"Kamu tuh kenapa si, I?" Adit mengikutiku masuk ke kamar kosan diikuti Saras dan Bastian. Dengan emosi yang masih meninggi, aku menatap Adit dengan tatapan kesal.
"Apa?" balasku singkat.
"Kenapa kamu malah belain si Arka itu? Kenapa, I? Kamu masih cinta? Ngga terima Arkanya aku pukul begitu? Iya? Iya?"
Aku diam saja.
"Jawab, I. Jawab!" volume suara Adit semakin meninggi, ia berusaha mengintimidasiku tapi aku, aku malah menatapnya dengan menantang.
"Tapi ngga gitu caranya, Dit!" tak kalah, aku pun berteriak di depan Adit, "kamu tahu ngga apa yang kamu lakuin tadi tuh malah membuat aku merasa bersalah dan ngga enak sama Arka? Dan kamu, kamu Dit. Bikin aku jauh lebih susah ngelepasin Arka! Kamu paham ngga si Dit?"
"Tapi dia emang pantes dapat pukulan, I. Dia udah bikin kamu susah!" Adit masih saja menimpali ucapanku.
Aku menarik napasku dalam-dalam. Aku hanya kecewa saja dengan sikapnya Adit yang tadi, walau bagaimanapun ia tidak seharusnya melakukan itu pada Arka atau pada siapapun.
"Kamu pikir kamu jagoan dengan mukul dia buat aku? Kamu pikir aku senang dengan kelakuan kamu yang tadi? Ngga gitu, Dit. Ngga gitu caranya." suaraku memelan, menatap Adit bergantian dengan Saras dan Bastian yang sejak tadi diam saja.
Adit meremas rambutnya kasar, "Oke. Oke. Aku pamit, I. Aku balik ke Jakarta." ucapnya yang langsung pergi begitu saja dari hadapanku.
Adit menutup pintu kosanku kasar yang membuat Saras terkejut. Aku sudah duduk di lantai, bersandar tembok dan merebahkan kakiku sambil mengatur emosiku yang membuncah.
"I...."
Pandanganku mengarah pada pintu yang baru saja dibuka, Adit.
"Aku minta maaf." katanya yang masih berdiri di depan pintu.
Aku menarik napasku lagi, "minta maaf sama Arka." ucapku pelan yang aku yakin itu masih bisa didengar oleh Adit.
Wajah Adit kembali berubah, ia menunjukkan wajah yang sama saat ia berhadapan dengan Arka. Marah dan penuh kebencian.
"Oke! Oke! Aku bakalan minta maaf sama Arka! Oke, I. Aku pergi." Adit kembali menutup pintu kosanku kasar dan pergi begitu saja.
[.]
Aku terbangun dengan mata perih, hidung tersumbat dan kepala yang sedikit pusing. Haruskah aku menyalahkan Adit? Ah, tidak. Harusnya aku menyahlakan kedatangan Arka yang mendadak, yang membuatku seperti ini.
Teng!
Ponsel di sampingku berbunyi menandakan ada sebuah pesan yang masuk. Dengan gerakan lamban, aku membukanya.
Arka : I, aku masih di Bandung. Kamu mau ke pvj nanti sehabis pulang kerja?
Wajahku mengerut. Arka masih sama saja seperti yang kukenal, tak tahu diri. Setelah ia mencampakkanku, ia tak pernah malu untuk kembali lagi datang padaku.
Ah, aku tertawa.
Tapi tunggu, sepertinya aku lupa. Bahwa kemarin setelah Adit memukulnya, aku menghampiri Arka dan mengobati lukanya dengan tanganku sendiri.
Apa Arka salah mengartikannya?
Begini nih, kalau kanebo di kasih nyawa. Ah, aku ingin berteriak saja.....
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Atas Batas
ChickLitKau percaya seseorang; Kau berikan hatimu padanya dan apa yang dia lakukan?