written by xoloshev
Dihari pertama Riana datang untuk melakukan koas, ia bertemu dengan Professor Kim-dokter pembimbingnya, lalu berkunjung ke bangsal psikologis, dan tidak sampai satu jam, Riana telah kembali ke ruang koas yang demi Tuhan hanya miliknya. Ia beruntung calon dokter psikologis sepertinya tidak selalu ada banyak disetiap tahun.
Dan bagian paling menyenangkannya adalah, dokter koas psikologis punya ruangan sendiri. Jadi, Riana tidak perlu sungkan untuk merebahkan tubuhnya disofa ruangannya ini.
Riana bersyukur , setidaknya pilihannya untuk menjadi dokter khusus psikologis tidak sepenuhnya melelahkan. Buktinya, disaat para koas yang lain melewatkan makan siangnya dengan sibuk mengurus pasien, Riana justru sedang mengobrol dengan lelaki pujaannya lewat media sosial.
'Jangan pikirkan aku, pikirkan saja koasmu. Aku akan menyusulmu dua bulan lagi. Pastikan kau tidak membuat masalah dihari pertamamu koas Riana Kim.'
Senyum Riana mengembang setelah membaca pesan singkat dari Jongin.
'Iya Jonginku sayang, tidak perlu khawatir. Cepat kemari ya. Aku merindukanmu'
Tidak butuh waktu lama ponsel Riana kembali bergetar, kali ini nama Professor Kim tercetak jelas dilayar.
"Ne proffesor?"
".."
"Ne?.... Ah Ne....aku akan segera kesana."
.
.
.
Riana tak henti-hentinya menebarkan senyum manisnya sepanjang lorong rumah sakit dan menyapa beberapa perawat yang ia temui. Stileto hitamnya terdengar beradu dengan lantai marmer rumah sakit. Membawa langkah anggunya berjalan menyusuri lorong dan berhenti diujung,didepan pintu bercat cokelat sangat tua. Ia mengetukknya beberapa kali hingga terdengar sautan dari dalamnya. Riana berjalan masuk dengan sedikit merapikan penampilannya.
"Kau sudah datang Riana Kim?." Prof Kim bangkit dari sofanya dan berjalan menyambut Riana. Membawa Riana untuk duduk di salah satu sofa.
"Riana ini Oh Hyunso sahabat baikku."
Riana tersenyum menyambut uluran tangan laki-laki itu "Riana Kim, senang bertemu dengan anda Tuan."
"Ah, iya Prof Kim." Riana tersenyum sangat manis membalasnya "Jadi, ada apa professor memanggil saya?."
Kali ini senyum lelaki paruh baya itu semakin mengembang, ia menatap pria disampingnya seraya mengangguk mengisyaratkan sesuatu.
"Dia yang kupercaya bisa membantu putramu sembuh." Ucap Prof Kim.
Riana sadar bahwa itu bukan jawaban dari pertanyaanya. Tapi sudah cukup membuat Riana tau apa maksudnya. Tapi Riana mencoba untuk tidak terlalu percaya diri.
Pria itu menggangguk dan tersenyum kepada Riana "Terima kasih."
"Ma-maaf profesor. Bisa jelaskan kepada saya?".
Sontak kedua pria itu terkekeh. "Aku percayakan dirimu untuk menjadi psikiatri pribadi putra Oh Hyunso, sahabat baikku ini."
Riana menutup mulutnya tidak percaya "Be-benarkah Profesor?."
"Kau tidak mau?".
"Tidak- ah maksudku tentu saja aku tidak mungkin menolak. Ini impian saya sejak lama. Terima kasih karena telah memercayakan kepada saya Professor." Riana bangkit dari duduknya dan membungkuk beberapa kali pada kedua laki-laki itu."Sekali lagi terima kasih Profesor Kim, dan Tuan Oh Hyunso."
Kedua pria itu mengangguk dan ikut tersenyum melihat seberapa cerahnya senyum yang ditebar oleh Riana
"Kau bisa memulainya besok." Profesor Kim menyerahkan amplop cokelat dan dengan sigap Riana menerimanya.
Riana mengangguk antusias, ia mengeluarkan notes kecil yang selalu ia bawa disakunya dan menuliskannya menjadi sebuah catatan kecil.
"Aku akan mengirimkan alamatnya lewat pesan besok pagi, sekarang kau bisa pulang untuk siap-siap."
Riana kembali termangu menatap haru kedua pria paruh baya yang telah berbaik hati padanya."Terima kasih banyak Profesor Kim dan Tuan Hyunso" Riana menyeka air mata yang menggenangi pelupuk matanya.
"Ya Tuhan kau menangis?" Hyunso meraih kotak tisu disampingnya kemudian mengangsurkan pada Riana. Riana menyambutnya dengan terkekeh "Kalau tidak mau tidak apa nona. Kami tidak memaksa."
Riana menggeleng "Aku terharu tuan, aku tidak menyangka langkahku menjadi dokter sudah diujung mata." Kemudian menatap tulus Oh Hyunso "Terima kasih". Ucapnya sekali lagi. Bahkan Riana tidak tau harus berkata apa lagi selain Terima kasih untuk mewakili kebahagiaannya itu.
Hyunso bernafas lega, "Aku yang seharusnya berterima kasih Riana. Kuharap kau bisa sembuhkan putraku." Ia balik menatap netra Riana. "Dan kurasa kau bisa."
Riana tersenyum lagi. "Aku akan berusaha." Ujarnya seraya bangkit dari duduknya "Terima kasih sekali lagi Profesor dan Tuan, aku permisi". Riana sempat membungkuk sebelum menghilang dari balik pintu.
"Kau membawa orang yang tepat terima kasih banyak Juno-ya."
.
.
.
TBC
Aku masih kasih tahu, karena ini ff kolaborasi, untuk part ganjil aku yang buat sedangkan part genap yang buat jadi voment juga di akun dia ya...
Tapi di akun ini jangan lupa buat voment juga okee
KAMU SEDANG MEMBACA
Chained Up
FanfictionSetiap orang memiliki kenangan dan memori mereka masing-masing. Lantas apa itu kenangan?. Kalau menurut gadis bermata hazel, kenangan itu bagaikan setumpuk permen kapas yang indah. Lembut, dan manis. Lalu, kau terlalu larut dalam keindahan yang dibe...