4. KETAHUAN

16 3 0
                                    

Namanya sudah terngiang dikepalaku. Mulai dari membenci dan sampai tumbuhnya rasa.
Aku bahkan tak pernah berfikir mengapa aku langsung mengagumi sosoknya. Aku merasa ada yang menarikku untuk menuju padanya.

Seperti biasa aku masih berangkat pagi. Namun, dia jarang terlihat. Aku mulai berpikir apa dia belum piket. Tapi ini sudah seminggu.

Hari hari berlalu, sudah terlalu lama. Dan aku pun melupakan idaman itu. Saat itu UJIAN TENGAH SEMESTER. Dan kali ini aku benar-benar melupakan idaman itu dan dia pun tak pernah ku pandang lagi. Wajah polosnya, sifat kalemnya dan semua tentangnya.

Suatu hari di pagi hari, aku bertemu dengan temanku lagi Si Lidya.

"Win, ruang ulangan kamu dimana?"

"Aku juga nggak tahu. Kita cari gih"

Aku pun berjalan menaiki tangga menuju lantai dua sedangkan Lidya mencari di lantai bawah. Saat itu suasana sepi, para siswa masih belum kelihatan gerak gerik nya. Karena memang hari itu masih pagi sekali.

Aku mulai berjalan melewati lorong kelas mencari angka nomor ruanganku di setiap jendela ruang kelas. Aku menuju ke ruang kelas paling barat.
Tiba-tiba, aku mendengar Lidya sedang berbicara dengan seseorang. Tidak terlalu keras namun terdengar olehku karena memang sekolah waktu itu masih sepi.
Aku lirik Lidya ke bawah dan lidya sedang berbicara dengan Madd.

Dia lagi.

Kemudian Madd berjalan pergi setelah selesai berbicara dengan Lidya. Tapi kali ini hatiku agak gila.

"Lidya.. udah ketemu belum ruangannya. Disini kok kagak ada". Teriakku dari lantai atas.

Aku berteriak keras saat itu. Dan akhirnya, dia mendongak keatas dan melihatku. Memang itulah tujuan sedikit berteriak ke Lidya.😆

Dia melihatku untuk kesekian kalinya.

Mata itu.

Yang membunuhku.

Kemudian Lidya berjalan menuju lantai dua dan menghampiriku. Dengan sedikit berlari dia menghampiriku.

"Gimana?" Tanya lidya.

"Sini !" Perintahku.

"Apa?" Jawab Lidya berjalan kearahku

"Idaman, itu idaman kan?"

"Madd to. Iya Madd kenapa?"

"Dia idaman kan.............!!!" Aku sedikit berteriak namun sedikit tak keras.

"Iya. Kenapa sih. Kamu suka ya?"

"Eehh.. Nggak, cuma ngefans aja kok".

"Ngefans kok manggilnya idaman".

"Iya idaman banget dia".

Setelah bertemu dengannya otakku memang benar-benar tak berfungsi. Aku seperti seorang perempuan gila yang sedang jatuh cinta terlalu dalam dan akhirnya tenggelam.

Kali ini aku tak berangkat pagi, aku berangkat terlalu siang. Sehingga banyak teman-teman yang lain yang sudah datang dan menunggu di depan tatib untuk menunggu absen sidik jari yang masih belum dinyalakan.
Aku dan teman teman sekelasku duduk di kursi panjang yang terbuat dari bambu yang dianyam apik yang berada didepan Ruang BK/UKS.
Di sela sela perbincangan kami, tiba-tiba Lidya berseru sangat keras.

"Win.. idaman kamu tuh!"

Aku pun sontak langsung menoleh ke arah yang dituju. Sedangkan teman-temanku melihatku heran.
Ya.. saat itu teman teman sekelasku belum mengetahui nya. Hanya Lidya yang saat itu mengetahuinya.

"Idaman?" Tanya temanku.

"Siapa sih. Yang Taruna itu ya?" Tanya temanku lain.

"Iya itu idamannya Windy, Madd anak TSM". Jawab lidya

Jujur aku sangat malu saat itu, karena berani menyukai laki-laki dari TSM(Teknik Sepeda Motor). Yang mana  jurusan TSM sebagian besar dihuni oleh anak laki-laki. Sekarang, ketahuan kan. Aku penggemar nya dia si idaman.

"Wahhh.... kok. Idaman? Tanya temanku yang lain.

"Iya. Katanya Windy dia kalem, suka berangkat pagi, ganteng pula katanya" jelas si Lidya

"Windy suka yang kalem ya?"

"Udah deh kalian. Aku jadi malu nih. Jangan bilang siapa-siapa ya gaeess !"

"Hahahaha. Soal cinta mah, pasti pada tau semua Win." Jelas temanku.

Memang benar kalau soal cinta di kalangan kelasku pasti langsung tersebar dan satu kelas pun tahu.

Jujur, sebenarnya aku bukan orang yang terlalu suka mengmbar perasaan pribadi ke setiap orang. Namun, karena Tuhan yang sangat baik menciptakanku menjadi orang yang sangat cerewet dan gampang keceplosan.

Haha.

Teori Sebuah RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang