"Sampai kapan pun aku tidak akan pernah membiarkanmu pulang karena mulai sekarang rumahmu di sini."
Cengkraman Arthur di dagu Lily begitu kuat hingga gadis cantik itu meringis kesakitan.
"Tapi Lily ingin pulang. Lily ingin bertemu mommy dan daddy." bisik Lily lirih.
Senyuman sinis tersungging di bibir pria bersurai hitam lebat itu. Cengkramannya terlepas. "Sampai mati pun, kau tidak akan pernah bertemu dengan mereka lagi."
"Tapi Lily sangat ingin bertemu dengan mereka. Lily tidak bisa jauh dari mereka. Lily ingin bertemu mommy dan daddy." rengek Lily.
"Kalau begitu aku bawa saja mereka ke sini." putus Arthur akibat tidak tahan melihat wajah sedih Lily.
"Benarkah??"
Wajah sumringah Lily membuat pria itu tersenyum. Ternyata matenya sangat cantik kalau sedang tersenyum.
"Dimana orangtuamu sekarang?"
"Di Rusia."
Kening Arthur mengerut mendengar nama tempat yang tidak pernah didengarnya selama ini.
"Dimana itu?"
Lily mengerjap polos. "Di Rusia."
"Nama kawasan tempat tinggalmu?"
"Rusia."
Arthur menghela nafas. "Aku tidak pernah mendengar tempat yang namanya Rusia."
"Coba cari di google, paman."
Sontak, Arthur menatapnya tajam hingga gadis itu terdiam ketakutan. "Kenapa menatap Lily seperti itu?" cicitnya.
"Jangan panggil aku paman! Panggil saja Arthur!"
Dengan terbata-bata, Lily menjawab oke.
Ketika Arthur hendak berbicara lagi, suara ketukan pintu mengurungkan niatnya. Pria itu langsung bangkit dari duduknya dan pergi ke arah pintu.
Lily menghela nafas lega sembari menenangkan jantungnya yang berdetak kencang karena takut dengan wajah tidak bersahabat Arthur tadi.
Di dalam hati dia bertekad tidak akan membuat Arthur marah. Dia hanya tidak ingin dimarahi lagi.
Wajah marah Arthur lebih menyeramkan daripada wajah marah guru killernya di sekolah. Dalam diam, gadis itu berpikir kalau saja Arthur menjadi guru di sekolahnya, mungkin tidak akan ada lagi yang berani tidur sewaktu jam pelajaran.
"Makan lah. Aku akan keluar sebentar karena ada yang harus kuurus." tutur Arthur lembut. Mengusap puncak kepala Lily sekilas sebelum pergi.
"Ternyata dia tidak jahat," kata Lily dan tersenyum polos.
Selama ini, gadis cantik itu selalu berpikir jika orang yang berbicara dengan nada lemah lembut itu orang baik. Makanya dia terlalu mudah untuk dimanfaatkan dan dikelabuhi.
Lily melahap semua makanannya dengan cepat karena terlalu kelaparan. Sebelum pergi ke tempat asal mula kejadian, dia tidak sempat makan karena terlalu bersemangat.
Selesai makan, Lily meminum air putih hingga tandas. Gadis cantik itu meletakkan nampan makanan ke meja. Berjalan mendekati balkon dan menghirup udara segar di sana.
Bibir kecilnya terbuka melihat pemandangan yang tersaji di hadapannya. Bukan karena kagum tapi karena kaget. Pemandangan di depannya terlalu mencekam.
Pohon-pohon mati dengan ranting besar yang mengerikan. Tidak ada tanaman hijau sedikit pun.
Berbeda dengan pemandangan indah di rumahnya. Asri dan indah.
"Mommy, daddy. Lily kangen." Lily yang tidak terbiasa berpisah dari orangtuanya tentu saja merasakan kerinduan yang mendalam dengan orangtua yang sudah membesarkannya.
Entah berapa lama dia berdiri di balkon kamar sampai-sampai tidak menyadari kedatangan Arthur.
Arthur mendekati Lily pelan tanpa menimbulkan suara. Didekapnya tubuh mungil Lily yang terasa begitu pas di tubuh besarnya.
"Paman mengagetkan Lily." kesal Lily.
"Sudah berani denganku, hm?"
Lily kembali gugup mendengar pertanyaan Arthur. Gadis itu tidak berani lagi untuk berbicara. Tubuhnya terdiam kaku merasakan hembusan nafas Arthur di leher jenjangnya. Bulu kuduknya merinding ketika pria itu menciumi lehernya.
"Jangan lagi..." bisiknya dengan nada tercekat sembari menutupi lehernya dengan tangan.
Arthur menyeringai. Melepaskan pelukannya dan menggendong tubuh mungil Lily dengan mudah ke arah kasur. Meletakkan tubuh mungil itu dengan hati-hati di atas kasur.
"Aku tidak bisa berhenti, honey. Aku ingin memilikimu seutuhnya." bisik Arthur serak.
Wajah pria itu tenggelam di leher Lily. Dijilatnya leher Lily hingga gadis cantik itu menggelinjang kegelian.
Ada rasa aneh yang tidak Lily mengerti ketika pria yang diketahuinya bernama Arthur itu menjilat dan menciumi lehernya.
Suara aneh keluar dari bibirnya ketika Arthur mengusap pelan perut ratanya.
Dan, sampai di sini, gadis itu tak kunjung paham dengan apa yang terjadi.
Tubuh Lily semakin menegang ketika Arthur menurunkan kerah bajunya dan mengecupi bahunya. "Aku ingin memilikimu, honey." Diciuminya Lily dengan lembut. Tangannya pun ikut bermain begitu lihai hingga membuat Lily semakin kewalahan.
Lily mendorong Arthur secara tiba-tiba dengan wajah yang terlihat syok. Arthur hendak memarahi gadis cantik itu karena berani mendorongnya.
"Lily pipis!! Maafin Lily, Arthur." Akan tetapi, ucapan panik gadis itu membuatnya tertawa geli dan tidak jadi marah.
"Itu biasa, honey. Sekarang aku akan membuatmu merasakannya lagi." bisik Arthur nakal dan mengulum kuping Lily.
Dan Arthur, benar-benar melakukan apa yang dikatakannya.
Bersambung...
Uhuk, nulis apaan aku😂
Harap jangan mikir ke sana😭😂

KAMU SEDANG MEMBACA
The Demon's Mate
FantasyPernah mendengar kisah-kisah misteri tentang segitiga bermuda? Lily adalah salah satu korban dari segitiga bermuda. Kepo? Cek kisahnya. A story' by @firza532 --- 🔥(PART LENGKAP HANYA TERSEDIA DI APLIKASI DREAME/INNOVEL)🔥