“You watch the news?”
“What news?”
“Everybody talk about it, duh.”
“Go take a look. I’ll broadcast y'all the video of Kiernan Biershka kiss a girl!”
“Ewh, she is so gross. I’ll never talk to her again.”
“Who’s that brunnette girl? They two are disgusting.”
“Don’t be gay, sweetheart. Nobody will accept you.”
Aku merogoh beberapa barang yang ada di dalam lokerku sambil mendengar percakapan yang menyeruak di sepanjang koridor. Oh, Kiernan, bathinku. Kumasukkan barang-barang itu ke dalam tasku. Aku mendongak sekilas dan menyadari wajah kesal Kiernan kini tertuju padaku dari kejauhan. Aku mendengus lalu segera menutup resleting tas dengan tidak memedulikannya. Dari ekor mataku terlihat gadis pirang yang menjadi topik pembicaraan itu tengah berjalan cepat mendatangiku. Orang-orang terus melemparkan sindiran kepadanya.
“WHAT THE FUCK!”
Kiernan memukul loker yang berada di sebelahku dengan nada yang sangat marah. Oh, aku sudah tahu ia akan melakukannya.
“Owh, man! Now we know where the hell we got this hella trash from! Xander! Xander! Xander!” Seru Jax disambut sorakan meriah dari yang lainnya dengan riang dan gaduh. Kurang ajar.
Dengan santai aku menutup lokerku lalu menguncinya kembali tanpa memandangnya. Aku bergegas membalikkan badan untuk meninggalkannya. Namun, ia mendahului selangkah lebih maju dariku sehingga ia menutup akses jalanku. Aku terdiam dan mengedarkan pandangan sambil mendengus pendek.
Masih dengan wajah dingin dan kedua tangan tersimpan di saku celana, aku memajukan kepala ke arah daun telinganya dengan tenang, “I don’t fucking care what people think about me, eh?” ujarku berbisik, mengikuti nada bicaranya pada Bridgett kemarin. Dadanya kini naik-turun, menandakan pitam.
“Bastard! I fucking told you not to get involve in my life!”
BUG!
Ia melayangkan tinjunya dengan keras pada tepi bibirku. Ouch, harus kuakui pukulannya cukup menyakitkan untuk porsi perempuan. Aku menahan rasa perihnya dengan menggigit bibirku sambil mengerlingkan bola mata. Lidahku merasakan sesuatu yang pahit, oh bibirku berdarah. Aku mendengus kasar dan melemparkan tawa miring padanya.
“I don’t even fucking care with your own mess. Go to hell.”
Melihat responku yang menusuk, ia menggertakkan deretan gigi-giginya dengan rahangnya yang tajam. Wajahnya benar-benar merah padam. Mata kami terkunci satu sama lain. Aku menatap mata birunya dengan intens. Tidak ada percakapan lagi antara kami berdua. Tiba-tiba bel sekolah berbunyi menandakan jam pelajaran akan dimulai.
“You’re gonna pay this, Xander Gallavan.”
Ucapnya memajukan kepalanya ke hadapan wajahku. Jarak kami hanya beberapa sentimeter. Aku membalasnya dengan tersenyum miring. Detik selanjutnya ia mengalihkan pandangannya dan bergegas pergi sambil menabrak pundakku dengan kasar. Ia sudah tidak menghalangi jalanku lagi, jadi aku melanjutkan langkahku.
“Kiernan Biershka, come to my office. Right now.”
“Fuck!”
KAMU SEDANG MEMBACA
perks of being bi
Novela JuvenilKiernan Biershka, gadis sosiopat berusia 18 yang merupakan biseksual dan menganggap tidak ada satupun lelaki yang pantas untuknya. Sebuah masalah menjeratnya mengenai pengakuan itu dan menyeret Xander yang menjadi suspek utama permasalahan gadis itu...