Sahur

19 3 0
                                    

Sahur... Sahur...
Tek.. tek.. tek... ( anggap saja suara kelotekan botol kaca Margin.
Sahur... Sahur...
Semakin lantang suara Anak - Anak kecil yang membangunkan warga.
Sahur... Sahur...
Suaranya semakin keras diiringi dengan kelotekkan.

Mendengar teriakan anak - anak kecil itu membuatku terbangun. Meskipun sebenarnya mata ini masih terasa sangat ngantuk, Mematikan kipas Angin lalu keluar dari kamar. Segera Turun dari tangga dengan hati - hati agar tidak jatuh.

" tok... tok... tok... " mengetuk pintu kamar Ayah dan Ibu.

" kreet " Anggap saja suara pintu terbuka.

" Ibu waktunya sahur ", membangunkan ibu yang sedang tertidur pulas.

Ini sudah menjadi kebiasaan dikeluarga ku setiap Bulan Ramadhan akulah yang dulu paling bangun. Karena itu aku dianggap sebagai Alarm keluarga ku. Tak perlu menyalahkan Alarm di handphone, tablet, ataupun ipad. Cukup akulah yang membangunkan keluargaku.

Ibu telah bangun dan memasak ikan sarden tuna. Disisi lain aku menyalakan lampu ruang tamu memberi tanda bahwa kami sudah bangun, jadi anak - anak kecil itu bisa segera pergi dan melanjutkan keliling di kampung sebelah. Tak hanya itu aku harus membangunkan kedua kakakku.

" tok... tok... tok... kak Sina waktunya Sahur ", mengetuk pintu kamar kak Sina

" Iya ", jawaban dari kak Sina

Mendengarkan jawaban kak Sina aku pun pergi dari kamarnya Lalu naik ke lantai atas untuk membangunkan kak Sania

" Kak Sania bangun waktunya sahur ", mengetuk pintu dan membangunkan kak Sania.

Namun tak ada jawaban dari kak Sania. Ku ulangi lagi membangunkan kak Sania, tetapi tetap saja tidak ada jawaban. Ku coba lagi untuk memanggil Kak Sania ketiga kalinya dan Akhirnya ada jawabannya juga.

Aku pun turun dari tangga dan melihat ke bawah kalau makanannya sudah siap untuk dimakan.

Kami tidak pernah makan duduk di atas kursi, jangankan itu mempunyai meja makan aja tidak punya. Namun aku tetap bersyukur apa adanya. Makan sambil lesehan di teras itu pun sudah cukup untuk kami. Perutku tidak sabar menahan aroma masakkan ibu, jadi bingung harus milih mana karena setiap kali ibu masak rasanya enak sekali. Bahkan jika makan diluar aku tak pernah habis, tetapi kalau makan masakkan ibu membuatku terus bertambah. Setelah semua keluargaku terkumpul kami makan bersama.

*****

Suara Imsyak telah terdengar di telinga. Ku membuka pintu rumah dan duduk di depan teras rumah. Ku lihat hanya keheningan dan kesunyian, derai angin yang dingin menyentuh kulitku, namun aku tetap berada di teras rumah. Tak lama kemudian ku lihat satu per satu seorang ibu yang lalu lalang pergi untuk belanja. Namun disisi lain ada orang yang lalu lalang untuk pergi ke Masjid melaksanakan sholat subuh. Aku hanya diam saja melihat mereka lalu lalang.

" Rensya ", suara seorang gadis cantik memanggil namaku dengan lembut.

" O..iya Feb ", baru saja sadar kalau ada temanku Febri.

" Pagi - pagi sudah bangun ya ", menghampiriku dan ikut duduk di sebelahku.

" hahaha iya sudah biasa bangun pagi ", menjawab sambil tertawa sedikit.

" Feb nanti joggingnya jadi kan ", bertanya sambil menoleh ke arah kanan.

" Iya jadi donk, kita nunggu sholat subuhnya selesai ", Febri menjawab dengan santai.

Satu per satu temanku sudah ada di depan rumahku. Padahal waktu itu matahari masih belum tampak di langit.

" Siapa aja yang ikut jogging ", tanya Rensya kepada teman - temannya.

" Kamu, Sofia, Ambar, Cindy, Shepti, jayanti, dan Aku ", jawab Febri sambil menghitung jari tangannya setiap menyebut nama kami satu per satu.

" Jadi tinggal nunggu Ambar sama Jayantinya yang belum datang ", tanya Rensya.

" Iya ", jawab singkat Sofia.

The feeling of heartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang