40

60 14 1
                                    

Sunyi, itulah keadaan di kamar inap Aurel. Hanya suara angin yang berhembus sayup-sayup, membuat hordeng jendela ikut bergerak. Seakan membantu Aurel untuk cepat sadar.

Sinar mentari menusuk kedalam mata Aurel yang tertutup. Suara pintu terbuka pun terdengar. Faiz masuk.

Dia menyimpan bunga bawaannya di vas, karena bunga sebelumnya telah layu. Dia memandangi wajah gadisnya tersebut sambil tersenyum. Makin cantik. Gumamnya.

"Aurel, bangun yu udah pagi" Faiz terkekeh sendiri seraya menggenggam tangan Aurel.

"Dingin banget nih tangan, harusnya kamu bilang kalau butuh sarung tangan bernyawa"

"Aku sayang kamu, cuma itu yang mau aku sampein sama kamu, kamu yang kuat ya. Gaakan ada yang bisa halangin kamu buat sembuh sayang! Kita semua nunggu kamu ko, kalau kamu masih mau tidur juga gapapa. Tapi kasian dong sama aku, aku juga kan rindu"

Faiz menggelengkan kepalanya sendiri, entahlah dia terasa sudah lelah menangis. Dia hanya ingin menghabiskan sedikit waktunya lagi bersama Aurel.

Air mata Aurel jatuh, sontak membuat Faiz kaget. Aurel merespon dirinya walau tanpa pergerakan apapun.

"Aku tau kamu denger aku, aku tau kamu mau bangun kan Rel, ayo bangun! Bangun!" Pertahanan yang dibuat Faiz agar tidak menangis pun luntur. Dia memegang tangan Aurel sesekali mencium lembut tangan Aurel tersebut.

Tak ada respon lagi, harapannya pun pupus. Dia lelah, dan berniat untuk keluar mencari angin sebentar.

Tiba tiba saat Faiz hendak beranjak tangan Aurel menahan langkahnya. Satu kata dibenak Faiz yang ia ketahui. Apakah gadisnya sudah sadar?

Tanpa aba-aba Faiz pun membunyikan bel yang berada tepat didekat kasur Aurel untuk memanggil dokter. Tak butuh waktu lama dokter pun datang. Lalu melepaskan tangan Aurel yang sejak tadi masih memegang Faiz.

Iapun berlari keluar dan menemui Satria yang sedang menuju kearahnya bersama Rere.

"Lo kenapa? Kaya orang bego ketawa ketawa sendiri" Tanya Satria bingung

"Adik Lo respon gue Sat"

"Bukannya kalian udah taken ya? Pasti direspon lah" Ucap Rere yang di setujui oleh Satria.

"Gue yang salah jelasin atau kalian yang lemot sih?" Faiz memutar bola matanya. "Maksud gue, tadi Aurel nangis dan dia megang tangan gue"

Satria dan Rere saling pandang satu sama lain, menatap Faiz kasian.

"Faiz, Lo kurang tidur ya? Kayanya fikiran Lo kacau deh" Tanya Faiz.

"Gue serius!"

Rere pun menepuk pundak Faiz "gue percaya ko, gue sama Satria cek dulu kesana kalau gitu"

.....

"Dok, adik saya bagaimana keadaannya"

Dokter tersebut tersenyum menatap Satria dan yang lainnya.

"Alhamdulillah, keadaannya sangat membaik. Dia sudah sadar, namun dia kelelahan dan tertidur sejenak."

Satria bersujud sukur, karena Allah telah menyembuhkan Adik kesayangannya tersebut.

"Dokter kasih obat apa?" tanya Rere.

"Saya hanya memberi obat sesuai takarannya saja. Namun saya pernah bilang bahwa obat penyakit paling ampuh ada kekuatan dan doa yang diberikan oleh orang orang yang menyayanginya dengan tulus" ujar dokter itu. "Saya permisi dulu"

Satria memeluk Faiz secara tiba-tiba yang membuat Faiz kaget.

"Ko Lo peluk gue?"

"Makasih"

Otak Faiz berputar memahami maksud Satria.

"Terimakasih tetap menjadi sebuah kekuatan buat Adik gue. Disaat semua orang udah hampir menyerah dengan keadaan Aurel. Lo orang yang percaya bahwa dia sedang berjuang, disaat semua orang menganggap Aurel tersiksa. Lo orang yang percaya dia kuat" ucap Satria lirih. "Makasih"

"Gausah terimakasih sama gue, gue tau kalian juga punya alesan sendiri. Dan gue hargain. Lo Abang yang baik sat. Aurel udah bangun juga karena Doa Lo dan semua orang yang sayang sama Aurel. Sekarang mending Lo hubungin bonyok Lo"

Rere yang sejak tadi melihat adegan tersebut hanya tersenyum dan mengingat kedekatannya dulu bersama Aurel.

"Gue masuk duluan ya?" Tanya Rere.

Keduanya mengangguk.

Pintu kamar Aurel terbuka. Aurel mendengar ada seseorang yang masuk. Matanya perlahan terbuka. Dia melihat cahaya itu lagi, dia melihat sekeliling dan menemui satu sosok orang yang ia rindukan.

Dia mencoba untuk duduk, namun langsung di cegah oleh Rere.

"Gausah maksain kalau gabisa!" Ujar Rere tertawa.

Aurel hanya tersenyum.

"Kangen gue ga?" tanya Rere.

Rere memeluk Aurel dan menangis sejadinya. Rindu nya terbalas. Dia bisa melihat senyum sahabatnya lagi. Aurel bingung mengapa Rere seperti ini.

"Jangan sakit lagi" Ujar Rere lirih.

Aurel membalas pelukan Rere dengan lemah. Lalu air matanya pun keluar dan langsung ia hapus. Dia tak ingin terlihat lebih menyedihkan.

"Gue kangen sama Lo" kata kata itu yang bisa Aurel keluarkan.

"Gue apalagi" ucap Rere melepas pelukannya.

"Re, makasih ya masih mau Nerima gue sebagai sahabat Lo, padahal gue sendiri udah terlalu lelah sama diri gue sendiri. Lo emang sahabat terbaik gue, jangan tinggalin gue sendirian ya, gue gatau semua orang bakal masih sayang gue atau engga"

Rere mengangguk

"Gue pastikan beribu ribu persen, semua orang bakal jauh lebih sayang sama Lo" .

Tatapan Aurel beralih menatap setiap inci ruangan tersebut. Dia merindukan kamarnya. Dia tak ingin terus berlarut dalam keadaan seperti ini.

"Ini bunga dari siapa?"

Belum juga Rere menjawab. Si pemberi sudah masuk terlebih dahulu.

"Tuh orangnya nongol. Gue ke warung dulu ya"

Aurel mengangguk "panggilan Satria juga ya"

Saat Rere keluar. Canggung terasa diantara kedua orang yang seperti baru bertemu kembali.

"Aku seneng" Ucap Aurel.

"Kebahagiaan kamu bakal jadi hal utama yang bikin aku bahagia juga Aurel. Jangan sakit lagi, sakitmu membuatku tersiksa juga"

Update dikit dulu ah wkwk. Pemanasan. Nih lanjutan Strong udah aku tulis lagi YEAYYYY. Maaf ya kalau ga ngefeel. Karena sebenernya aku lagi coba buat kemistri lagi di hati mereka hehehehe.

Vote komen ya

Lanjutan StrongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang