1

7K 130 7
                                    

Panas terik matahari membakar kulit, semua siswa kelas 10 berkumpul di lapangan untuk mendapat penjelasan tentang lingkungan sekolah.

"Panas banget sih njir." Rendy mengelap keringatnya yang terus mengalir.

"Lu banci dah, gini aja dah ngeluh." Dewa, sahabat Rendy di sebelahnya muak akan Rendy yang terus mengeluh.

"Uhh hot banget tu, Wa." Rendy mencolek lengan Dewa dan menunjuk ke arah tengah lapangan.

Tampak siswi berdiri di depan dengan gagah dengan baju dan rok nya yang sangat ketat sehingga terlihat jelas lekuk tubuhnya.

"Lu mah pikirannya kotor mulu!"

"Hei kalian yang di pojok, daritadi bicara saja, kalian tidak memerhatikan yang di depan sedang berbicara ya!" Seru seorang dari belakang lalu menarik tangan Rendy dan Dewa menuju suatu tempat.

"Eh, eh mbak kita mau dibawa kemana ini?!"
Tanya Dewa sambil mencoba mengikuti langkah cewek tersebut.

"Mbak, mbak, saya bukan mbak kamu!"
Cewek itu berhenti di depan UKS dan menatap Rendy dan Dewa dari bawah sampai ke atas.

"Lu ngapa ngliat gue kek gitu? Gue tau kok gue ganteng." Kata Rendy dengan senyum bangganya.

Cewek itu lalu menghela napas menahan emosinya dan menatap Dewa mulai menjelaskan.

"Pertama, saya bukan mbak kamu, kalau mau manggil kakak kelas tu panggil "Kakak" bukan "Mbak"."

Dia lalu mengubah pandangannya ke Rendy yang memasukkan kedua tangannya ke saku.

"Kedua, kalau kamu mau memanggil kakak kelas itu, panggil yang sopan, bukan "Gue" "Lo" dan keluarkan tanganmu itu dari saku, itu sungguh tidak sopan!"

Rendy lalu mengeluarkan kedua tangannya dari saku dan mengangkatnya.

"Lu itu sebenernya siapa sih, tiba tiba narik kita ke sini terus ceramah gak jelas."

"Saya Rheana Cainwen, kelas 11, saya diberi tugas untuk mengawasi kelas 10. Dan kalian membuat ribut di pertama hari masuk sekolah, sebagai hukumannya kalian harus mengumpulkan tanda tangan seluruh kakak OSIS, saya beri waktu kalian 1 minggu."
Jelas Rey panjang lebar.

"Kalau gue gak mau gimana?"

Mendengar perkataan Rendy, Dewa terkejut dan menatap sahabatnya.

Mulai lagi ni anak.
Batin Dewa.

"Maka kamu akan mendapat hukuman lebih berat dari ini. Sekarang kalian boleh pergi."

"Daritadi napa. Yok Wa, ke kantin gue haus."
Rendy menepuk pundak Dewa yang masih termangu.

"Hei, maksud saya kalian kembali ke lapangan!!"

Teriak Rey yang tidak ditanggapi oleh Rendy dan tetap berjalan menuju kantin.

Awas aja kamu ya bocah!
Batin Rey kesal lalu kembali menuju ke lapangan.

~Di Kantin~

"Bu pesen mie ayam 2 ya!"

"Loh kalian kelas 10 kan? Bukannya harusnya kalian ikut MOS ya?"
Tanya ibu kantin mengamati seragam Rendy yang masih mengenakan seragam SMP.

"Lagi istirahat bu. Hehe."

Rendy lalu duduk di sebelah Dewa dan meminum es teh yang sudah dipesannya.

"Ren, lu kalau mau dihukum jangan ngajak ngajak ngapa. Kakaknya tadi kayaknya beneran serius deh. Kalau kita dikeluarin dari sekolah gimana?"

"Ah elu mah, santai ae, gabakal kok."

"Kepada siswa yang bernama Rendy Saputra dan Mahendra Sadewa, silahkan menuju ke lapangan."

Sontak mata mereka terbelalak mendengar namanya dipanggil.

"Mati gue!"
Dewa merengek ketakutan.

Mereka lalu menuju ke lapangan dan menemukan Rey bersama kakak OSIS yang seksi tadi.

"Jadi kalian yang namanya Rendy dan Dewa?"
Kakak kelas seksi itu menatap Dewa lalu menatap Rendy.

"Eh gue yang Rendy, cogans tertampan di kota ini, salam kenal." Kembali Rendy mengeluarkan senyum bangganya dan gaya seperti sedang foto majalah yang membuat Rey sebal.

"Kamu kok santai banget gitu sih dek. Tau sopan santun gak?"
Balas Rey yang sudah memuncak emosinya.

"Dek? Gue bukan adek lu, dan jangan pernah sekali kali panggil gue "Dek". Gue terlalu dewasa buat dipanggil "Dek"."
Rendy kembali menampakkan senyum bangganya.

"Terserah kamu deh, kalian tau gak kenapa kalian kita panggil ke sini?"
Kata Rey dengan emosi.

"Kangen ya sama gue? Ha gue tau."

"Kak, maafin kita kak kita gabakal nakal lagi kak. Janji!"
Tiba-tiba Dewa memotong pembicaraan mereka.

"Rey, gue jadi kasihan sama anak ini, dia juga ga salah apa-apa." Bisik Disa, cewek yang seksi tadi.

"Yaudah kamu boleh pergi, jangan lakukan lagi, dan jangan mau ikut kata-kata setan."

"Eh, enak aja, gue bukan setan."
Potong Rendy.

"Siapa juga yang bilang kamu setan."
Jawab Rey sekilas.

"Udah kamu boleh pergi. Disa, anter dia ke Aula."

"Oke, ayo ikut gue."
Disa lalu berjalan menuju Aula disusul Dewa.

"Wah menang banyak tuh anak."
Rendy kembali membuat Rey naik darah.

"Kamu bisa gak sih serius?"

Rendy lalu menghela napas.

"Gimana? Lu mau hukum gue? Hukum apa?"

"Berdiri di lapangan sampai jam 3."

Rey lalu meninggalkan Rendy yang tetap berdiri di lapangan.

Bel jam istirahat kedua telah berbunyi, dan Rendy masih berdiri di lapangan. Diam-diam Rey daritadi mengamatinya, dia merasa agak bersalah karena tidak pernah setegas ini kepada adik kelas.

Sekarang sudah jam 2, dan Rendy masih berdiri di tengah lapangan.
Dari kejauhan, Rey melihat wajah Rendy yang mulai pucat. Beberapa menit kemudian Rendy jatuh terduduk membuat Rey seketika langsung menuju ke lapangan dan mendekati Rendy.
Dia melihat hidung Rendy mengeluarkan darah banyak sekali.

"Eh, kamu gapapa?"

Rey lalu membantu membangunkan Rendy dan membopongnya menuju UKS.
Rey mengambil beberapa lembar tissue dan membersihkan darah yang ada di hidung Rendy. Dia juga mengambil daun sirih untuk menghentikan darah yang terus mengalir.

Setelah selesai mengobati Rendy, dia terduduk lemas dan menundukkan kepalanya merasa bersalah.

"Makasih."
Kata Rendy membuat Rey mendongakkan kepalanya, bingung.

"Kenapa kamu berterima kasih?"
Tanya Rey mencoba menahan air matanya yang akan menetes.

"Ini pertama kalinya gue mimisan, dan wow spectacular!!!"
Kata Rendy dengan semangat.

"Kamu ini.."

Rendy hanya cengengesan dan berdiri.

"Gue udah boleh pulang?"

"Yaudah sana pulang, jangan lupa makan sama istirahat."

"Cieh perhatian."
Lagi lagi Rendy mengubah suasana.

"Hehe yaudah kalo gitu gue pulang, makasih."

Rendy meninggalkan ruang UKS dan mengambil tasnya lalu pulang.
Rey yang melihat Rendy berjalan menuju angkot masih bingung dengan anak itu.

"Dia sebenernya asik juga. Ah, aku mikir apa sih."

Bad Boy VS Good GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang