III. Fascination (2/2)

6K 459 22
                                    

Della mengangkat kedua tangannya ke atas kepala. Gerakan itu membuat otot-ototnya yang kaku meregang seketika. Menciptakan kepuasan semu setelah terdengar bunyi gemertak di antara tulangnya.

"Astaga, kau mulai terdengar seperti nenek-nenek," sindir Niken tanpa mengalihkan perhatian dari layar komputer.

"Biar saja," balas Della sambil memajukan bibir bawahnya.

Kedua mata Della memandang iba pada buku-buku jarinya yang berubah kemerahan. Sejak tadi, ia terus berlatih mengetuk di atas meja. Sementara Niken menyiapkan dokumen-dokumen yang harus diserahkan kepada Antonio. Termasuk surat-surat yang membutuhkan tanda tangan lelaki itu.

"Ya, sudah selesai," gumam Niken. Tangannya bergerak cepat menumpuk rapi kertas-kertas di atas meja. "Sekarang giliranmu untuk mengantarkannya."

"Oke." Punggung Della menegak penuh semangat. Ia butuh asupan pemandangan bosnya yang tampan sebagai vitamin untuk matanya yang lelah.

"Jangan lupa ketukanmu." Niken mengingatkan Della saat juniornya itu memindahkan tumpukan kertas ke dalam dekapannya. "Setelah ini aku akan mengajakmu berkenalan dengan yang lainnya."

"Beres," sahut Della yakin. Ia mengangkat ibu jarinya ke udara, lalu melangkah keluar dan langsung berhadapan dengan pintu berdaun ganda tepat di sebelah pintu ruangannya yang lebih mungil.

Della menaruh kuda-kuda jemarinya di daun pintu, lalu menghirup dan menghela napasnya. Kemudian ia mendaratkan dua ketukan cepat dengan buku jari telunjuknya. Diikuti ketukan tunggal dari buku jari tengahnya, setelah melewati interval satu detik.

"Masuk."

Seulas senyum terukir di bibir Della saat mendengar suara maskulin itu. Ia masuk dan menutup pintu di belakangnya setenang mungkin. Kemudian melangkah anggun menuju meja kerja sang Presiden Direktur.

"Ada lagi yang bisa saya lakukan untuk Anda... Pak?" tanya Della setelah meletakkan dokumen-dokumen yang di bawanya ke atas meja. Bibirnya terasa gatal ingin mengganti panggilan 'Pak' menjadi 'Sayang'.

Antonio melirik acuh tidak acuh. Lalu menggeleng sambil melipat tangan di depan dada. Seperti pangeran aristokrat yang angkuh.

Sementara Della nyaris tumbang dari pijakannya. Ia merasakan ribuan panah dewa cinta memelesat tajam ke hatinya melalui sepasang mata abu-abu itu. Tetapi ia harus bisa menahan diri.

"Anda yakin... Pak?" Entah mengapa suaranya terdengar garau.

Kerutan jengkel mencuat di antara kedua alis Antonio yang hitam. "Tentu saja."

Della berdeham membersihkan tenggorakannya. "Baiklah, kalau begitu saya akan kembali ke ruangan saya."

Baru tiga langkah diambil Della untuk mendekati pintu, suara merdu itu kembali memanggilnya. Tentu saja dengan sederet kata yang familier di telinganya.

"Oh, satu hal lagi."

Sebisa mungkin, Della menahan kedutan bahagia di sudut bibirnya. Lalu ia berbalik anggun di atas tumitnya.

"Apa itu, Pak?"

"Buatkan lagi secangkir kopi untukku."

***

"Itu benar-benar kejadian langka di dunia." Niken berkomentar takjub. Matanya mengerjap seolah ia sedang melihat langsung sebuah piring terbang mendarat di bumi.

"Kau terlalu berlebihan."

Saat ini mereka berdua tengah menikmati istirahat siang yang santai di pantri. Awalnya, Niken hendak mengajak Della makan siang di luar kantor. Tetapi ternyata Della sudah menyiapkan makanan untuk mereka berdua.

Unlock Your Heart ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang