Siang ini Rara memutuskan untuk keluar mencari makan setelah kemarin seharian mengurung diri dengan segala kegalauannya.
Rara berjalan keluar apartementnya dan menuju cafe di sebrang.
"Hei!" seorang lelaki memegang pundak Rara.
Rara membalikkan badannya, "Chad?"
"Kenapa kemarin kau tidak keluar? Kau tahu aku menunggumu seharian."
"Kan kau sendiri yang bilang agar kita tidak akan bertemu lagi. Lalu kenapa kau malah menemuiku?"
"Astaga! Kau bodoh atau apa? Handphonemu tertinggal dan kau tak menyadarinya?" Chad mengeluarkan sebuah handphone dari sakunya.
Rara menepuk jidatnya, "pantas saja dari kemarin aku merasa ada yang hilang."
"Kalau begitu aku pulang dulu."
Rara menarik tangan Chad yang hendak pergi. "Bagaimana kalau makan siang dulu? Tenang aku yang traktir kali ini."
"Tidak terima kasih."
"Ayolah, anggap saja balas budiku karena telah mengembalikkan handphoneku."
Chad menaikkan sebelah alisnya. "Pleaseee," Rara menangkup tangan Chad dan meletakkannya di depan dadanya. Tak lupa puppy eyes andalan Rara.
Chad menghela nafasnya, "baiklah."
***
"Oh ya kau belum menjawab pertanyaanku tadi kan?" tanya Chad sambil menunggu pesanan mereka datang.
"Untuk apa kau tau? Memang kau siapaku?" Rara menaikkan sebelah alisnya.
Chad menaikkan kedua bahunya. "Entahlah, hanya sebuah pertanyaan di kepalaku."
Rara terkekeh kecil. "Kemarin aku mengurung diri bersama kegalauanku," ucap Rara dengan melihat keluar.
"Apa yang kau pikirkan sampai mengurung dirimu?"
"Biasa, pekerjaan."
"Apa ada masalah dengan pekerjaanmu?"
"Yah, aku bingung, aku ingin resign, tapi ada suatu alasan yang membuatku tak bisa resign."
"Apa ada sesuatu yang membuatmu ingin resign?"
"Private reasons."
"Well, boleh kuberi saran?" tanya Chad.
"Of course," jawab Rara dan bertepatan dengan pesanan mereka yang datang.
"Apapun masalahmu, hadapi itu, jangan melarikan diri, karena itu hanya akan membuatmu semakin sulit. Mungkin masalahmu sekarang adalah kunci dari permasalahanmu yang lainnya."
"Sekalipun masalah itu merugikanku?"
"Mungkin masalahmu merugikanmu, tapi apakah kau mengerti perasaan orang di sekitarmu? Apakah mereka lebih merasa dirugikan? Sama seperti kisahku. Tanpa kuketahui apa alasannya, aku dipecat dari kantor. Mungkin itu kesalahan seseorang, mungkin kesalahannya merugikan dia, tapi dia tak sadar jika kesalahannya lebih merugikan orang-orang sepeti diriku."
Rara tertawa, tawanya semakin lama semakin keras hingga ia harus memegang perutnya. "Apa ada yang lucu, Ms. Ulani?" tanya Chad sambil menaikkan sebelah alisnya.
Rara mencoba berhenti tertawa, dihapusnya air mata yang menetes karena terllau banyak tertawa. "Oh maafkan aku, aku hanya tak menyangka orang sepertimu bisa juga memberikan nasihat sepanjang itu."
"Terserah kau saja," ucap Chad dan kembali menyantap makanannya yang mulai dingin.
***
Al turun dari mobilnya, menyerahkan kunci pada petugas valet. Dan berjalan menuju ruangannya sambil menenteng tas kerjanya.
Hari ini adalah kesempatan terakhir bagi Rara. Jika wanita itu tidak datang, maka Al sendiri yang akan mendatanginya. Dan akan dia buat Rara bekerja, bagaimana pun caranya.
Hal itu juga yang membuatnya datang lebih pagi hari ini. Mengingat wajahnya saja selalu membuat Al tersenyum seperti orang gila.
Ting!
Bunyi lift menyadarkan Al, lift itu sudah sampai di lantai teratas gedung ini. Al membuka pintu ruangannya dan masuk ke dalam.
"Selamat pagi, Mr. Pratama." Suara itu, Al sangat merindukan suara itu. Diangkatnya kepalanya dan melihat seorang wanita yang berdiri di dekat sofa.
Ya, wanita itu adalah Rara. Wanita yang sangat dirindukannya dan sedang ia kejar.
"Oh Ms. Ulani, silahkan duduk." Rara duduk di sofa diikuti Al yang duduk di depannya.
"Jadi, anda memutuskan untuk bekerja?" tanya Al formal dengan nada dinginnya.
"Ya, Mr. Pratama, saya siap bekerja mulai hari ini."
***
Rara POV
"Mau kemana?" tanya Al yang mendongakkan kepalanya dari berkas-berkas karena melihat aku berdiri dari meja kerjaku.
Fyi, aku bekerja di dalam ruangan Al. Ternyata kata-kata "sekretaris utama wakil direktur" hanyalah akal-akalan Al. Dia sengaja menulis wakil direktur agar aku tidak langsung kabur.
Pantas saja saat aku mencari ruangan kerjaku, para wanita resepsionis itu terlihat kebingungan.
"Hei! Bosmu bertanya padamu! Kau tidak bisu mendadak kan, Ra?" tanya Al lagi. Aku tetap mendiamkannya karena malas berbicaranya padanya.
Aku terus berjalan menuju pintu tanpa memedulikannya. Ketika tanganku sudah memegang gagang pintu, seseorang menarik tanganku yang satunya. Siapa lagi jika bukan Al?
"Aku tahu aku salah, tapi setidaknya jaga professionalitasmu. Kita sekarang sedang bekerja."
"Maaf, Mr. Pratama, saya tadi sedang melamun," alasanku.
Al menghelah nafasnya dengan berat. "Baiklah, jadi kau mau ke mana?"
Aku menatap lenganku dan Al bergantian. Sepertinya Al yang mengerti dan langsung melepaskan genggamannya. "Oh maaf," tambahnya sambil menggaruk tengkuknya.
"No problem, Sir. Aku ingin makan siang di kantin. Apa ada yang anda inginkan?"
"Baiklah, ayo," Al menarik tanganku untuk mengikutinya, tapi aku menahannya.
"Ayo, katanya mau makan siang. Apa ada yang tertinggal?" tanya Al.
"Maaf, Sir, tapi kenapa anda menarik tangan saya?"
"Tentu saja untuk ke kantin, Rara."
"Tapi saya tidak mengajak anda, TUAN PRATAMA YANG TERHORMAT."
"Apa aku harus menerima ajakan terlebih dahulu untuk makan siang di kantin kantor milikku sendiri?" Al tersenyum menang.
Aku pun jadi gelagapan. "Ya tidak, ta--tapi kenapa harus dengan saya? Anda kan bisa ke sana sendiri."
"Astaga, Rara, apa kau masih tidak mengerti dengan pekerjaanmu?" Aku memandanginya dengan bingung.
"Dengar! Kau bekerja di Pratama Corp sebagai apa?" tanya Al sambil memegang kedua tanganku.
"Sebagai sekretaris."
"Sekretaris siapa?"
"Anda."
"Lalu apa pekerjaan seorang sekretaris?"
"Membantu semua pekerjaan tuannya," jawabku yang masih bingung.
"Itu artinya seorang sekretaris harus selalu bersama tuannya kan?" Aku mengangguk.
"Dan di sini, aku bosnya dan kau sekretarisnya. Itu artinya kau harus selalu ada di sampingku."
"Ta--tapi"
"Tidak ada tapi-tapian, ini perintah!" ucap Al dan kembali menarik tanganku menuju kantin.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO? or Pole Dancer?
RomanceBagaimana jika kamu mencintai seorang pria tampan, mapan, bahkan mencintaimu? Semua wanita pasti mengidamkan lelaki yang sempurna untuk mendampinginya. Tapi tak dapat dipungkiri, Tuhan tidak menciptakan semuanya secara sempurna. Di dunia ini tidak a...