Bunyi bell apartemen yang ditekan beberapa kali membuat Jaejoong menggeleng pelan. Wanita itu segera keluar dari dalam kamarnya dan bergegas membuka pintu. Ia mengernyitkan kening, tatkala seorang pria berdiri di depan pintu dengan senyum yang lebar.
Tak mengenal pria itu, Jaejoong memandang heran si pria. Dan dengan segera pria yang tinggi menjulang itu membungkuk dengan sopan.
"Maaf, apa aku mengganggu anda?" tanyanya dengan formal.
Sejujurnya, Jaejoong ingin berkata ya. Namun, tentu saja itu tidak etis. "Tidak juga, tapi siapa yang anda cari?"
Mengangguk, pria itu tersenyum tipis. Sorot matanya menatap dengan lamat atau lebih tepatnya sedang menilainya dari manik mata serupa musang yang tajam.
"Sejujurnya, aku ke sini di suruh oleh BoA, apa anda mengenalnya?"
Mengangguk, tentu saja Jaejoong tahu BoA. Dia adalah anak dari kakaknya. "Ya, ada apa lagi dengan anak nakal itu?"
Pria itu tersenyum saat mendengar apa yang dikatakannya. Namun segera merogoh tas ranselnya dan mengeluarkan bungkusan dari dalam sana.
"Dia mengkhawatirkanmu, dia bilang kau biasa tidak makan, dan dia tidak ingin kau sakit."
Menjilat bibirnya, Jaejoong menggeleng pelan. Kadang-kadang BoA cukup baik sebagai keponakan. "Terima kasih," ujarnya seraya mengambil bungkus plastik di tangan pria itu.
"Apa kau kakak sepupunya?"
Jaejoong segera menggeleng, "Bukan, aku adik ibunya."
"Dia bilang kau adalah kakak sepupunya. Kau cantik, secantik bunga forsythia dan dipadukan dengan lilac!"
"Maksudmu?" ia tentu saja terkejut dengan perumpamaan pria asing di depannya.
"Dengan kata lain, kau adalah harapan dan kecantikan," sahut pria itu dengan lembut.
Nah, Jaejoong tidak mengerti sama sekali. Ia tercekat tatkala mendengar penjelasan pria ini.
"Namaku Jung Yunho, dan aku hanya ingin mengatakan bahwa aku sudah mulai berharap kau akan menjadi kecantikan yang membungkus diriku. Apa kau mengerti, Kim Jaejoong?"
.
.
.Eyd ga beraturan.
Respon please?
.
.
.