Netra abu-abu nan indah itu perlahan terbuka. Terlihat mengerjap beberapa kali, guna menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.
Keningnya mengernyit kala tidak berada di dalam air lagi dan tidak ada ekor.
Apakah yang tadi itu hanya mimpi? Bisiknya dalam hati.
Namun, pertanyaan dalam hatinya menghilang seketika kala menyadari sesuatu.
Ia berada dalam ruangan asing. Langit-langit kamarnya yang berwarna pink tidak lagi terlihat. Yang ada hanya langit-langit kamar berwarna putih. Begitu pun dengan dinding kamar, pink berganti dengan hitam.
Rasa takut kembali menjalarinya.
Teringat dengan kejadian sebelum menutup mata tadi, ketakutannya semakin menjadi.
Saking terlalu takutnya, tak berani untuk duduk. Takut menghadapi kenyataan. Takut jika saja orang jahat yang di dalam air tadi ingin membunuhnya atau malah ingin memakannya.
Seumur hidup, belum pernah ada yang memakan bibirnya. Dia harus apa sekarang?
Menarik selimut untuk mengurangi rasa takutnya. Namun, itu percuma kala suara bariton nan mengerikan terdengar di ruangan yang sunyi. "Sudah bangun rupanya."
Tubuh Lily gemetar ketakutan. Padahal ini hanya mendengar suara orang itu bukan melihat rupanya.
"Tidak usah takut begitu, honey. Aku tidak akan membunuhmu." kekeh Arthur gemas.
Matenya terlalu penakut.
Tatapan matanya begitu lurus ke gadis cantik yang terbaring di ranjang besarnya. Berjalan mendekat dengan aura khasnya hingga Lily merasa semakin terintimidasi dan berakhir menarik selimut tebal sampai menutupi hidung kecil nan mancungnya.
Arthur menyeringai melihat tingkah menggemaskan matenya. Rasanya ia ingin memakan matenya sekarang juga.
Seringaiannya berganti dengan senyuman manis agar Lily tidak takut dengannya sembari duduk di samping gadis itu.
Dielusnya puncak kepala Lily dengan lembut sehingga gadis cantik itu tidak lagi terlalu tegang.
"Kau siapa, paman? Kenapa Lily bisa ada di sini?"
Apa?! Paman?!
Arthur tercengang dibuatnya.
Wajahnya tidak setua itu untuk dipanggil paman. Meski umurnya memang sudah sangat tua. 250 tahun.
"Apakah paman orang jahat?" Pertanyaan lugu itu membuat Arthur menggeleng tidak percaya.
"Apa paman menculik Lily?"
Arthur beralih menindih tubuh mungil Lily sehingga gadis itu terdiam dengan wajah pucatnya.
"Pertama, jangan panggil aku paman. Panggil saja Arthur atau panggilan manis lainnya. Kedua, kau bisa ada di sini karena aku membawamu. Ketiga, aku bukan orang jahat. Keempat, aku memang menculikmu."
Lily membelalak kaget ketika Arthur memakan bibirnya dengan ganas lagi. Ia menggelengkan kepalanya brutal agar ciuman terlepas. Namun, bukannya terlepas, ciuman Arthur malah semakin menjadi.
Bibir bawahnya digigit dan dihisap kuat oleh Arthur hingga Lily berakhir menangis.
Arthur yang merasa sangat terganggu dengan tangisan itu menghentikan kegiatannya. Ditatapnya wajah Lily yang sangat kacau di bawah kungkungan tubuh besarnya.
Bukannya kasihan dan menaruh simpati, Arthur malah kesenangan melihat ekspresi takut Lily. Terlihat sangat menggemaskan baginya.
"Kenapa kau menangis? Padahal aku hanya menciummu bukan memakanmu."
Tangisan Lily semakin kencang mendengar kata 'memakanmu'.
"Jangan makan Lily. Daging Lily tidak enak." isak Lily seraya menutup wajahnya.
Arthur semakin bersemangat menakut-nakuti mate polosnya.
"Tidak. Dagingmu itu pasti sangat enak. Aromanya saja sudah menggoda begini." Arthur menciumi leher Lily sehingga gadis itu bergerak gelisah akibat kegelian.
"Menjauh dari Lily, paman! Jangan mengigit leher Lily!" Lily mendorong kuat kedua bahu Arthur tapi tenaganya tidak sebanding jika dibandingkan dengan pria itu.
Arthur menangkap tangan mungil Lily. Mengurungnya di samping tubuhnya. Semakin menciumi leher Lily dengan gemas sampai menimbulkan tanda kemerahan.
Ketakutan Lily semakin bertambah kala tangan Arthur masuk ke dalam bajunya dan mengelus perut ratanya.
Setelah puas menakuti Lily, baru lah Arthur menghentikan kegiatannya.
Lily menarik selimut sampai menyembunyikan seluruh tubuhnya seraya menangis sehingga membuat pria itu tertawa geli untuk kesekian kalinya.
Padahal tidak ada yang lucu.
Orang lain pasti akan panik melihat matenya menangis, bukannya tertawa.
Tawanya semakin keras ketika mendengar perut Lily berbunyi.
"Kau ingin makan apa? Ikan hidup atau yang sudah dimasak?" tanyanya kemudian.
Lily menyembulkan wajahnya. Sisa-sisa air mata di pipinya membuatnya terlihat semakin menggemaskan. "Tentu saja yang sudah dimasak. Lily tidak suka ikan hidup."
Kening pria tampan di hadapannya mengernyit. "Bagaimana caramu memasak di dalam air?"
"Lily tidak pernah memasak di dalam air. Kan tidak bisa memasak dalam air." jawab Lily begitu polos.
Arthur sebenarnya bingung tapi tidak mau ambil pusing. "Aku akan menyuruh pelayan untuk membawakanmu ikan yang sudah dimasak."
Arthur beranjak dari atas tubuh Lily. Keluar dari kamar dan tak lama kembali lagi.
"Paman, Lily ingin pulang ke rumah."
Lily semakin ketakutan melihat wajah tak bersahabat Arthur.
Bersambung...
Duh, ternyata susah juga ya buat karakter polos asli bukan sok polos😂

KAMU SEDANG MEMBACA
The Demon's Mate
FantasyPernah mendengar kisah-kisah misteri tentang segitiga bermuda? Lily adalah salah satu korban dari segitiga bermuda. Kepo? Cek kisahnya. A story' by @firza532 --- 🔥(PART LENGKAP HANYA TERSEDIA DI APLIKASI DREAME/INNOVEL)🔥