Aku adalah orang yang pendiam di situasi asing. Salah satunya saat aku masuk SMA. Semuanya terasa asing. Tapi mau bagaimana lagi? Aku harus tetap lanjut sekolah dan nanti juga terbiasa pikirku.
Hari pertama sekolah.
Aku belum mengenal siapapun. Masuk ke kelas baruku pun aku masih bertanya untuk memastikan kelas yang hendak kumasuki itu tepat. Setelah masuk, aku masih duduk di bangku sendirian. Masih belum mendapat teman. Tapi itu tak lama. Beberapa menit kemudian teman satu SMP ku datang. Suasana jadi tidak terlalu asing karenanya. Kami duduk sebangku.
Seminggu lewat. Aku masih belum juga mendapat teman. Masih dengan teman SMP ku. Dan cerita dimulai dari hari ini. Seorang guru datang. Seperti biasa, kami diminta untuk memperkenalkan diri yang sudah ke puluhan kali. Hari itu kami memakai batik, dan karena satu SMP aku dan dia memakai batik yang sama. Duduk di bangku yang sama.
"Nah, ini yang teman satu SMP tidak boleh duduk berdua ya."
Dan aku terpaksa duduk denangan teman baruku. Dia baik dan murah senyum. Setidaknya aku tidak terlalu canggung karena dia selalu bisa memulai percakapan. Teman baruku Jenna.
Sebulan terlewati. Kebetulan aku adalah sosok yang datang ke sekolah siang. Dan sialnya aku selalu mendapat bangku sisa. Hari ini yang tersisa hanyalah sepasang bangku di deret paling depan. Hari ku semakin kelam saja.
"Cane, aku duduk di sebelahmu ya!"
Selena datang. Saat itu aku merasa seperti ada malaikat penolong. Mungkin hari ini tidak seburuk yang kukira. Karena teman SMP ku akan mencairkan suasana nantinya.
Tapi ternyata aku salah.
"Oh, Deon kamu duduk sendiri? Aku sampingmu ya, Cane aku nggak jadi sama kamu ya!"
Mungkin terdengar konyol tapi untuk ukuran seseorang pendiam sepertiku, hal itu menyakitkan. Sama seperti ketika dirimu hanya dijadikan opsi kedua. Kamu bukanlah bintang utamanya. Bagi sosok pendiam sepertiku rasanya saat itu seperti kamu bahkan tidak dipandang berharga oleh orang lain. Hidupmu tidak berguna dan tidak berarti apapun.
Tapi tak apa, aku sekarang sudah kebal. Karena Selena tidak hanya melakukannya sekali duakali, dia sering sekali seperti itu. Tapi itu dulu. Sebelum semuanya berubah.
Dua bulan setelah masuk SMA, lagi-lagi aku serasa tertimpa sial. Kursi sisa untukku adalah satu-satunya meja di depan meja guru. Hari itu rasanya aku ingin mengumpat seharian. Pelajaran dimulai dan aku satu-satunya murid yang tidak memiliki pasangan saat berkelompok masing-masing dua orang. Saat itu aku melihat ekspresi guruku dan dia juga terlihat mengasihaniku. Dan aku berakhir mengerjakan tugas kelompokku sendirian.
Pelajaran berganti dan masih saja aku dirundung badai hitam. Soal yang harus dikerjakan ada di buku paket, sedangkan buku itu aku tak mampu membelinya. Mungkin bukannya tak mampu tapi aku sangat menyayangkan uang bernominal sekian harus habis untuk membeli sebuah buku sedangkan dengan nominal yang sama aku bisa menafkahi keluargaku selama sehari. Tapi untung saja murid belakang mejaku mau berbagi buku. Satu buku untuk bertiga dan saat yang lain berpasangan mengerjakan tugas, kami mengerjakannya bertiga. Aku sangat senang. Terlebih mereka dulu yang menawariku. Dan hari ini kami bertiga masih berhubungan dan menjadi teman dekat di kelas.
Entah bagaimana caranya aku mulai bisa membuka diri. Sekarang aku juga memilki 5 teman dekat yang benar-benar bisa kupercaya. Aku juga punya 16 teman dekat di kelas. Aku senang. Dan Selena tidak termasuk didalamnya.
Di umurku yang ke 16 tahun aku mulai mengerti bagaimana cara hidup. Dan aku mulai memperbaiki kehidupan sosialku sedikit demi sedikit. Aku tidak perlu menjaga image sebagai orang baik. Toh pada kenyataannya semua manusia itu punya dosa. Tapi tetap aku harus berusaha untuk bersikap baik. Karena diperlakukan dengan baik itu membuat hati senang.