BAB 4 : SETUJU

79 13 2
                                    

Ice lantas melajukan mobil untuk segera pulang dan membicarakan perihal sekolah. "Gue bakalan sekolah di SMA Favorit Langit. Ya, itu harus." Ice berguman dalam hati, ia berencana untuk membuat gadis itu jatuh cinta terhadapnya.

****

Sesampainya dirumah, Ice langsung mencari Mama nya untuk menbicarakan tentang sekolah di SMA Favorit Langit. "Ma, Mama dimana?." Ice mencari Mama nya ke dapur, dan di kamar. Tapi tidak menemukan Mama nya. "Mbok, lihat Mama dimana nggak mbok?." Pembantu Ice terdiam sambil berfikir, lantas mengangguk. "Lihat Den, tadi mbok lihat nyonya ada di halaman belakang. Lagi liatin koleksi bunga nyonya Den. Permisi Den." "Makasih Mbok Sur." Mbok Sur hanya mengangguk, dan kembali bekerja.

Ice lantas pergi ke halaman belakang, tempat Andini menanam bunga-bunga kesayangannya. Ice tersenyum, saat melihat Andini tampak bahagia dengan bunga-bunga kesayangannya. "Mama, jangan bunganya aja dong yang diperhatikan. Ice cemburu Ma." Andini tergelak, mendengar keluhan yang disampaikan Ice. "Enggak ah, Ice. Bunganya juga udah lama gak Mama rawat. Ada apa sayang? Kok tumben ke halaman belakang?." Ice tampak bingung, bagaimana menjelaskan pada Mamanya. Ice menggaruk kepala yang tidak gatal, kemudian berdehem untuk menetralisir gegugupannya. "Begini Ma, Ice mau ngomong sesuatu." Andini mengangguk. "Mau ngomong apa sayang? Kok keliatannya serius amat, sampe kamu agak gugup gitu, hmm?."

"Begini Ma, Ice setuju bakalan di pindahkan ke SMA Favorit Langit. Dan Ice janji bakalan gak bikin masalah lagi." Andini tampak agak bingung setelah mendengar perkataan Ice untuk sekolah di SMA Favorit Langit, tapi setelah itu Andini langsung senyum bahagia " Kamu yakin kan sayang, janji gak buat masalah lagi kan?." Ice ngangguk tanda ia yakin.

Andini terkekeh, melangkahkan kaki mendekati Ice. Melayangkan tangan untuk menyentuh dahi Ice. "Kamu gak lagi terbentur tiang bendera kan Ice?" Ice menggeleng tegas, dan menghela nafas. "Ya enggak lah Ma, anaknya mau sekolah kok malah responnya begitu" Andini menganggukkan kepala, smbil tertawa kecil. Melihat ekspresi wajah Ice. "Yaudah, besok kamu sudah harus masuk sekolah. Harus. Ingat ya sayang."Setelah menyampaikan persetujuan-nya, Ice meninggalkan Andini di halaman belakang. Ice berjalan, sambil bersenandung ringan, lantas terkekeh mengingat ia akan masuk kesekolah itu dan akan berjumpa dengan gadis yang membuatnya menjadi seperti sekarang. Gue bakalan dapetin lo cewek aneh. ****

Ice mulai mempersiapkan diri untuk masuk ke sekolah barunya, dimulai dengan seragam sekolah, peralatan tulis hingga gaya rambut yang menurutnya trendi di Indonesia. Gue harus tampil keren, untuk menarik perhatian itu cewek. Ice bergumam sambil menggelengkan kepala.

"Gila juga ya, cewek itu. Bisa bikin gue penasaran." Ice sedang menbayangkan wajah Rain, saat duduk di halte bus. Lantas tersenyum miring, saat mengingat diriya yang ditolak utuk menemani gadis itu duduk di halte.

Tas sekolah udah, buku, bolpoint, seragam, sepatu juga udah. kok ngerasa ada yang kurang ya?. Ice tampak sedang memikirkan sesuatu yang membuatnya sedikit bingung. Ice menepuk jidat, saat dia telah mengingat sesuatu hal yang membuatnya sedikit bingung. Cewek itu belum cinta sama gue. Ice terkekeh sendiri saat ia menyadari pa yang barusan ia gumamkan.

"Ice, sudah siap sayang? Sudah waktunya sarapan. Ini juga, hari pertama kamu masuk sekolah sayang. Jangan sampai telat loh." Andini menyadarkan Ice, yang sedari tadi telah selesai mempersiapkan alat tempurya untuk sekolah barunya itu. Dan malah asik, memikirkan gadis yag dijumpainya kemarin.

"Iya Ma. Ice, juga udah siap kok. Ini mau turun kebawah."

"Yaelah, buruan kali Ice. Lama banget, dandan udah kayak cewek aja. Gue aja dandan gak selama itu. Buruan." Sebelum, Andini menjawab perkataan Ice. Rissa, sudah lebih dulu menyembur perkataan Ice dengan sangat cepat. Bahkan, Rissa mengucapkan nya dalam satu tarikan nafas.

Ice menggelengkan kepala nya. Sudah terbiasa, dengan sifat sepupu nya yang tidak sabaran. Dan, selalu memburu-buruin Ice. " Biasalah, namanya juga cowok Riss. Lagi coming moon ya Mbak? Mulut kok nyerocos aja, gak malu sama bencong apa?" Ice membalas perkataan Rissa dengan santai. Dan di hadiahi death glare dari Rissa.

" Udah ah, gue mau berangkat sekolah. Tante, Rissa berangkat dulu. Ayo Ice." Rissa menyalami tantenya, lalu menarik kasar tangan Ice. " Hati-hati dijalan Rissa, Ice. Jangan kebut-kebutan." Andini mengingatkan Ice dan Rissa. " Iya Ma, Ice berangkat dulu." " Iya tante, Rissa gak bakalan kebut-kebutan. Tapi ini biang kerok tante." Jawab Ice dan Rissa bersamaan, sambil Rissa menunjuk Ice dengan sebutan Biang Kerok.

Andini, hanya bisa terkekeh, melihat Rissa dan Ice yang tak pernah akur sejak kecil.

****

Selama perjalanan kesekolah, tampak wajah Rissa yang terlihat tidak bersahabat. Lantaran Rissa tidak mau harus satu sekolah lagi dengan sepupunya itu, yang terkenal sebagai biang kerok di sekolah lama mereka. Sedangka Ice yang berada di belakang kemudi, menikmati wajah Rissa yang tertekuk, Ia juga sudah menduga, wajah Rissa akan terlihat seperti itu. Saat Rissa mengetahui bahwa, mereka harus kembali sekolah di sekolah yang sama.

Dan yag membuat Ice bahagia, saat ini adalah. Rissa, tidak tau bahwa mereka akan satu kelas. Yang Rissa tau mereka akan satu sekolah, itu saja. " Muka nya kenapa ya Mbak? Kusut amat, itu muka atau pakaian keriting? Senyum atuh Mbak. Galak amat itu muka." Ice berbicara dengan nada mengejek, membuat Rissa semakin kesal dengannya.

" Udah deh, kalo nyetir ya nyetir aja. Gak usah jelalatan itu mata, lagian lo ngapain juga sih masuk ke sekolah gue?." Ice semakin tergelak mendengar jawaban yang Rissa lontarkan. " Itu sekolah? Punya lo? Kaya banget berarti lo ya, kalo giu ngapain juga lo masih numpang dirumah gue? Cih, masik onces juga, udah belagu lo. Udah cepat turun sana lo, udah sampe kali."

Ice mengusir Rissa, saat mereka telah sampai di parkiran sekolah. Setelah mendapat pengusiran dari Ice, Rissa pun buru-buru keluar dari mobil Ice, dan membanting pintu mobil Ice. Sedangkan di dalam mobil, Ice mengucapkan sumpah serapah untuk Rissa.

Rissa pun berjalan cepat, meninggalkan parkiran untuk melenturkan otot nya yang sempat tegang. Karena bersitegang dengan Ice. " Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan, sepuluh." Rissa menghitung angka, karena, dengan menghitung angka dapat membuatnya menjadi lebih baik.

Krriingg. Krrriiinng. Krriinngg Terdengar suara bel berkumandang ke seantero sekolah, mendengar itu. Rissa lantas mempercepat langkahnya, untuk sampai ke kelas. Mati gue, gue kan belum siap pr yang kemarin belum siap. Rain, semoga lo udah siap, gue nyontek. Saat tengah berlari, Rissa teringat akan pr yang belum sempat disiapkan oleh nya.

Ia tak mau, jadi bahan omelan guru galak yang tidak bisa, mentoleransi murid yang tidak mengerjakan pr. Rissa pun berharap, semoga saja Rain mau membantunya.

****

Jangan lupa voment...

Ini ratih, pesenannya :D udah aku post. jangan lupa dibaca.

love you guys.


Rain and IceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang