3.1

51.9K 4.8K 473
                                    

Seorang gadis berdress pink terlihat berjalan penuh kehati-hatian karena seluruh tubuhnya terasa sakit akibat ulah Arthur semalam.

"Lelet!"

Bentakan Arthur membuat gadis cantik itu mengerucutkan bibir kesal dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Sungguh, ia tak terbiasa dibentak oleh seseorang.

Sementara Arthur tersenyum gemas di dalam diam melihat wajah menggemaskan itu.

Sepertinya ini akan menjadi rutinitas hariannya, yaitu membuat gadis itu menangis dan ketakutan.

Pria tampan itu membalikkan tubuhnya agar Lily tak melihat senyuman puasnya. Sungguh aneh memang.

"Dalam hitungan ketiga jika kau tidak berada di sampingku, maka aku akan memakanmu lagi."

Mendengar ancaman Arthur, gadis mungil itu mempercepat langkahnya sambil menahan nyeri. Karena terlalu tergesa-gesa berjalan, ia sampai tersungkur ke lantai akibat tersandung kakinya sendiri.

"HUAAAA!!! SAKIT!!!"

Jeritan kesakitan Lily membuat Arthur segera berbalik untuk melihat keadaan gadis cantik itu.

Miris, gadis itu tertelungkup ke lantai kerajaannya.

"Arthurr!! Tolongin Lily!!!" rengekan itu membuat pria tersebut menghela nafas kasar. Dalam hitungan detik, Lily sudah berada di dalam gendongannya hingga gadis cantik itu mengerjap pelan.

"Arthur punya kekuatan super ya?" tanyanya polos.

Karena terlampau gemas, Arthur menunduk dan mengigit hidung mancung Lily hingga gadis itu menjerit lagi. Bukan jeritan kesakitan, tapi jeritan kaget.

"Jangan banyak tanya lagi, honey. Lebih baik kau diam kalau tidak mau kumakan!"

Lily langsung menutup mulutnya dengan tangan.

Arthur menghela nafas.

Kenapa matenya seimut ini?

Melangkah cepat ke arah ruang makan guna memberi makan kesayangannya yang mengeluh kelaparan sedari tadi.

Didudukkannya Lily di atas pangkuannya tanpa mempedulikan tatapan para pekerja yang kepo dengan matenya.

"Arthur, Lily tidak mau duduk seperti ini. Lily bukan anak kecil lagi." protes Lily pelan.

"Diam dan jangan membantah!"

Lily mendesah pasrah tanpa berani melawan.

"Mereka semua memasakkan ikan spesial untukmu, honey. Kau ingin yang mana?" tanya Arthur memecah keheningan.

Gadis itu menatap Arthur meski kesusahan. "Lily kurang suka ikan. Lily ingin sarapan roti dan susu coklat."

Arthur tak ambil pusing dan memerintahkan pelayannya untuk menyiapkan kemauan sang mate.

Lily bergerak gelisah di atas pangkuan Arthur karena tangan nakal pria itu mulai bekerja.

"Kenapa Arthur suka sekali mengelus paha Lily?"

Pertanyaan nan polos tersebut berhasil membuat Arthur tertawa.

"Karena kulitmu hangat."

Lily mengerutkan kening heran. Hendak bertanya namun mengurungkan niat ketika pelayan sudah menghidangkan roti dan susu coklat.

"Buka mulut, aku akan menyuapimu."

"Lily bisa makan sendiri." protes Lily dengan nada merajuknya.

"Jangan membantah!"

Lily mengerucutkan bibirnya kesal. Namun tetap menerima suapan Arthur.

Detik demi detik terlewati. Mereka fokus dengan dunia mereka sendiri tanpa menyadari maid yang curi-curi pandang.

"Arthur tidak makan?"

Entah mengapa perhatian kecil Lily membuat hati Arthur menghangat.

"Aku inginnya makan dirimu." godanya dengan senyuman miring.

Lily tersenyum kikuk dan mengalihkan pandangannya ke arah lain tanpa menjawab. Takut salah jawab dan berakhir dihukum.

"Ingin sekali rasanya aku memakanmu lagi, honey." bisik Arthur pelan lalu mengulum kuping Lily sehingga membuat tubuh gadis cantik itu menggelinjang kegelian.

Para maid menutup mata tapi mengintip dari celah-celah jari mereka.

Arthur semakin bersemangat mengerjai Lily.

Bibir tebal nan merahnya turun ke leher Lily. Dihisapnya leher jenjang Lily dengan kuat hingga menimbulkan jejak merah.

Tanpa mempedulikan ringisan kesakitan sekaligus geli Lily, Arthur terus membuat tanda dan tangannya mulai masuk ke dalam baju Lily.

Para maid semakin tegang. Berharap di dalam hati pemimpin mereka kelepasan berhubungan intim di hadapan mereka semua agar bisa menikmati pertunjukan hot secara langsung.

Sialnya, niat mereka tidak tercapai karena Arthur menggendong Lily keluar dari ruang makan.

Lily yang sadar ada maid yang melihat ke arah mereka menyembunyikan wajahnya di leher Arthur.

"Arthur, Lily malu." rengeknya manja.

"Malu sama siapa?" Arthur bertanya cool.

"Pelayan. Mereka semua melihat kita."

Jawaban Lily sontak membuat Arthur mengalihkan tatapan ke arah para maid yang kaget setengah mati karena tercyduk.

"KALIAN KU BERI PEKERJAAN DI SINI BUKAN UNTUK MEMBUAT MATEKU MERASA TIDAK NYAMAN!"

Bentakan Arthur membuat mereka mengigil ketakutan. Takut nyawa mereka akan melayang karena telah membuat sang pemimpin marah.

"KA--"

Lily yang semakin mengeratkan pelukan pada lehernya membuat pria itu menunduk demi melihat sang mate.

Merasakan air mata yang membasahi lehernya membuat pria itu menaikkan sebelah alisnya.

"Kenapa kau menangis? Matamu bocor hah?" tanyanya heran.

"Hikss. Arthur jangan marah. Lily takut."

Arthur memutar bola mata malas. "Karena itu kau menangis?"

Lily mengangguk dalam tangisnya.

Arthur memaksa Lily menatapnya. Kemudian menyentil kening perempuan itu pelan. "Jangan cengeng!! Menjadi pasangan seorang Arthur tidak boleh cengeng! Kau dengar itu?!" tekannya.

Lily mengerjap polos. "Arthur bukan pasangan Lily." Secara langsung gadis itu menyatakannya hingga membuat Arthur tertohok, tertampar, dan tidak terima.

Bersambung....

Ya lord, maapin aku yang hiatus lama bingit(。’▽’。)♡

Mulai sekarang update lagi deh buat kalian

The Demon's MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang