2 •Apes•

173 12 0
                                    

#Author_pov

Dengan mata terpejam, Vella beranjak dari ranjangnya menuju kamar mandi. Usai menyelesaikan ritual mandinya, ia merapikan pakaian feminimnya, rok pendek di atas paha dan atasan polos dibalut gardigan levis terlihat elegant, ia siap pergi ke kampus.

Vella meraba-raba bufetnya dimana biasanya ia meletakkan kunci mobil disana, tapi tidak kunjung ketemu.

“Perasaan gue nggak salah taruh kunci mobil deh kemarin. Kemana ya?” gumamnya.

Vella beranjak mencari-cari kontak mobilnya tersebut, di loker nakas, kamar mandi, walk in closet, kolong meja rias, sampai di bawah kolong tempat tidur pun tetap tidak ada.

Vella berkacak pinggang kesal seraya menyisir kasar rambutnya kebelakang. “Sial! Dimana sih kuncinya? Bisa telat gue kalo kayak gini caranya.”

Kemudian ia menuruni tangga menuju lantai dasar seraya berteriak bak terompet maha dewa. “MAAAAA!!! KUNCI MOBIL VELLA DIMANA?!” teriaknya membahana.

Mama Vella berjalan santai menghampiri.
“Dibawa sama papamu. Hari ini kamu ke kampus naik angkutan umum.” kata Dina, mama Vella.

Gadis modis itu melotot tak percaya, matanya hampir copot saking kagetnya, mulutnya menganga.

“WHAT THE….?! Vella naik kendaraan umum? Mama bercanda? Gimana komentar orang-orang kalau tau Vella selebgram terkenal naik angkot atau lain sebagainya itu?” pekik Vella tidak terima.

“Ya, mama sih nurut sama perintahnya papa, disuruh bilang gitu ke kamu.”

“sekarang papa dimana?” tanya Vella.

“Di ruang tamu. Lagi ngopi, mau berangkat ke rumah sakit.”

Mendengar itu, Vella langsung berlari cepat menuju ruang tamu dan mendapati papanya yang sudah siap keluar rumah memakai jas putih khas dokter spesialis sembari menenteng tas laptop di tangan kanannya.

“Pa, tungguin Vella! Papa! Tungguin!” teriak Vella karena papanya itu tidak menggubrisnya dan lebih memilih masuk mobil yang disopiri oleh Pak Bidin.

Vella meraih gagang pintu mobil dan membukanya paksa tapi tidak bisa terbuka. Terus begitu sampai papanya menurunkan kaca mobil dari dalam.

“kamu itu ngapain? Belum dikasih tau mama?” tanya Fendi, papa Vella.

“Pa, Vella bareng papa aja ya? Nganternya sampai luar gedung kampus aja deh. Serius, nanti Vella jalan aja masuk kampusnya. Ya? Ya? Ya? Pa?” mohon Vella dengan puppy eyesnya.

“Nggak! itu hukuman buat kamu! Kamu harus mandiri!” bantah Fendi. Dina selaku mamanya hanya bisa memandangi Vella dengan miris. Tapi tindakan Fendi juga benar, Vella harus mandiri, agar tidak bergantung terus.

“Ayo Pak, jalan!” pinta Fendi kepada pak Bidin seraya menutup kaca mobil. Mobil pun perlahan melaju keluar halaman rumah.

Vella masih keukeuh mengetuk-ketuk kaca mobil sambil sedikit berlari menyeimbangi laju mobil. “Pak Bidin, kita kan CS?! Pak Bidin berhenti dong! PAK!!!” teriak Vella berakhir ketika mobil sudah keluar halaman rumah.

“brengsek! Apa kata teman-teman nanti kalo tau gue berangkat pakai kendaraan umum?" Umpat Vella kesal.

“Udah, Vell!! Kamu berangkat! Udah jam 8!” teriak mamanya dari pelataran rumah.

“Ha? Jam 8? Gue kan ada ujian hari ini. Bangke!” setelah menyumpah serapahi nasibnya, Vella mengambil topi dalam tasnya lalu memakainya sebagai antisipasi untuk menutup wajah dari para teman-temannya jika nanti ada yang tau ia turun dari kendaraan umum, kemudian ia berlari keluar rumah sembari sesekali melihat belakang, siapa tahu ada taksi lewat.

Vella si CoffeHolicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang