Luka #5

20 5 1
                                    

Kecewa - Bunga Citra Lestari

*

ANIN :

Aku terbangun dari tidurku dengan mata bengkak dan sedikit menghitam. Bersyukurnya aku, karena Kaelin memilih tidur di kamar tamu. Aku tak ingin Kaelin mengetahui kekalutan yang sedang aku rasakan sekarang.

Seolah keberuntungan memang sedang berpihak padaku, semalam ibu mengirim pesan singkat yang berisi tentang ibu yang tidak bisa pulang karena sudah terlalu malam. Jadi aku tidak perlu ambil pusing dengan ribuan pertanyaan yang akan ibu berikan kepadaku saat melihat keadaanku yang sangat kacau.

Tengkukku terasa sakit, mungkin karena aku tidur dengan posisi yang tidak tepat. Begitu juga hati dan perasaanku, perih tak terkira. Apakah ini yang namanya sakit karena patah hati? Jika memang benar, maka aku dulu tidak ingin merasakan yang namanya jatuh cinta bila akhirnya seperti ini.

Mataku meneliti sekitar. Matahari masih malu-malu menampakkan dirinya. Ternyata masih pukul lima pagi. Kaelin pasti masih pulas tertidur. Ponsel yang aku letakkan di nakas di samping ranjang berdenting halus. Setelah membuka lockscreen ponsel, aku mengecek notifikasi yang masuk selama tertidur. Ada dua pesan dari ibu, puluhan pesan dari grup kelas, dan lima pesan dari seseorang yang sedang aku hindari untuk saat ini. Siapa lagi kalau bukan Keanan Mahardika. Tapi hati tak bisa bohong bukan? Jemari tanganku menari membuka pesan dari Keanan.

Keanan Mahardika: Anin pasti udah liat postingan Syifa kan? Itu semua gak bener. Anan bisa jelasin ke Anin kalo Anin mau.

Keanan Mahardika: Anin marah?

Keanan Mahardika: Anin please bales. Anan jadi gak enak hati sama Anin. Syifa itu cuma lawan main Anan di film yang Anan mau bintangin. Anan gak ada hubungan lebih dari itu.

Keanan Mahardika: Nin, maaf. Maafin Anan.

Keanan Mahardika: Anin?

Read.

Aku mengbuang nafas secara kasar beberapa kali. Untuk apa Keanan sebegitunya peduli dengan perasaanku? Memang siapa aku di dalam hidup seorang Keanan? Oh, hanya sahabat.

Hanya sahabat.

Keanin Arista: Anin udah liat. Bagus dong kalo Anan udah punya pacar, Anin ikut seneng dengernya. Lagipula Syifa itu cantik. Dan kalo sepengelihatan Anin, Syifa itu baik. Anin gak marah kok. Untuk apa Anan jelasin sesuatu yang gak seharusnya kita permasalahkan? Sebagai sahabat pesen Anin cuma satu, fokus sama karier Anan di Jakarta, Anin selalu dukung dari Jogja.

Send.

Gedoran cukup keras datang dari pintu kamarku. Setelahnya pintu dibuka secara paksa dari luar. Siapa lagi kalau bukan Kaelin. Dengan rambut acak-acakan, air liur yang hampir mendekati telinga, dan belek di ujung matanya sudah pasti dia masih belum sepenuhnya sadar. Istilahnya lagi ngumpulin nyawa.

Kaelin berjalan mendekatiku sambil menguap lebar pertanda ia masih mengantuk. "Semalem aku tidur jam berapa ya? Kok rasanya masih ngantuk banget. Mata kayak ada lemnya."

Aku hanya bisa tersenyum seadanya. Memang tadi malam kami tidur terlalu larut karena asik bercerita. Ralat, Kaelin asik bercerita dan aku hanya mendengarkan sambil termenung. Mungkin sekitar pukul sebelas malam atau lebih, entahlah. Aku berjalan meninggalkan Kaelin yang sekarang duduk di kursi berlajarku untuk menuju kamar mandi. Ini hari Selasa dan aku harus sekolah.

"Ayo siap-siap. Nanti telat ke sekolah."

*

ANAN :

Kita Yang Berbagi LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang