Luka #7

13 1 0
                                    

Pupus - Dewa 19

*

ANIN :

Kerlap-kerlip lampu lampion memenuhi manik mataku malam ini. Banyak pasangan muda-mudi yang sengaja datang ke sini untuk menikmati malam berdua. Beberapa dari mereka juga ada yang datang hanya untuk menghabiskan waktu senggang untuk berfoto di objek-objek foto yang telah disediakan. Keramaian seperti ini membuatku agak sulit bergerak dan bernafas lega. Aku, yang terbiasa berlindung pada sepi dan diselimuti rasa takut akan sendiri pun akhirnya merasa tak nyaman.

Sekarang aku sedang duduk sendirian di antara hiruk pikuk keramaian. Tentunya aku sedang menunggu seseorang. Katanya ia ingin membeli sesuatu untuk dinikmati sepanjang berkeliling tempat ini. Dia juga menambahkan bahwa dia mulai bosan dengan apa yang kami lakukan, maka dari itu ia memutuskan untuk pergi membeli sesuatu itu.

Omong-omong, yang ia maksud dengan "apa yang kami lakukan" adalah berjalan berdua tanpa saling membuka pembicaraan. Kami berdua saling bungkam. Seperti yang kalian ketahui, aku bukanlah orang yang mudah akrab dengan orang lain. Dan sepertinya juga Kak Kyle sadar akan hal itu. Dia seakan tak ingin memaksaku langsung akrab dengannya.

Disaat sendirian seperti ini terkadang aku memikirkan banyak hal yang aku alami akhir-akhir ini. Sekarang bayangan tentang aku yang kaku di hadapan Keanan adalah hal yang terpintas di otakku. Itu masalahnya. Selama ini aku tak pernah berpikiran untuk membuat Keanan merasa asing di hidupku. Itu terjadi begitu saja. Belum lagi pikiran aneh lain yang hinggap begitu saja di pikiranku. Tentang Keanan yang berpapasan dengan Kak Kyle. Rumit sekali untuk membuat semuanya tanpak mudah.

Banyak spekulasi yang bermunculan, antara aku, Keanan dan Kak Kyle. Pertama, Keanan akan berpikiran bahwa aku menjauhinya karena sudah ada Kak Kyle yang menggantikan posisinya di hidupku. Kedua, Keanan akan mengerti situasi bahwa aku memang membutuhkan teman bersosialisasi selain dirinya. Ketiga, kedua spekulasiku sebelumnya salah. Keanan malah berpikiran bahwa aku adalah cewek aneh yang memanfaatkan dua laki-laki sekaligus. Oke, otakku semakin ingin pecah.

Terdengar derap langkah kaki mendekatiku. Aku mendongak, mendapati Kak Kyle yang sedang berjalan kemari dengan dua es krim di tangannya. Satu rasa cokelat dan satunya lagi rasa stroberi. Dia menyodorkan es krim stroberi ke arahku, bermaksud menawarkan. Aku menerimanya, walau dengan perasaan gugup setengah mati. Biar kuperjelas disini, aku menerima es krim yang diberikan Kak Kyle bukan karena aku suka dengan es krimnya, melainkan karena aku tak enak hati bila harus menolak. Yah, seperti yang sudah sudah.

Aku sama sekali tak menyukai apapun yang berbau stroberi. Baik itu makanan, minuman, atau benda sekalipun. Menurutku stroberi itu palsu. Tampak luarnya sangat lucu, tetapi saat dimakan rasanya kecut. Persis seperti manusia, kan? Nah, satu-satunya orang yang tahu dengan ini hanya Keanan. Jika dia mengajakku jalan berdua, dia tidak pernah membelikanku sesuatu yang berbau stroberi, termasuk es krim.

"Pemandangannya cantik ya?"

Aku tersentak kaget. Tersadar dari lamunanku. Di sana, tepat lima meter di hadapanku, Kak Kyle tengah berdiri sambil berbicara sendirian. Mungkin ia pikir aku juga sedang berjalan mengikutinya dari belakang. Dan mungkin juga dia berpikir bahwa aku lah yang sedang ia ajak bicara. Alhasil aku harus berlari mengejar Kak Kyle untuk menyamai langkahnya.

Nafasku terengah-engah, selain harus berlari aku juga harus menjaga es krim di tanganku agar tidak jatuh. "I-iya kak, pemandangannya bagus." Jawabanku yang terbata sukses membuatnya menoleh menatapku. Di lain sisi aku juga sukses mati kutu.

"Kamu habis lari? Sampe keringetan gitu. Kita cari tempat duduk aja ya." Sedetik setelahnya Kak Kyle memegang erat tangan kiri ku yang memang sedang tidak memegang apapun, karena aku menggunakan tangan kanan untuk memegang es krimku. Ia sibuk melihat ke kanan kemudian ke kiri mencari bangku kosong. Setelah ia melihatnya dengan langkah mantap dan tangan yang masih menggenggamku erat ia berjalan mendekati bangku itu.

"Ma-makasih kak."

Ia tersenyum tulus kepadaku. "Gak usah pake kak. Aku berasa tua banget. Panggil Kyle aja. Kaelin panggil aku gak pake embel-embel kak, kan?" Aku dengan spontan mengangguk. "Itu karena aku sama dia itu kembar gak identik. Cuma waktu aku sama dia mau didaftarin masuk sekolah, dianya nangis bilang kalo gak mau. Yaudah akhirnya mama sama papa daftarin aku duluan dan Kaelin didaftarin setahun setelahnya."

"Oh."

"Nin?"

"Ya kak, eh Kyle."

"Kamu mau kan jadi temenku?"

"I-iya mau."

Dan aku tahu bahwa semuanya baru saja dimulai.

*

Hampir separuh dari populasi kantin membuat kebisingan yang membuat kepalaku rasanya mau pecah. Bisakah mereka tenang sedikit dan menikmati makanan mereka tanpa bicara? Lihat di sana, di bangku paling pojok kantin, rombongan cowok-cowok kelas 11 IPS 3 mulai menaiki meja sembari memegang gitar. Satu di antara mereka berdiri di tengah kantin dan berbicara keras seperti memakai toa. Dia menyuruh kami diam dan memperhatikan apa yang akan ia dan temannya lakukan. Hey! Sebenarnya yang berisik ini siapa?!

Senyum Membawa Luka

Dia tersakiti,

Hatinya kecewa

Oh. Mereka membacakan sebuah puisi sambil diiringi petikan gitar. Sontak seluruh populasi kantin menikmati tontonan gratis ini dengan tenang. Tapi tunggu. Puisi ini familiar di telingaku. Ini puisiku.

Mataku menyipit, memperhatikan sekitar. Dan lihat apa yang aku temukan, seorang Kyle yang duduk di rombongan itu. Dia diam, tapi matanya menatap lurus ke arahku. Aku tahu, dia yang mengambil puisi ini. Aku berdiri, berjalan mendekati rombongan.

Aku berkacak pinggang dan memasang wajah jengkel. Jujur aku memang jengkel. "Ini puisiku. Kalian jelas jiplak tanpa izin."

Sepertinya Kyle sudah bisa menebak sejak tadi bahwa aku akan menghampirinya karena hal ini. Dia sama sekali tidak menunjukkan wajah bersalah. "Maaf. Tapi aku suka. Dan ini satu-satunya cara biar kamu mau ngobrol sama aku." Kemudian cowok yang tadi memegang gitar di tengah kantin menghampiri kami. "Eh eh. Baru keluar kelas sekali, Kyle udah dapet gebetan aja."

Jitak kakak kelas dosa gak sih?

Aku jelas hanya bercanda. Garing? Bodo amat. Yang perlu aku jelaskan sekarang adalah Kyle menarik tanganku secara tidak manusiawi. Mungkin jika kalian ada di posisiku, kalian akan merasakan ada kupu-kupu yang berterbangan di sekitar perut kalian. Bayangkan saja jika kalian sedang digandeng oleh kakak kelas yang terkenal cool, ganteng, dan yang paling penting adalah most wanted. Bukan hanya separuh populasi kantin yang memperhatikan aku yang digandeng Kyle. Tapi seluruhnya, bahkan guru yang melintas bermaksud memesan kopi pun ikut terpana.

"Yah dibawa kabur. Takut banget aku embat. Aku gak nikung temen sendiri Kyle! Eh, tergantung juga sih."

Tuh kan emang harus ditabok.

Hola!!! kangen banget sama dunia orange ini. Maaf aku lama banget update nya. Sebenernya naskahnya udah lama jadi tapi aku save di draft dan waktu aku mau uploud naskahnya hilang. Yah jadi harus ngulang lagi.

Kita Yang Berbagi LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang