Sebuah Rasa

1.2K 137 11
                                    


Meski Azalea selalu ketus dan tidak menunjukkan sikap bersahabat padanya, namun Panji kenapa selalu ingin datang ke sekolahnya. Bahkan kini dirinya yang lebih bersemangat dibanding Alvin.

Dan bukan Panji namanya jika tidak membalas. Tak kalah ketus setiap Panji mengeluarkan kata - kata bahkan tatapan tajam selalu dia tunjukkan pada Azalea. Namun bukan tunduk tapi cewek itu justru melawannya.

Tapi dibalik kata dan tatapan tajamnya Panji memberikan perhatian. Bukan hanya perhatian, namun pengawasan, memastikan Azalea baik - baik saja. Apalagi jika cewek itu harus pulang sendiri naik angkot. Selalu dibuntuti layaknya penguntit. Ah, ini bukanlah Panji, bukan dirinya yang selalu tak peduli pada orang lain. Terlebih jika orang itu berani melawannya. Tapi kenapa dengan Azalea? Panji justru dibuat penasaran.

Sama seperti hari ini saat kelasnya kosong. Dia sengaja bolos pulang cepat. Hal pertama yang dia tuju adalah kantor kakeknya. Mungkin dia bisa mendapat sedikit kesempatan dengan bantuannya. Menurutnya tidak ada cara lain selain meminta bantuan orang yang selalu di barisan depan mendukungnya saat apa saja. Atmaja, adalah orang yang selalu memenuhi segala permintaannya.

Brak!

Pintu ditutup dengan kasar, remaja tinggi berhidung mancung memakai seragam putih abu - abu masuk langsung tiduran diatas sofa dengan napas memburu. Wajahnya yang merah padam menandakan dia sedang sangat emosi.

"Eyang..." pemuda itu duduk lalu menatap pria yang dia panggil Eyang itu, "Eyang harus membantuku."

"Azalea Putri Wijaya, aku harus mendapatkannya Eyang." Tegasnya.

"Hei, bahkan umurmu belum genap delapan belas tahun Boy," jawab Pria itu santai.

"Sebentar lagi aku lulus Eyang. Artinya aku sudah besar."

"Woah... besar eh?" tiba - tiba pintu terbuka, Jodi masuk bersama Linda.

"Ayah." Pemuda itu bangkit langsung menghapirinya, mencium tangannya juga tangan Linda.

"Oh Ayolah aku memang sudah besar Ayah." Pemuda itu menatap jengah Jodi.

"Seorang Wijaya, tak akan segampang itu kamu mendapatkannya." Celetuk sang Eyang.

"Tapi aku Panji Atmaja, Eyang. Aku seorang Atmaja apa saja bisa aku dapatkan." Tegas Panji lagi.

"Apa ini yang Ayah ajarkan pada Putraku selama ini?" Jodi menyorot tajam Atmaja. Dan hanya dibalas gendikan bahunya.

"Baiklah..."

"Tidak!" tegas Jodi memotong kalimat Atmaja, "jika kamu ingin mendapatkannya berusahalah sendiri."

Panji beralih manatap Linda meminta dukungan sang Bunda, sedangkan Linda berlagak tak tahu apa - apa membuatnya menggeram kesal. Merasa tak ada dukungan Panji kembali menggendong ransel sekolahnya dan bergegas keluar tanpa pamit.

"Aku bisa pastikan dia jadi milikmu asalkan kamu setuju dengan apa yang sudah kita bicarakan tadi malam Boy." Teriak Jodi saat Panji berada diambang pintu.

Panji hanya menoleh sebentar lalu kembali melangkah dan menutup pintu keras menimbulkan suara debuman. Jodi hanya tersenyum simpul lalu menggeleng pelan.

"Azalea Putri Wijaya, gadis yang sangat cantik memang." Celetuk Atmaja sambil memutar laptop menunjukkan pada Jodi juga Linda.

Jodi mendekat dan memerhatikan biodata Azalea dalam laptop ayahnya yang entah sejak kapan dia dapatkan, hal sama juga Linda lakukan.

"Ayah benar, kurasa tak ada salahnya jika Atmaja dan Wijaya bersatu." Jodi menatap Atmaja, dan mendapat balasan anggukan darinya.

"Hei, kalian para Atmaja, bahkan dia masih SMP, jangan terlalu memanjakan putraku." Protes Linda.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEARESTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang