Aku mengamati Theo dari balkon kamarku, ia duduk di gazebo dengan kepala mendongak selama setengah jam lebih. Meskipun sudah jam sepuluh lewat, ia masih setia duduk di sana, menatap bulan dan sesekali mengulas senyum tipis.
Entah alasan apa yang membuatnya rela diterpa angin malam hanya untuk menatap bulan.
Ia tidak akan memberitahu siapapun.
Perlahan, awan-awan hitam mulai menutupi langit malam, menyembunyikan bulan dan bintang seolah mereka sedang bermain petak umpet dalam keheningan malam. Theo tidak menunjukkan sedikit-pun tanda akan beranjak dari sana.
Ia terus menatap langit yang semakin menapakkan kekuasaannya, sesekali matanya menyipit saat kilatan serupa lampu neon menerangi malam dalam beberapa detik.
"Ia bisa sakit kalau terus berada di luar sana," ucapku pelan, terlalu pelan hingga tidak ada yang dapat mendengarnya kecuali diriku sendiri.
Theo beranjak dari gazebo, membentang kedua belah tangannya sembari menunggu rintik hujan turun membasahi tubuhnya yang hanya dibalut piyama hitam.
Besok masih sekolah, tapi ia begitu semangat untuk bermain hujan semalam ini. Aku ingin memberitahunya, tapi urung kulakuan karena ia mulai bersenandung menyanyikan lagu Bruno mars, talking to the moon.
Ia menyanyikan-nya cukup nyaring hingga bisa kudengar dengan jelas setiap bait yang ia lantunkan.
"Trying to get you."
Theo menghentikan nyanyiannya, kembali menatap pada langit yang masih bergemuruh dan mengeluarkan rintik hujan. Perlahan namun pasti tetes-tetes air itu membasahi mulai dari rambutnya hingga kaki, membuat rambut hitam legam itu ikut meneteskan air.
Ia menjatuhkan tubuhnya dengan bertumpu pada lutut, menatap kosong pada langit malam, berteriak sembari terisak.
Hatiku mencelus.
Theo terlihat begitu tersiksa. Ia memaki pada langit, dan bertanya pada mereka apa yang terjadi pada hidupnya. Suaranya lantang hingga dapat mengalahkan petir yang menyabar-nyambar.
Beberapa kali ia mengulang kata kenapa.
Dan suaranya nyaris menghilang diredam hujan lebat dan gemuruh langit yang terus bersahutan seperti dua orang dengan pendapat berbeda dan saling mengadu siapa yang benar.
"Theo."
Beberapa detik setelah itu, ia mengadap balkon kamarku, menemukan pandang kami dan berakhir seperti biasanya, ia melengos lalu beranjak dari sana.
Dia menyakiti hatiku berulang kali, menolak semua perhatian yang kuberikan padanya.
Apa dia orang yang terlalu jahat?
Atau aku yang terlalu banyak berharap?
Tuhan masih menutup jalan terang untuk hubungan ini dan terus memaksa untuk mundur lalu menerjunkan-nya ke dalam lembah keputusasaan.
Ambivert
Maret, 26 2019
13.13