1. Ranaya in Nalaya

61 5 1
                                    

Gadis ayu bertubuh mungil dengan hidung bangir dan mata bulat itu melompat riang, dia diterima menjadi tim sukarelawan pada sebuah kapal besar. Kapal itu berlayar menuju desa-desa kecil yang jauh dari kota. Mereka terdiri dari tenaga medis, pengajar, keamanan, koki dan lainnya. Gadis cantik itu sangat girang, pasalnya menjadi sukarelawan adalah impiannya sedari kecil.
"Packing, packing, packing!" Ranaya berkemas, besok dia meninggalkan kota kelahirannya. "Uh akhirnya gue bebas!" Ucapnya penuh kelegaan, "Besok gue jadi manusia paling bebas, mereka gak akan ngekang dan ngatur hidup gue lagi, hore!" Jeritnya gembira.

Ranaya anak bungsu, kakak-kakaknya semua lelaki dan mereka sangat posesif sama seperti sang Ayah. Ranaya tidak punya jam malam, Jam 6 petang dia diharuskan berada di rumah. Hanya ibunya yang mengerti jiwa bebasnya, keinginananya untuk berkeliling dunia, menyapa saudara-saudara dibelahan bumi lainnya.
"Kamu udah packing nak?" Tanya Hana pada putrinya itu.
"Iya dong bu, besok kan Nana berangkat." Ucapnya girang.
"Kakak-kakak dan ayahmu pasti tidak setuju."
"Mangkanya ibu jangan kasih tau mereka, terutama bang Randi." Ancamnya, "Nana capek dikekang terus gak boleh ini itu! Lagian Nana di sana kerja bukan main-main." Curhatnya.
"Tapi na, setidaknya kamu izin dulu nak!" Nasihat ibunya.
"Nana gak mau bu, ini impian Nana sejak kecil, mereka pasti akan melarang Nana mati-matian, jadi ibuku yang cantik tolong restui Nana untuk berangkat, mengenai mereka Nana akan menelvon ketika sudah sampai.

Pulau Nalaya adalah pulau kecil dikelilingi lautan. Pusat kotanya juga bernama Nalaya, kota hangat dan juga cantik. Ranaya baru saja tiba di pulau yang akan menjadi tempat tinggalnya saat ini, dia begitu terkagum-kagum dengan kecantikan kota Nalaya. Ranaya menuju sebuah desa di sanalah pelabuhan kapal, tempat Ranaya akan menjalani hidup, Desa Salawa namanya.

Kapal bertuliskan Nalaya itu berdiri gagah. Ranaya langsung menuju ke arahnya dan langsung jatuh cinta. Membayangkan hidup di kapal selama dua tahun kedepan membuatnya tersenyum, "Akhirnya aku bebas!" Jeritnya tertawa.

"Permisi, saya Ranaya Pubianti, kemaren saya diterima menjadi relawan di kapal ini." Ucapnya kepada seorang pria dengan baju seperti tentara.
"Mari ikut saya!" Ajak pria tersebut, Ranaya mengikuti pria yang bernama Sanda tersebut. "Kau tahu pulau ini sangat tidak aman! Sering terjadi serangan mendadak karena ada negara yang memperebutkannya." Beritahu Sanda, Ranaya mengeleng.
"Kami membutuhkan relawan jika tiba-tiba ada serangan dan membuat pulau ini terancam." Jelasnya kemudian.
"Kapal ini gunanya untuk memantau pergerakan musuh yang mencoba merebut pulau kami."
"Oh begitu!" Ranaya menganguk pura-pura mengerti.
"Nah ini ruanganmu," Tunjuk lelaki itu, "Kami membutuhkanmu di sini sebagai psikolog untuk mensuport dan memberikan dukungan moril pada para korban. Sejujurnya tenagamu tak terlalu diperlukan, karena yang terpenting adalah tenaga medis, keamanan dan juga pengajar." Ucap Sanda jujur.
"Namun, kami tetap membutuhkanmu."
"Kenapa kalian butuh tenaga pengajar?"
"Setiap tiga hari sekali, kapal ini akan menuju desa yang minim pendidiknya dan di sanalah mereka di butuhkan." Ranaya menganguk, melihat ruangannya.
"Aku bukan orang penting ternyata!" Batinnya berguman.

Sanda mengantarkan Ranaya ke kamar perempuan itu, ternyata itu adalah sebuah ruanganyang berisi dari puluhan ranjang dan loker. "Hallo semuanya!" Ucap Sanda membuat para gadis di sana menjerit.
"Sanda ini wilayah kami, lelaki tidak boleh masuk."
"Oh, maafkan saya. Saya hanya mengantar dia." Sanda menunjuk ke arah Ranaya.
"Dia mengantikan bu Hesti dan kuharap kalian bisa menerimanya dengan baik.
"Hallo siapa namamu?" Ucap perempuan berkerudung itu.
"Aku Ranaya Pubianti, panggil saja Rana."
"Kenalin aku Tania." Perempuan itu tersenyum ramah menyambut tangan Ranaya.
"Ayo ikut aku! Aku tunjukan di mana ranjangmu." Ajaknya menarik tangan Ranaya.

Malam datang kapal itu sejak tiga jam yang lalu, sang kapten membawa kapal ke sebua pulau yang lebih kecil dari pulau Nalaya, pulau Sadara namanya. Pulau ini tidak berpenghuni namun menyimpan berjuta keindahan. Sang kapten ingin mengajak semua penghuni kapal berlibur ke pulau tanpa penghuni itu. "Kapt, kenapa kita ke pulau itu?" Tanya Handa bingung dengan tingkah kaptennya, mereka kan harus mengawasi orang yang akan menyerang pulau Nalaya.
"Karena saya ingin."
"Tidak bisa begitu kapt?"
"Kenapa?"
"Kapt kita harus ke desa Salaya mereka sedang membutuhkan kita."
"Tidak, kita harus ke pulau Sadara, di sana mereka juga membutuhkan kita."
"Pulau itu tidak berpenghuni kapt?" Debatnya.
"Mereka ada, mereka perlu bantuan kita."
"Kapt pulau itu bahkan tidak perna ada yang datang."
"Kita harus ke sana!" Putusnya, "Aku hanya akan membawa beberapa orang, sisanya kalian kembali lagi ke Nalaya."

Kapal itu berlabuh di pulau Sadara, Adam Sena mengeluarkan mobil jenis bus yang besar dari dalam kapal. Mobil itu telah di sulap menjadi sebuah barak. Terdiri dari beberapa ranjang tingkat dua dan beberapa kursi, ada juga loker yang telah diisi dengan persedian makanan dan kebutuhan lainnya. Adam memerintahkan Handa untuk memilih siapa saja yang akan ikut dengannya berkelana menjelajahi pulau Sadara. Adam juga mengeluarkan mobil berjenis bus mini yang juga telah di sulap menjadi sebuah rumah minimalis.

Beberapa orang pilihan Handa untuk mengikuti jejak kaptennya mengelilingi pulau tak berpenghuni ini berkumpul dan turun dari kapal, mata Adam melirik perempuan yang baru pertama kali di lihatnya. Jantungnya berpesta, senyumnya mengembang, Adam terpesona pada sosok mungil itu.
"Pak, bapak saja yah yang nyetir!" Perintahnya kepada pria bernama Safran itu, dia juga menyuruh Safran memimpin perjalanan mereka tentu dengan arahannya secara diam-diam. Tujuan Adam telah berubah, kedatangannya ke pulau ini untuk mendekati gadis yang telah di klaim menjadi miliknya.

Setelah semua mendapat arahan dari Handa, Ranaya mengikuti pria tampan itu menuju truck Tentara, iya itu memang truck Tentara yang akan mengangkut mereka menuju tempat yang disebut Adam membutuhkan bantuan dari mereka.

Mereka yang terdiri dari tenaga medis menaiki truck tersebut begitu juga dengan Ranaya dan Handa juga beberapa rekannya.
Ranaya hanya berbicara dengan Handa, karena cuma lelaki itu yang di kenalnya. Dia hanya memberikan senyum kepada wanita dan pria berjas putih itu. Truck itu belum juga berjalan, seseorang lelaki yang membuat semua orang menunduk hormat menaiki truck tersebut dan mengusir Handa dari tempatnya.

Ranaya kesal, Handanya berpindah dan lelaki tengil itu duduk disampingnya. "Hallo cantik," Sapanya tersenyum sambil mengulurkan tangan. "Kenalin aku Adam, calon suamimu!" Ucapnya terkekeh, Ranaya bergedik jijik.
"Nama kamu siapa?" Tanyanya kepo.
"Kok aku baru lihat?" Kedua tangannya di tompang ke dagunya menatap lekat Ranaya yang mulai risih.
"Kok diem aja? Kamu bisu yah?" Godanya.

Truck sudah berjalan menembus hutan pulau Sadara, "Kamu tahu gak di sini banyak binatang buasnya loh." Cerita Adam yang tidak sama sekali di hiraukan oleh Ranaya.

Sementara Handa sendiri terkikik geli melihat Kaptennya yang sedang modus mendekati Ranaya, "Dasar kapt playboy." Ucapnya dalam hati, "Semoga Rana tidak tergoda!"

"Cantik pulau ini angker loh!" Adam memancing Ranaya untuk berbicara.
"Ternyata kamu memang bisu!" Ucapnya mulai kecewa tak dihiraukan gadisnya.
"Atau jangan-jangan kamu tuli yah?"
"Apaan sih berisik!" Suara emas Ranaya akhirnya keluar.
"Maaf ya bu-ibu, pak-bapak orang di samping saya rada gila." Mereka memandang Adam takut.
"Iya cantik aku gila akan pesonamu!" Ungkap Adam tersenyum sangat manis.
"Mudah-mudahan mbak itu tidak tergoda!" Ucap seluruh penumpang itu dalam hati.

Bersambung....

Nalaya HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang