Halloooo ... #ngintipDariBalikTembok. Senyum manis ...
Apa kabar semuanya? Syudah lama sekali ya .... Mudah-mudahan semuanya dalam keadaan baik ya, karena Saya juga dalam keadaan baik. (Ini mau ngapain, sih? mau ngomong apa? Ya telorr ... Saya engga tau mau ngomong apa #mendadak gila) 😂Yaudah, langsung aja ya ReVi cap Telor unjuk pedang (?) setelah ratusan purnama terlewati 😂🔫🔫
======================
"Apa?" aku mendelik menatap Dan--teman seruanganku dibagian accounting--yang menatapku penuh selidik, disusul Selly, Ein dan Yue yang mendekat dengan mendorong kursi mereka, mengelilingi bagian depanku. Mereka mengelilingiku seolah aku tersangka pencopetan yang biasa terjadi di terminal. Kursiku bahkan ditahan oleh kaki kiri Yue sehingga tidak bisa menghadap mejaku melainkan menghadap mereka yang siap mengadiliku. Sialan!
"Apa, sih! Kalian kenapa? Kenapa menatapku seperti itu!" ucapku serak. Tenggorokanku sakit karena menangis semalaman. Mataku melotot ganas melihat mereka yang tak juga bergerak dari posisinya. Demi terong, kami baru saja selesai apel dan aku ingin istirahat sekejap sebelum memulai pekerjaan karena demi apapun berdiri selama setengah jam di bawah terik matahari membuatku lelah.
"Kembali ke kursi kalian! Sana!" usirku. Apa-apaan mereka! "Awasss, Yueee," keluhku berusaha melepaskan kaki Yue yang menahan kaki kursiku. Sialan! Kenapa tenaga dia kuat sekali? Aku menyerah saat tak juga bisa menyingkirkan kaki yue dan menatap mereka dengan ganas. Ya, Tuhann ... mataku sakit karena memaksakan untuk melotot dengan kondisinya yang bengkak. Hueee ....
Tangan Dan bergerak menunjuk wajahku, "Kenapa dengan wajah buruk rupamu itu?" tanyanya sarkas.
"Kambing, kalau aku si buruk rupa. Mukamu dibilang apa, hah?" aku membalasnya sengit. Cabeeeee ....
"Oh, tentu saja aku, Miss Dante, si Cantik rupawan!" Ucapnya bangga. Aku melotot mendengar jawaban dia yang terlewat percaya diri. Mengesalkan!
"Mata bengkak? Chek! Turtleneck? Chek! Rambut masih lembab? Chek! Wow ... Bitch," sambungnya kejam disusul ketiga lainnya yang menatapku dengan alis yang tertarik tinggi.
Dan sekejap kemudian aku menangis. Iya, manangis! Tentu saja. Bangcat. Bukan, bukan kerena kata terakhir dia. Karena demi apapun--aku sudah terbiasa dengan mulut cabe Dan--hanya saja aku tidak tahan dengan pagi yang buruk ini. Suasana hatiku buruk sedari semalam. Semuanya terasa mengesalkan di mataku, yang aku inginkan hanya menangis. Dan kenapa mereka tidak bisa membiarkan aku tenang sebentar saja, hah! Aku akan bercerita saat suasana hatiku sudah lebih tenang.
"Yaelah ... anak ayam nangis," Selly memutar bola matanya malas. Dia menjalankan tangannya mencubit kedua pipiku yang langsung aku tepis. Mereka memang tidak sabaran!!
Aku menangis tersedu, ingatanku melayang mengingat peristiwa semalam.
"Renooooooo?" Dengan tidak sabar aku menyibak selimut yang menyelimutiku. Ingin turun dari ranjang sebelum kembali terhempas ke tempat tidur akibat rasa pusing yang menyerangku. Pusing! Kepalaku seperti berputar-putar. Dan badanku terasa remuk. Remuk dan puas. Oh, sialan!
Rasanya aku mau menangis.
Reno muncul dengan wajah paniknya yang membuatku ingin melempar wajahnya dengan batu.