2 (Revisi)

32K 736 20
                                    

Alur cerita sebelum dan setelah revisi jauh berbeda. Jadi jangan heran jika banyak perubahan kata, alur dll.

*

Tubuh Ameera sedikit menggigil merasakan dingin yang serasa menusuk kulitnya.

Ameera mengerjap beberapa kali, masih berusaha menetralkan cahaya yang masuk ke dalam korneanya.

Lagi, Ameera terbangun dengan keadaan polos seperti insiden sebulan yang lalu.

Seketika panik menderanya, dengan cepat Ameera bangkit--masih dengan ketelanjangannya menuju sebuah lemari kayu disudut kamar yang ditempatinya. Kemudian tangannya meraih sebuah kaos hitam dan kedodoran untuk dikenakan ditubuh mungilnya itu.

Ameera beralih kearah pintu kamar yang didominasi warna coklat kontras dengan perabotan yang ada didalamnya.

Tangannya memegang handle pintu. Namun sial--ketika didapati pintunya terkunci.

Batinnya mulai berteriak panik ketika pintunya tidak dapat ia buka. Ameera mulai menggedor-gedor pinta namun nihil. Ia mulai menangis, terlebih ia merasa sangat lapar sekarang ini. Hormon kehamilan membuat moodnya naik turun dan Ameera merasa sangat down. Ia tidak mengenal kamar ini. Seingatnya kemarin ia berjalan melewati hutan tanpa tujuan yang jelas, kemudian ia tersandung oleh akar pohon dan semuanya gelap.

Yang jadi pertanyaan, dimana ia sekarang? Apakah ia diculik untuk dijual? Seketika Ameera bergidik ngeri.

Hidupnya sudah kacau dan jika sampai apa yang ia simpulkan terjadi, Ameera lebih memilih mati.

"Tolong! Siapa pun yang ada diluar, tolong buka pintunya!" Teriak Ameera diiringi gedoran yang semakin lama semakin keras.

Tiba - tiba pintunya dibuka dengan kasar membuat Ameera terjerembeb kebelakang.

Ameera meringis nyeri. Kepalanya mendongak dan seorang lelaki berdiri dihadapannya, menatap Ameera dengan pandangan tajam.

Ameera terbelalak. Pria ini adalah pria yang sama yang telah ia tolak pinangannya.

Dengan cepat Ameera berdiri berusaha menjauhi pria itu--yang entah mengapa terlihat sangat eww menggiurkan--dihadapannya sekarang.

"Kau! Apa yang kau lakukan padaku, hah?" Jemari mungilnya menunjuk tepat diwajah Aron.

Sesaat Ameera melihat perubahan wajahnya yang mendingin sebelum terdengar kekehan pelan--lebih tepatnya kekehan mengejek.

"Masih ingat aku sayang?"

Aron melangkah mendekat membuat Ameera mundur takut-takut.

Suaranya terdengar seksi sehingga mampu membuat Ameera meremang. Ameera meneguk salivanya susah payah. Aron kali ini terlihat sangat menawan berbeda saat beberapa waktu yang lalu ketika Ameera melihatnya. Aron memiliki mata tajam bak elang, alis tebal, hidung mancung, dan jangan lupakan bibir merah tipisnya itu menambah kesan sensual.

Seakan tersadar akan keterpesonaannya Ameera mendesis marah. "Kau gila!"

Aron makin memperpendek jarak diantara keduanya. Kemudian ia mencengkram rahang Ameera, membuat sang empunya meringis sakit.

"Kau benar aku memang gila. Namun pria gila ini juga yang menanam benih di rahimmu." Ungkap Aron dingin.

Mata Ameera berkaca-kaca. Rahangnya serasa akan lepas karena terlalu di cengkram dengan kuat.

"Apa sekarang kau menjadi bisu?"  Ucapnya tajam diiringi tatapan mengintimidasi.

Ameera menggeleng pelan, terlalu takut untuk mengeluarkan suara. Entah kenapa keberaniannya menguap seketika.

"Bagus. Aku tidak ingin memiliki wanita yang hanya mengeluarkan desahan saja tidak bisa." Ucap Aron vulgar.

Kemudian matanya turun menyusuri tubuh Ameera yang sedang mengenakkan kaosnya itu. Menilai dengan tatapan lapar.

"Maaf," ucap Ameera, "jika kau mengingini aku menghangatkan ranjangmu dengan senang hati aku ME--NO--LAK! " tambahnya dengan penuh penekanan.

Tiba-tiba Aron terbahak sebelum kemudian matanya menyorot tajam.

"Kau tidak akan bisa pergi dari sini. Setelah dua kali aku mencicipi tubuhmu dan aku ingin merasakannya lagi." Katanya membuat Ameera membelalak.

Dua kali, kemungkinan yang memperkosanya waktu itu adalah ...pria yang sama. Batinnya.

"KAU PRIA BRENGSEK YANG PERNAH AKU TEMUI!" Teriak Ameera kemudian mendorong pria dihadapannya dengan sekuat tenaga. Ameera berlari keluar kamar segera menuju sebuah tangga yang diyakininya mengarah kelantai bawah rumah tersebut. Baru saja ia melangkahkan kakinya keanak tangga. Tiba-tiba lengannya dicekal dari arah belakang. Ameera memberontak berusaha melepaskan diri termasuk dengan menendang dan memukul menggunakan tangannya yang bebas.

Aron menggeram marah kemudian mengangkat Ameera kebahunya menuju sebuah kamar yang sama tempat Ameera sadar pertama kalinya. Pria itu melempar tubuh Ameera keranjang kemudian menindihnya. Ameera hendak memberontak ketika sebuah benda kenyal menyentuh bibirnya kasar. Ia akan berteriak--kemudian dengan cepat pria itu menelusupkan lidahnya ke rongga mulut Ameera. Ia menggelengkan kepalanya berusaha menolak ciuman dari pria itu, setetas air kemudian mengalir dari sudut matanya. Ameera menangis terlebih pria itu menggigit bibirnya dengan keras. Lalu tanpa aba-aba meremas payudaranya yang membuat Ameera melentingkan tubuhnya antara sakit dan nikmat. Mulut pria itu beralih menuju lehernya kemudian dengan sekali sentak menelusupkan jari-jarinya diantara kedua paha Ameera. Menggerakkannya berulang-ulang. Menimbulkan sensasi yang baru sekali Ameera rasakan. Kemudian diikuti oleh suara desahan yang Ameera yakini keluar dari bibirnya sendiri.

"Aah.."

"Lihat, kau bahkan menikmatinya." Kata Aron menyeringai.

Mulut Ameera berusaha menyangkal namun lain lagi dengan tubuhnya. Ia menikmatinya dan Ameera membenci kenyataan itu.

Ternyata pria yang memperkosanya adalah pria yang sama yang Ameera tolak pinangannya.

Kenapa tidak mencari perempuan lain saja? Kenapa harus dirinya?

PREGNANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang