39

78 12 1
                                    

Tak terasa sudah hampir seminggu Aurel tak sadarkan diri, Faiz masih setia menunggu reaksi dari Aurel, begitupun dengan Satria dan Rere.

"Sat, Gue rindu adik Lo" Ucap Faiz tiba-tiba.

Satria yang tengah bengong pun langsung melihat muka Faiz, dia mengamati muka Faiz yang banyak berubah seminggu ini, Tak ada senyum tercetak di wajahnya, tak ada wajah yang cerah seperti biasanya,
Bahkan matapun yang biasanya terlihat segar kini terlihat lesu dan berkantung mata.

"Gue juga" jawab Satria memaksakan dirinya untuk tersenyum pada Faiz, agar menandakan bahwa Takan terjadi apa-apa.

"Sekarang Aurel di periksa ya?" Tanya Rere

Kedua lelaki dihadapannya pun mengangguk bersama, lalu Rere pun berniat untuk membelikan makan untuk mereka karena dari kemarin mereka belum makan. Sedangkan Faiz berniat untuk masuk ke kamar Aurel.

Namun, sebelum Faiz ingin masuk kedalam kamar inap Aurel, Dokter terlebih dahulu untuk masuk kedalam. Akhirnya Faiz pun menyusul Satria yang menemui kedua orang tuanya.

Tak lama kemudian dokter keluar dari kamar inap Aurel. Sontak semuanya langsung berdiri untuk menanyakan keadaan Aurel.

"Maaf, kami sudah berusaha. Namun kondisi Aurel semakin kritis. Apa kalian ingin mencabut alat pernafasannya saja?"

"TIDAK!" Teriak Faiz saat dokter mulai memberikan kertas tanda pencabutan alat pernafasan untuk Aurel tersebut.

"Faiz" Ucap Mama Aurel tak kuat menahan tangisnya.

"Aurel masih hidup Tante, dia bakalan sadar! Aurel cuma terlalu cape, makanya dia ga bangun terus"

"Tapi kondisi Aurel semakin kritis Faiz! Kamu mau Aurel terus menerus tersiksa?"

Faiz hanya menggeleng lalu mengambil kertas putih yang sedang di pegang mama Aurel, diapun merobek kertas tersebut.

"Kalau kalian semua ga yakin Aurel bakal sembuh, gapapa! Biar Faiz aja yang percaya sama Aurel!" Ucap Faiz seraya masuk kedalam Kamar Aurel.

Disana terlihat seseorang yang sedang tertidur dengan tenang, tak ada lagi suara cerewet yang gadis itu selalu lontarkan, Tangan Faiz mengusap lembut tangan Aurel menandakan dia memberi kekuatannya meski sebenarnya itu tidak berpengaruh.

"Halo princess"

"Udah hampir seminggu loh kamu tidur terus" Faiz menatap lekat.

"Bangun dong! Aku rindu. Ayo kita jalan-jalan lagi, kita sekolah lagi, berantem lagi, ngabisin waktu lagi" suara Faiz getir dan air matanya mulai terjatuh.

"Kamu kurusan deh Rel, aku bakal kutuk kata-kata aku yang nyebut kamu gendut. Aku jauh lebih suka kamu yang gendut tapi sehat dari pada kaya gini, kamu sukses diet deh! Kalau kamu udah sembuh aku ajak kamu makan terus biar gendut lagi!"

"Kamu apakabar? Udah lebih baik kan? Jawab dong Rel!"

Faiz terus menanyakan pertanyaan yang jelas jelas tidak akan dijawab oleh Aurel. Sampai akhirnya Faiz tak sanggup menahan tangisnya.

"Rel ayo bangun! Buktiin sama mereka semua kalau kamu kuat, kamu bukan cewe menye-menye yang kalah sama penyakit, kamu cuma seneng kan tidur? Kumohon bangun rel! Aku rindu kamu! Kamu buktiin kamu bisa ketawa lagi depan mama papa kamu!"

Orang tua Aurel, Satria, dan Rere hanya menahan kesedihannya yang sebenarnya ingin sekali mereka keluarkan. Mereka tak tega melihat Faiz terus-menerus seperti ini, sebenarnya mereka sama sekali tidak ingin kehilangan Aurel, namun mereka pun tak ingin melihat Aurel terus-menerus tersiksa.

"Ma, apa kita harus cabut alat pernafasan Aurel?" tanya Satria yang sejak tadi melihat Faiz "Satria ga tega juga Ma liat Faiz kaya gitu"

Mama Aurel hanya menggeleng tak tahu harus berbuat apa, karena kedua keputusan itu sama-sama menyakiti Hatinya.

Tiba-tiba Faiz keluar dari kamar Aurel, dia terjatuh di lantai depan pintu kamar Aurel, dia terlalu lelah. Sampai akhirnya Satria pun menghampiri dan membantunya untuk duduk di kursi.

"Sat Lo beliin minum dulu aja buat Faiz, gue mau bicara sama dia"

Satria pun mengangguk dan turun kebawah.

"Iz"

Tak ada jawaban.

"Iz, Lo denger gue kan?"

Masih tidak ada jawaban dari Faiz.

"Terserah Lo mau jawab gue atau engga, tapi Lo tega Iz liat Aurel kaya gini terus? Dia kesiksa iz! Gue tau Lo sayang banget sama Aurel, gue juga sama."

Faiz menggeleng lemas.

"Gue yakin Iz, gue yakin kalau Aurel bakal kuat buat ngelawan penyakitnya, buktinya dia masih bertahan sampe sekarang walaupun Dokter udah vonis keadaan dia semakin kritis, Lo mau ikhlasin dia kan?" Tanya Rere sangat lembut, karena takut Faiz tersinggung.

Kali ini Faiz hanya menatap Rere, Rere tau bahwa Faiz lelah untuk beradu argumen, bisa terlihat jelas dari wajahnya.

"Gue tau Lo gaakan bisa relain dia dengan mudah Iz, tapi Lo coba deh mulai dari sekarang untuk relain dia sedikit demi sedikit, kita gaakan cabut alat pernafasan Aurel selama satu Minggu. Lo boleh pergunakan waktu Lo buat ikhlasin dia, gue sama yang lain juga sama iz. Kita bareng bareng tunggu waktu itu ya Iz, semoga ada keajaiban yang bikin Aurel bisa sadar, dan kita berdoa sama Allah agar Aurel diberi kesembuhan" ucap Rere memegang bahu Faiz yang sudah tidak berdaya itu.

"Gue sayang sama Aurel" hanya itu kata kata yang keluar dari Faiz.

Rere menghela nafasnya panjang "gue tau Iz, gue juga ngerti, gue juga sayang sama dia. Gue ga tega liat dia kaya gini, gue juga rindu sama dia, gue pengen dia sembuh, tapi gue juga gapunya pilihan, kita berdoa aja ya!"

Faiz pun mengangguk lalu mengajak Rere untuk menyusul Satria.

Hai hai ketemu lagi sama aku hehe. Tapi dalam akun yang berbeda, aku bakal lanjutin ceritanya disini ya gais, so yang kepo akhir cerita Strong kaya gimana. Yu pindah lapak hehe💝

Vote dan komen ya agar aku tau segimana antusias nya kalian aku lanjutin cerita ini.

Lanjutan StrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang