santainya.
"Haha, lucu sekali," jawabku datar sedatar datarnya.
"Kau mempunyai adik yang punya selera humor yang tinggi, aku menyukainya," ucap Kevin sambil tersenyum.
"Hei, aku bukan homo, aku suka kepada perempuan, bukan pria sepertimu," Max menatap Kevin dengan tatapan jijik, tapi aku tau dia hanya bercanda dan hanya ingin melucu.
"Baiklah jika kau tidak mau denganku, aku akan menyukai kakakmu saja kalau begitu," Kevin menatapku dan tertawa, diikuti Max.
Dasar mereka pecinta humor --_--
Saat mereka sedang tertawa dan aku hanya diam saja, kami mendengar suara lolongan lagi, tapi kali ini suaranya semakin jelas daripada yang tadi.
Max dan Kevin berhenti tertawa bersamaan.
"Suara apa itu?" Tanyaku.
"Entahlah, aku tadi juga mendengar suara yang sama," jawab Kevin.
"Tunggu, dimana Bughs?" Tanya Max dengan suara tertahan.
"Bukankah tadi dia ada didekatmu Max?" Aku mencoba berkeliling.
Kami menemukan Bughs duduk didepan sebuah pohon besar yang terlihat sudah sangat tua.
"Apa yang kau lihat kawan?" Tanyaku sambil mengelus kepala Bughs.
"Kau tidak mau mengelus kepalaku juga?" Goda Kevin sambil tertawa.
"Selera humor yang sangat tinggi," batinku.
Max tertawa sebentar namun dia tiba - tiba berhenti dan berjalan ke arah pohon tua itu.
"Sepertinya ada tulisan di sini," kata Max.
Aku berjalan mendekat dan membersihkan kotoran yang menempel di kulit pohon itu.
Kevin dan Max lebih mendekat padaku.
"Tulisan apa ini, aku tidak bisa membacanya," kata Max sambil memasang muka kesal.
"Aku juga tidak tau," Kevin mengerutkan dahi.
"Jangan pernah pikirkan dan lakukan, kau akan menyesal." Ejaku.
"Hah? Kau bisa membacanya?" Tanya Max dan Kevin hampir berbarengan karena terkejut.
"Yah, aku sering pergi ke perpustakaan saat istirahat dan mencari buku - buku zaman dulu tentang mitos - mitos dan bahasanya." Jawabku tersenyum.
"Ini adalah huruf yang dipakai oleh seorang profesor dan penemu, Freed Benson. Dia menciptakan huruf sendiri dan menggunakannya untuk mencatat hal - hal yang dia temukan, mungkin agar hanya dia yang bisa membacanya.
Suatu hari, Freed menemukan sebuah penemuan besar, tapi orang - orang menganggapnya gila dan tidak percaya dengan apa yang dia katakan. Akhirnya, Freed pergi dari kota itu dan mungkin melanjutkan penelitiannya. Tapi sampai sekarang, tidak ada yang tau kemana Freed pergi, dia seperti hilang ditelan bumi," jelasku pada Max dan Kevin.
"Apa kau tau Freed tinggal dimana?" Tanya Kevin serius.
"Tidak, didalam buku itu tidak disebutkan dimana kejadian itu, disana hanya tertulis tempat yang disebut "Itu", tidak ada keterangan lebih lanjut lagi."
"Penemuan apa yang dia temukan?" Tanya Max.
"Entahlah tidak tertulis disana," jawabku sambil mengangkat bahu.
Aku melihat Max dan ingin tertawa. Aku tidak pernah melihat Max seserius ini saat mendengarkan ceritaku, dia bahkan tidak berkedip dan sedikit membuka mulutnya.
"Kutu buku," kata Kevin dengan nada memuji.
"Tapi apa maksud dari tulisan ini? Aku tidak mengerti," ucap Max sambil menatap tulisan itu.
"Entahlah, mungkin itu suatu peringatan," aku menduga - duga.
"Mungkin saja," kata Kevin setuju denganku.
Aku melihat bunga berwarna biru yang sangat indah, saat kakiku melangkah untuk mengambilnya, tiba - tiba terdengar suara seperti pintu terbuka.
Aku melihat ke arah pohon tua itu dan ternyata ada sebuah pintu rahasia disana.
"Ayo kita masuk," ajak Kevin.
"Tunggu, kita tidak boleh sembarangan masuk," kataku.
Tapi Bughs tiba - tiba berlari masuk ke dalam.
"Sial!" Aku mengejarnya diikuti oleh Max dan Kevin.
Tempat ini sangat gelap, untunglah ternyata Kevin membawa sebuah senter kecil yang selalu dibawanya kemanapun.
Aku menemukan Bughs, dia berhenti diantara dua lorong yang gelap. Kami menghampirinya.
"Ada cahaya di lorong yang itu!" Kata Max sambil menunjuk lorong yang berada di sebelah kanan.
Tidak sengaja aku mengarahkan senterku ke lorong sebelah kiri, dan aku sangat terkejut melihat sesosok bertubuh tinggi yang mengenakan pakaian prajurit perang, aku tidak yakin itu seorang manusia.
Aku, Max, dan Kevin berteriak dan berlari menuju lorong sebelah kanan saat makhluk itu mendekat dan tiba - tiba mengejar kami.
Bughs berlari disampingku seperti melindungi kami dari makhluk itu.
Makhluk itu menimbulkan suara yang sangat keras pada saat berlari. Aku memberanikan diri mengarahkan senter untuk melihat wajahnya,
.
.
.Dan ternyata wajahnya hancur!
"Oh Tuhan! Wajahnya hancur!" Teriakku ketakutan dan terus berlari sekencang - kencangnya.
Aku menggenggam tangan Max dan Kevin, tangan mereka juga terasa dingin sepertiku.
Kami terus berlari di lorong yang masih tidak terlihat ada belokan. Tapi makhluk itu berlari lebih cepat dari kami dan hampir menangkap kami.
"Oh tidak! Dia semakin mendekat!" Teriak Max sambil menahan untuk tidak menangis.
* * *

KAMU SEDANG MEMBACA
In The Dark
Fantasía"Taman apa ini? Aku belum pernah melihatnya selama kita pindah ke sini," tanyaku pada Max. "Aku juga tidak, dulu saat perjalanan ke kota ini, sepertinya aku tidak melihat apapun disini," ucap Max sambil mengerutkan dahi. Masuk ke taman itu untuk men...