Partner -4

5.7K 83 7
                                        

Aku berjalan ke ruang tamu dengan malas, niatku untuk berjalan-jalan di hari ini terganggu oleh kedatangan bule kampung yang sangat buruk. Menyebalkan memang.  Padahal aku sudah berencana membeli kopi di cafe langgananku dan pergi ke perpustakaan kota untuk membaca beberapa buku.

Aku meletakkan minuman yang kubawa tadi di meja dengan keras, membuat si bule terkekeh melihatnya. Dengan kesal aku memandangnya tajam.

"Eassy man eassy!" sahutnya dengan logat Australia nya. Aku hanya bisa menghela nafas kasar dan duduk disampingnya.

"Kau semalam 'bermain' dengan Hyunjin?" tanyanya sambil melihat kepadaku. Aku memilih mengabaikan ucapannya dan sibuk menonton acara kartun favoritku.

"Heyy aku bicara padamu sialan!" ucapnya jengkel sambil menoyor kepalaku membuat emosiku kembali memuncak.

"Kenapa kau sangat-sangat menyebalkan sih?" lagi, ia berkata dengan nada kesalnya.

"Sudah tahu aku menyebalkan, mengapa kau masih mengajakku bicara bastard?!" tanyaku malas yang hanya dibalas cengiran oleh si bule.

Ahh, apakah aku sudah memberitahu kalian siapa nama bule itu? Sepertinya belum. Maaf. Mari kita bahas sedikit siapa bule yang kumaksud.

Namanya Felix, Lee Felix. Pemuda asal negeri kangguru. Dia lebih tinggi dariku, dan sedikit dibawah Hyunjin. Statusnya adalah my ex man. Namun kini kami bersahabat, bahkan kami sudah terlihat seperti keluarga. Ia digilai perempuan di kampus karena wajahnya yang tampan. Selain itu, suara husky nya mampu membuatmu basah sebelum melakukan apapun. Haha hiperbola sekali.

"Kau melamun queenka." ucapannya mengintrupsi lamunanku.

"Aku tidak melamun. Hanya berpikir."

"Memangnya apa yang mampu dipikirkan oleh manusia ber IQ monyet sepertimu huh?"  ucapnya lagi-lagi sambil menoyor kepalaku.

"Sialan kau Lee! Biar begini otakku masih bisa jalan tak seperti otakmu yang sudah macet, berdebu, bahkan aku tak yakin otakmu masih ada di kepalamu. Siapa tahu kan otakmu sudah menciut lalu berubah menjadi gas."

"Fuck you."

"Sudah to the point saja. Ada urusan apa kau kesini?" tanyaku mencoba mempersingkat waktu agar aku masih bisa membeli kopi hari ini.

"Aku diusir."

Ha? Kali ini diusir oleh siapa si bule kampung ini? Betty? Atau Eunbi? Atau mainannya yang lain? Dasar playboy cap kadal. Menyusahkan saja.

"Oleh mainanmu?" tanyaku memperjelas informasinya.

"Kasar sekali jika kau menyebut mereka mainan." Felix terkekeh sembari meminum jus yang aku sajikan tadi.

"Pada faktanya mereka hanya mainanmu. Kau hanya mencoba mencari kesenangan dari mereka." jelasku sambil memutar mata malas.

"Oke oke terserah padamu baby."

"Back to the topic kau diusir oleh siapa?"

"Oleh ayahku. Keren bukan?"

Hell! Apakah asumsiku benar soal otaknya yang sudah berubah menjadi gas? Mengapa ia bisa mengatakan hal semacam itu keren? Dan lagi kenapa ia bisa diusir dari rumahnya?

"Lalu mengapa kau kesini? Kau pikir rumahku tempat penampungan gembel huh?"

Bibir ranumkupun akhirnya menerima tepukan sayang dari tangan Felix. Aku merenggut lalu memegang bibirku dengan kedua tanganku dan menatapnya tajam seolah-olah mataku dapat mengeluarkan laser.

"Sakit sialan!"

"Alay sekali kau bocah."

Aku membalas hinaannya dengan pukulan pada lengan kekarnya. Ohh dapat aku rasakan bicept nya yang lumayan besar.

"Kenapa kau bisa diusir? Kau menghamili ibumu?"

"Aku tidak sekeji itu bangsat."

"Lalu?"

"Aku ketahuan sedang sakau di rumah. Dan aku lupa jika ayahku akan pulang hari ini. Aku langsung ditarik olehnya ke kamar mandi lalu kepalaku dimasukan kedalam bathtub yang sudah berisi air hingga aku sesak nafas."

Aku diam. Tidak menyahuti ceritanya. Karena Felix pasti mengerti bahwa aku tengah menyimak curhatannya.

"Aku pikir aku akan mati tapi dengan segera ayahku menarik keluar kepalaku dan menghempaskan badanku ke bawah. Rasanya sakit terbentur ujung dinding."

Sekarang ia tengah mengelus-elus daerah punggungnya sembari meringis. Sepertinya lukanya lumayan serius. Nanti saja aku obati.

"Lalu ia mencaci makiku, membentakku sampai ibuku terbangun. Ia menghampiriku dan bertanya ada apa namun ayah menahan ibu sampai ibu terjatuh. Aku marah, tentu saja. Tidak ada yang boleh menyakiti ibu. Aku bangun dan segera memukulnya sampai jatuh terkapar. Lalu meninju wajahnya."

Sadis sekali anak ini. Seharusnya Felix tetap ingat bahwa ayahnya lah yang sudah menyumbang sperma di rahim ibunya.

"Ibu menahanku lalu membantu ayah bangun. Ayah menatapku nyalang lalu mengusirku dari rumah. Tanpa berpikir panjang aku mengambil handphone, kunci mobil, dompet, jaket lalu segera pergi kesini."

Ucapnya sembari tersenyum. Aku tahu ia tengah tak tenang sekarang. Terbukti karena ia sedari tadi memainkan tanganku dengan kedua tangannya.

"Kau membawa dompetkan? Kenapa tak pergi ke hotel bangsat!" ucapku berteriak membuat ia terkekeh.

"Haha menumpang di apartemen mu saja sudah cukup."

Aku menatapnya malas lalu berjalan kearah dapur dan mengambil kotak first aid ku. Dan kembali ke ruang tamu. Felix menatapku bertanya membuatku memutar kembali bola mataku. Sepertinya otaknya benar-benar hilang.

"Sudah aku akan mengobatimu."

"Sekarang buka bajumu, aku tahu itu luka."

Ia pun mengangguk patuh dan melepas jaketnya, disusul kaos putih tipisnya. Dapat aku lihat bercak darah menempel di kaos putih bagian belakangnya.

Setelah kaosnya terbuka aku menatap luka itu tak percaya. Mengapa Felix bisa santai bersandar pada kepala sofa dengan luka di punggungnya? Dan lagi lukanya lumayan panjang dan dalam.

Aku pun langsung mengobati lukanya. Agar tidak infeksi.











Tbc
Vomment juseyoo ~

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Partner? || Hwang Hyunjin (NC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang