1 - Selamat Tinggal, Berlin

5.4K 266 25
                                    


Bara, Fiska dan teman-teman yang lainnya merayakan kelulusan kuliah dengan melempar toga ke atas. Bara dan teman-teman yang lainnya sudah resmi mendapat gelar dokter dari salah satu kampus di Berlin, setelah lima tahun kuliah di sana.

Barasena Akbar atau Bara sedang duduk di dalam pesawat yang akan membawanya kembali ke Indonesia, setelah menempuh pendidikan S1 nya untuk mendapatkan gelar dokter disalah satu kampus di Jerman selama lima tahun. Bara sudah SAH mendapatkan gelar dokter di belakang namanya.

Selamat tinggal, Berlin. Terima kasih Profesor Hans, Profesor Hendrick dan yang lainnya. Suatu saat nanti aku akan kembali lagi ke Berlin.

Perlahan burung besi itu terangkat ke udara. Bara perlahan memejamkan matanya.

Setelah menempuh perjalanan lebih lima ajam empat puluh lima menit dari Berlin menuju Jakarta, akhirnya pesawat pun segera tiba di bandara Soekarno-Hatta.

Pemberitahuan pesawat akan mendarat beberapa menit lagi mulai terdengar. Bara perlahan membuka kelopak matanya.



Bara (POV)

Aku berjalan santai melewati koridor bandara Soekarno-Hatta, rasa lelah sudah mendera di tubuhku.

"Bar... Bara."

Bariseno Ilham atau sering disapa Bari melambai-lambaikan tangan ke arahku yang baru saja tiba. Bari itu kembaranku, di sebelah Bari ada Bunda dan Ayah ku dan Bari.

"Bara... sekarang kembaran gue udah jadi dokter," bangga Bari sembari memelukku tubuhku. Bari memeluk tubuhku kencang hingga membuat ku risih.

"Bar kok kaya jijik gitu sih dipeluk sama gue." Kemudian Bari melepaskan pelukannya.

"Jangan kencang-kencang peluknya dan nggak usah lebay juga."

Kemudian Bari hanya ber-oh-ria.

Aku mencium punggung tangan Bundaku dan memeluk tubuhnya, "Bunda... Bara kangen sama Bunda," perlahan cairan bening menetes di wajahku. Aku benar-benar kangen sama sosok yang melahirkanku ini.

"Bunda juga kangen sama kamu, nak."

"Ehem..." Ayahku tiba-tiba berdehem, "sama Ayah kangen juga nggak nih, masa sama Bunda aja kangennya." Aku terkekeh pelan, setelah itu aku juga melakukan hal yang sama pada Ayahku.

***

"Bara... Ayah mau menjodohkanmu dengan perempuan pilihan Ayah. Apa kamu mau, nak?"

Aku membulatkan mataku dengan sempurna mendengar Ayahku ingin menjodohkan ku dengan perempuan pilihannya.

"Bara mau Yah, asalkan perempuan itu baik menerut Ayah dan Bunda."

Sebuah senyuman terbit di wajah Ayahku ketika mendengar anaknya setuju dijodohkan dengan perempuan pilihan Ayahnya.

"Ayah kira kamu akan nolak perjodoan ini, syukurlah kalau kamu mau."

Beberapa menit kemudian, mobil yang dikemudikan Bari-kembaranku tiba di rumah megah keluargaku.

My Husband Is Doctor [Sudah Terbit Versi Online] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang