Luka #8

16 1 0
                                    

Hai guize, welcome back to my story. I'm so sorry because i take many times to return this story. Gak seharusnya aku ngomong begini, but i feel like i have one year that very very busy. Aku sedikit stres akan hal itu. Apalagi tahun ini aku udah di tahun terakhir SMA. At least, bakal lebih sibuk lagi. Tapi tenang aja, aku bakal publish cerita ini, but aku gak bisa janji bakal rutin. So, i hope u enjoy this story guize 👋🏻

I don't care - Ed Sheeran & Justin Bieber

*

ANAN :

"Kamu belum sepenuhnya kalah Nan. Mama percaya akan satu hal, kamu sama Anin itu saling sayang tanpa kalian sadari. Hati Anin masih stuck di kamu. Kamu cuma perlu kasih pembuktian ke dia kalo kamu belum berubah dan akan tetap jadi Anan yang dia kenal. Masalah ada orang lain yang deket sama Anin, bisa kamu urus belakangan. Trust me. Firasat mama gak pernah salah kan?"

Berpegang pada firasat mama yang selama ini memang aku akui selalu benar, akhirnya aku bisa sedikit menahan emosiku. Hey, dengar, aku juga butuh waktu berpikir langkah apa yang harus aku lakukan setelah ini. Tentu saja aku tidak bisa sembarangan ambil keputusan dan bertindak gegabah. Karena aku berhadapan dengan orang baru di hidup Keanin.

Lalu apa masalahnya kalau itu orang baru? Bukannya mempermudah jalanku untuk mengembalikan Keanin? Sayangnya itu malah menjadi ketakutanku sekarang. Aku sangat kenal dengan Keanin. Dia sahabat masa kecilku, dia hidupku. Keanin orang yang tertutup dan selalu berlindung padaku. Keanan yang dulu selalu jadi tamengnya.

Tapi apa jadinya bila sang tameng menghilang dan ada orang lain yang menawarkan perlindungan tanpa harus menjadi Keanin yang tertutup?

Itu akan jadi hal yang menarik.

Malam semakin larut. Pedagang kaki lima yang menjajakan oleh-oleh khas Jogja pun mulai beringsut merapikan lapak mereka. Ini sudah hampir pukul sebelas malam. Berbeda dengan pedagang kaki lima, orang-orang yang berlalu-lalang di jalan Malioboro malah semakin ramai. Fokus mereka bukan lagi untuk membeli oleh-oleh, tetapi beralih ke jajanan pinggir jalan seperti kopi jos dan wedang ronde. Menikmati dinginnya malam sambil bersenda-gurau dengan kerabat.

Aku tersenyum getir, harusnya aku juga sedang berada pada posisi itu. Menikmati liburan ini dengan keluarga dan Keanin di sampingku, kalau aku tidak merusak momen itu seperti sekarang.

Aku merogoh saku celanaku, mengambil ponsel yang sedari tadi aku non aktifkan. Puluhan pesan dan panggilan tak terjawab masuk begitu saja saat aku mengaktifkan ponsel. Salah satunya adalah dari Keanin.

Keanin, hidupku.

Anin Arista: Anan kemana? Mama Rania khawatir. Seenggaknya kabarin orang rumah Nan.

53 missed calls from Keanin Arista.

Kembali, aku tersenyum getir. Jadi hanya karena mama khawatir jadi Keanin bersusah payah menghubungiku? Padahal yang aku harapkan dia mati-matian menelponku karena ia yang khawatir, bukan mama.

Keanin Arista is calling...

Tentu aku terkejut bukan main. Aku yakin di ujung sana, Keanin setidaknya sedang bernapas lega karena setelah 53 panggilan tak terjawab, dan sekarang terdengar nada sambung yang berarti si pemilik ponsel sudah mengaktifkan ponselnya.

Kita Yang Berbagi LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang