Maaf, gak bisa minjamin bahu

1 0 0
                                    

Pukul 15.00
Bimbingan olimpiade terakhir selesai. Minggu depan mereka akan mulai bertanding. Oca masih di dalam kelas, setelah teman-temannya yang juga bimbingan fisika pulang semua. Oca masih ingin menyelesaikan satu soal lagi, baru pulang. Berkutat dengan soal seperti ini akan membuat Oca lupa hal lainnya.

Hal yang sedang mati-matian dia hindari. Tak lama Edgar yang juga baru selesai bimbingan, melewati kelas bimbingan fisika, disana dia melihati Oca yang tengah asyik dengan pulpen dan kertasnya.

"Ca ko gak balik? Mau ujan nih" Tanya Edgar membuat Oca menoleh ke arahnya

"Bentar lagi Gar, tanggung"

"Ya udah gue temenin" senyum Edgar

"Dihhhh siapa yang minta temenin"

"Gue yang mau, gak perlu persetujuan" Edgar menghampiri Oca, duduk di sampingnya, mengambil headset dan tenggelam dalam musiknya, sementara Oca masih serius dengan soal fisikanya.
Setengah jam berlalu dalam hening.

Hujan turun.

Ahh hujan, pikir Oca dalam hati. Hujan, dingin, sendu dan sedih. Oca meletakkan pulpennya. Teringat pertemuan terakhirnya dengan Rajen, saat Rajen tersenyum dan memanggilnya sayang. Tanpa terasa air matanya jatuh begitu aja. Membuat Oca harus segera menyekanya sebelum Edgar sadar.

Dipalingkannya wajah ke arah Edgar, lelaki itu menutup matanya, masih tenggelam dalam dunianya, Oca merasa lega, setidaknya Edgar tidak melihat dia menangis.
Kembali ditatapnya lembaran kertas yang penuh corat coret itu. Tak lama terdengar suara Edgar menyanyikan sebuah lagu.

I found myself dreaming of
Silver and gold
Like a scene from a movie
That every broken heart knows
We were walking on moonlight
And you held me close

Oca kembali meneteskan air matanya, dia melemah saat hujan. Edgar menyanyikan lagu yang dibenci karena begitu sukanya lagu itu. Lagu yang menemaninya melewati malam-malam tanpa Rajen.

Split second and you disappeared
And then I was all alone
I woke up in tears
With you by my side
A breath of relief
And I realized
No, we're not promised tomorrow
So I'm gonna love you like I'm gonna lose you
And I'm gonna hold you like I'm saying goodbye
Wherever we're standing
I won't take you for granted
'Cause we'll never know when, when we'll run out of time

Edgar masih dengan lagunya, Oca juga masih dengan tangisannya. Sampai Oca gak sadar kalau sekarang ada yang sedang mengelus lembut kepalanya. Membuat Oca menoleh, Edgar tidak bergeming, masih melanjutkan nyanyiannya sambil menatap Oca, Edgar tersenyum, senyum yang sama seperti saat Nadin menolaknya dulu, senyum luka bagi Oca. Saat nyanyiannya selesai, Edgar mengubah arah duduk hingga berhadapan dengan Oca. Oca yang bingung hanya diam, air matanya masih mengalir. Tanpa aba-aba, Edgar menghapus air mata Oca dengan kedua tangannya. Lalu mencubit pipi Oca

"Apaan sih Gar" seru Oca

"Gue mau meluk elo, tapi gue sadar itu gak boleh, gue juga mau nyenderin lo di bahu gue, tapi gue tau itu juga gak boleh. Tapi ca" sekarang Edgar kembali mengelus lembut kepala Oca

"Ini bisa gue lakuin buat lo" jawab Edgar "terus" sambungnya
"ayo kita pulang, hujannya udah reda, gue boncengin deh"

"Traktir bakso juga ya" senyum muncul di wajah Oca, membuat Edgar merasa sedikit lega.

"Iya deh yang ngelunjak, dua mangkok gue kasih" Edgar bangkit dan nulai berjalan.

Oca segera membereskan barang-barangnya, menghampiri Edgar lalu menggandeng tangan temannya itu.
Begitulah Edgar, tidak pernah menanyakan apapun pada Oca saat Oca menangis. Dulu ketika Oca dan Rajen putus untuk pertama kalinya, Edgar juga ada untuknya. Duduk disampingnya menelungkupkan tangannya dimeja dan membentuk posisi tidur, tindakannya justru seolah mengatakan, "karena aku sedang tidur, aku akan tetap disini, nemenin kamu".

Biarpun jelas saat itu Oca sedang menangis sesegukan, Edgar tetap saja diam, tidak mengatakan apapun, tidak berusaha menghibur Oca, tidak juga menghapus air mata Oca seperti hari ini. Tapi Oca justru lebih baik karenanya, Oca tidak bisa bicara saat sedang menangis.

Karena Edgar begitu spesial, sampai Oca tidak ingin melepaskan pertemanan mereka. Dalam hatinya, mengatakan betapa beruntungnya Nadin, karena Edgar menyukainya. Harusnya dia menyesal, melepaskan Edgar. Oca yang masih menggandeng tangan Edgar menuju parkiran, menoleh ke arah Edgar yang sedang bersenandung

"Kalo lo nanti punya cewe" seru Oca menghentikan langkah mereka berdua

"Lo tetap harus ada disamping gue ya"
Edgar yang kala itu ditatap, hanya tersenyum jahil

"Ogaahhh ah, ntar gue gak bisa mesra-mesraan sama cewe gue, rugi dong" jawab Edgar yang disambut cubitan dari Oca

"Ihh ngeselin lo yaa"

"Haha santai Ca, gue mah kemungkinan besar bakal tetap di belakang lo, support lo, ngedorong lo buat maju ke depan" seru Edgar melanjutkan langkahnya, sekarang justru dialah yang menggandeng tangan Oca, membuat Oca refleks tersenyum

"Ihh sayang deh gue sama temen kaya lo"

Langkah Edgar terhenti, dipandanginya Oca

"Iya ca, gue juga sayang sama lo"

"Eh" Oca terlihat bingung, apakah Edgar sedang menyatakan cinta padanya?

"Awasssss baper, ntar jatuh cintrong loo sama gue" tawa Edgar meledak, membuat Oca manyun

"Kampret, kaget gue, gue kira beneran. Lagian ogahhhlah gue sama manusia kunyuk kaya loo"

"Tadi katanya sayang, malu-malu meong lo ca"

"Kan sayang sebagai teman, cinta gue sih tetap sama a'a Rajen" seru Oca melanjutkan langkahnya, saat ini mereka sudah sampai di parkiran.

"A'a Rajennya gak ada juga kali ca, mending lo cari yang deket-deket ja, jauh mah susah, Nih" Edgar menyerahkan helm cadangan yang selalu dibawanya pada Oca

"Ga bisa Gar, dia itu first love gue, pacar pertama gue, elo udah punya belum first love? Mana tau kan rasanya" Oca menerima helm yang diberikan Edgar, "lagian" sambungnya
"elo ko bawa helm cadangan mulu, kaya ada aja cintanya" Oca selesai memasang helmnya dan naik diboncengan motor Edgar.

"Ah elah loe sok'sok'an ngomong cinta pertama, itu helm yang lo pakai gue bawa terus siapa tau cinta kedua gue nyinggahin gue pas lagi jalan, kan gue tinggal bilang 'ini helm buat kamu, udah aku siapin dari 2 tahun yang lalu, dia udah kangen berat nungguin kamu" seru Edgar seraya menggendarai motor maticnya.

"Ko cinta kedua sih Gar?"

Sekarang mereka sedang melewati gerbang sekolah, Edgar memacu kendaraannya dengan kelajuan sedang, karena dia tau si Oca ga suka naik motor ngebut.

"Iya cinta pertama gue udah hanyut dihempas hujan" seru Edgar disambut tawa oleh Oca

"Nasib lo lebih naas dari gue"

Wrapping PaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang