Si Kunyuk

0 0 0
                                    

Sudah tiga hari Rajen hilang tanpa kabar. Tidak terhitung berapa kali sudah Oca menghubunginya, memeriksa akun media sosialnya, hasilnya tetap nihil. Oca bahkan sudah menghubungi Dion, teman sekolah Rajen yang sempat dikenalkannya saat mereka latihan band beberapa bulan lalu.

Dion bilang Rajen tetap turun sekolah seperti biasa. Oca sudah menitip pesan agar Rajen menghubunginya. tapi hasilnya masih nihil. Membuat Oca ingin buru-buru berangkat ke sekolah agar bisa berkumpul dengan teman-temannya dan melupakan Rajen sejenak. Lelah juga ternyata.

Pukul 06.00 pagi Oca sudah tiba di sekolah, sepertinya belum banyak yang datang. Oca sudah sampai di depan kelasnya yang tampak sepi. Ternyata hanya ada Edgar yang sedang duduk diam menggunakan headset di telinganya. Edgar belum menyadari kehadiran Oca. Berbeda dari biasanya, tidak tampak sama sekali Edgar yang selengean. Hanya sosok cowok hangat yang terlihat sendu. Membuat Oca teringat pada senyum Edgar kemaren saat dia bilang kalau Nadin menolaknya. Mungkin Edgar sedikit terpukul, karena bagaimanapun dia terlihat sangat antusias setiap bercerita tentang Nadin.

Oca menghampiri Edgar dan duduk di bangkunya, di depan Edgar.

"Ko diem sih?" Sapa Oca, yang ditanya tampak kaget karena kehadirannya.

"Elo bikin kaget aja Ca" Edgar tersenyum melepas headset.

"Gara-gara kemaren?" Tebak Oca

"Gak kali Ca, gue cuma salah denger lagu doang, jadinya mood gue ikutan jelek" sanggah Edgar

"Masa?" Tanya Oca menatap Edgar, yang ditanya justru tampak mengunci tatapan Oca, tidak membiarkan Oca menatap arah lain selain Edgar, membuat Oca seolah tersihir.

Sama seperti parfum kesukaan Oca yang tercium manis, dibanding wangi. Maka mata Edgar dibanding indah, justru terasa hangat dan nyaman.

"Ko natap gue gitu?"

"Lo kenapa?" Edgar justru balik bertanya

"Apanya yang kenapa sih Gar?" Oca mengalihkan pandangannya dari Edgar.

"Sini liat gue dulu" pinta Edgar, memegang pergelangan tangan Oca dan menatapnya kembali, membuat Oca refleks kembali mengalihkan pandangannya.

"Gue gak papa kali Gar, suer"

"Lo bohong ca, gue kan temenan sama lo dari kita kelas X, gue tau kalo lo" ucapan Edgar berhenti begitu Satya datang dan menghampiri mereka.

"Apaan nih pagi-pagi udah beduaan, kata nenek gue gak boleh ntar yang ketiganya setan" seru Satya

"Iyaaa kan elo setannya" sahut Edgar, sementara Oca berbalik dan menatap layar handphonenya. Masih tidak ada kabar apapun.

                         *   *   *
Hari ini semua pelajaran terasa sulit buat dipahami Oca. Teman-temanpun mendadak jadi nyebelin semua. Istirahat pertama Edgar dan Satya menjahilinya, menyanyikan lagu yang bikin Oca kesel setengah mati.

"Untuk apa..." Edgar memulai lagunya saat bel istirahat berbunyi

"Coy" Edgar menepuk bahu Satya

Seolah memahami maksud Edgar, Satya mengambil gitar kesayangan Sony yang selalu dibawanya ke sekolah setiap hari sabtu.

Jreeennngggg

Satya memulai aksinya, dibalas anggukan kepala dari Edgar.

"Untuk apa cinta tanpa kejujuran"

Mendengar itu, Oca bangkit dan mengajak Elin ke kantin, dari pada dengar duo ga jelas, yg bakal bikin hati tambah panas. Langkah Oca terhenti, Edgar menghadangnya.

"Untuk apa cinta tanpa perbuatan, tak ada artinya"

Oca mendorong Edgar, tapi Edgar tetap bertahan.

"Untuk apa, untuk apa cinta tanpa pembuktian, untuk apa status kita pertahankan, bila sudah bosan L....D...."

Oca jadi mendadak emosi, sebelum Edgar melanjutkan menyanyikan kisah cintanya yang emang lagi ngegalauin maka Oca segera ambil tindakan, ditatapnya Edgar sambil kaki kirinya menginjak dengan penuh niat ke kaki kanan Edgar.

"Awwwwwwwww" seru Edgar.

"Rasain lo" ejek Elin sambil lari mengejar Oca yang sudah duluan meninggalkan kelas.

Satya yang melihat sahabatnya meringis justru tertawa.

Saat bel istirahat kedua. Mereka sedang berkumpul buat ngerumpi di bangku Oca dan Elin. Tiba-tiba Edgar memulai aksinya kembali. Kali ini dia tampak serius menatap Elin.

"Lin" panggil Edgar pada Elin.
"Apaan?" Elin yang sedang asyik ngomongin oppa-oppa bareng Oca jadi terpaksa nengok.

"Lo tau gak kenapa nama gue Edgar?" Tanyanya, menarik perhatian teman-temannya yang lain.

"Mana gue tau ogeb, emang gue bonyok lo"

"Yahh ko lo gak tau sih" balas Edgar dengan suara dibuat-buat seolah dia sedang sedih.

"Nama gue itu Edgar, awalannya huruf E, sama kaya nama elo, Elin, itu udah takdir kali, bahwa Tuhan memberikan ilham pada orang tua kita, agar setiap kali Nama gue disebut, habis itu nama lo. Tuhan sengaja nunjukin bahwa gue lah yang nanti bakal jadi imam buat masa depan lo" seru Edgar.

Kelas hening, lalu Oca buka suara.

"Eko kali Gar yang absennya habis nama lo"

"Ehh masa iyaaa?" Tanya Edgar polos.

"Kerdusss gue ga mau sama looooo" teriak Elin, yang disambut tertawaan oleh teman-temannya.

Ahhh Oca suka suasana kelas yang seperti ini, jika tadi Edgar nyebelin karena mengganggunya, sekarang justru dia terhibur karena lelucon garing Edgar. Seolah-olah Edgar mau nemebus kesalahannya dan bikin Oca kembali senyum. Walaupun itu hanya iseng Oca untuk menghibur dirinya sendiri yang sebenarnya masih gusar memikirikan Rajen.

"Udah Gar mungkin emang jodoh lo adalah si Eko" sambung Oca.

Wrapping PaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang