Aku duduk sendiri di depan kelas. Tak lama, sahabatku datang. Kami berbicara banyak hal dan semakin lama teman kelas yang lain ikut masuk dalam pembicaraan. Kecuali dia.
"Tau nggak? Kemarin aku liat 'dia' keluar rumah. Masa cuma pake celana pendek."
"Masa? Berani banget, padahal aku pake celana pendek cuma kalau di dalem rumah. Paling jauh sampe teras."
Temanku bercerita dengan antusias. Dan yang lain pun ikut saling menimpali.
"Beneran. Pendeknya itu sampe diatas lutut," cerita semakin menggebu.
"Aku juga sering pake celana pendek. Sama waktu aku main ke rumahmu."
Semua hening dan langsung menatapku. Mungkin mereka tidak suka dengan perkataanku yang secara tersirat membela dia, bahan gunjingan yang sedang panas-panasnya.
"Tapi kan kamu cuma pake didalem ruangan, dia itu sampe keluar rumah lho. Naik motor."
Temanku memecah kehaningan dan pembicaraan mengenai dia berlanjut.
"Aku juga pernah pake itu sambil naik motor, soalnya males jalan sampe minimarket. Pake celana itemku itu lho."
Aku berkata sambil memberi gambaran seberapa pendek celana yang kupunya. Kira-kira hanya 20cm menutupi paha.
"Celananya juga ketat."
Aku sudah merasa tatapan temanku mulai berubah. Dan dia menepuk pundakku pelan.
"Nah itu. Kalau punyamu kan ketat. Kalau punya dia itu engga, jadi dalemannya ngga bakal keliatan. Kalo dia celananya longgar, dalemannya sampe kemana-mana."
Aku baru hendak membuka mulut tapi tatapan yang mereka berikan membuatku urung. Seolah aku dipaksa tutup mulut oleh pandangan tajam mereka. Aku ikut alurnya saja, toh juga jika aku memang pernah memakai rok pendek saat naik motor juga tidak masalah.
Karena aku kan teman mereka, tidak seperti dia.