3 •Kafe Baru•

160 13 1
                                    

Sudah 2 hari ini Vella hidup hanya dengan uang 50 ribu. Tak jarang ia berbohong jika sahabat-sahabatnya mengajaknya pergi ke kafe Andre untuk sekedar ngopi. Hell! Meskipun hanya kopi, tapi harganya bisa diatas uang saku Vella sekarang. Maka dari itu, ia enggan mengakui jika dirinya sedang dalam masa hukuman. Yang benar saja! Seorang Vella bokek? Bisa-bisa dunia menertawakannya. Katakan saja Vella berego tinggi dan gengsi. Tidak mau mengakui apa yang sedang terjadi padanya.

"Ya iyalah! Secara gue kan selebgram terkenal. Bisa hancur reputasi gue kalo ngaku kere sekarang." oceh Vella sendirian sambil terus menyusuri jalanan.

Vella senagaja mengambil kuliah siang
Sorenya sepulang dari kampus ia berniat hibernasi sepanjang hari di rumah. Toh kalau dia keluar kemana-mana juga tidak dapat apa-apa. Percuma. Tapi niatan Vella harus terkubur dalam jika ia harus menempuh jarak pulang dengan berjalan kaki. Kenapa? Karena uangnya tinggal lima belas ribu! Miris sekali. Maunya sih naik taksi, tapi uangnya nggak cukup. Kalau naik bis, Vella dijamin trauma.

"Nggak, nggak, nggak! Gue harus kuat jalan kaki. Nggak lagi naik bis umum. Sumpah ya, gue pingin muntah rasanya." gerutu Vella lagi-lagi sedikit menunduk.

Oh, jangan lupakan jika sekarang Vella tampil berbeda. Terkesan misterius. Hoodie pink, celana levis dan atasan kaos polos. Memang bukan stylenya sama sekali, tapi ia harus rela merubah penampilannya demi menjaga kulit mulusnya dari paparan sinar matahari karena sekarang ia tidak naik mobil lagi, dan melindungi dirinya dari kejaran para haters atau fans dengan menutupi kepala menggunakan tudung jaket.

Kaki Vella terhenti tepat di depan coffeshop yang baru saja dibuka. Sesekali ia menilai dekorasi kafe yang menurutnya sangat menarik, apalagi indera penciumannya menangkap aroma kopi yang begitu harum menyerbak, membuatnya ingin mencicipinya saja. Tapi Vella sadar, ia tidak punya cukup uang untuk membeli kopi di kafe baru itu. Pasti harganya mahal, melihat tempatnya yang sepertinya nyaman dan mewah.

Akhirnya Vella memutuskan untuk berbalik pergi, tapi matanya melotot ketika segerombol orang berlari kearahnya. Vella yakin, itu pasti fans-nya. Tapi apakah mereka mengenali Vella dengan gaya seperti itu? Fans sejati memang begitu, pikir Vella. Vella lari ke arah samping guna menghindari kejaran para fans-nya. Lumayan jauh hingga Vella tidak kuat lagi berlari. Ia berbalik dan mendapati jalanan kosong. Tidak ada yang mengejarnya. Apakah fans-nya kehilangan jejak? Perasaan tidak.

Vella mengedarkan pandangannya menjelajahi seluruh jalanan yang sepi dan hanya ramai di area sekitar kafe baru itu. Kemudian mata Vella membelalak ketika teman kampusnya banyak yang berlari mengunjungi kafe tersebut. Bukan kaget karena apa, tapi ia jadi malu ketika salah pikir.

"Jadi.. dari tadi gue lari sendirian kayak orgil? Mereka bukan mau ngejar gue? Tapi ke caffeshop itu?" gumam Vella pada dirinya sendiri.

Hancur sudah harga dirinya. Memalukan, inilah akibatnya karena terlalu percaya diri. Salah sangka kan jadinya.
Tapi tidak masalah selagi tidak ada yang melihat. Masih aman. Bisa jaga image!

Sekali lagi, mata Vella melirik kafe yang bernama VR CoffeShop itu. Sudah 2 hari ia tidak mencicipi minuman favoritnya, tapi bagaimana? Ia tidak punya uang untuk membayarnya nanti.

"Kali ini ngutang nggak apa-apa kali ya? Jarang-jarang kan ada artis ngutang. Pasti nanti langsung dikasih gratis. Ya.. itupun kalau yang punya kafe kenal gue. Tapi masa sih nggak kenal? Gue kan terkenal." ocehnya sendirian.

"Udah ah, pikir belakangan. Yang penting gue masuk dulu, minum kopinya, bayar seadanya, terus pulangnya yang sengsara."

Vella melangkah optimis menuju kafe baru itu. Ia memasuki kafenya dan menatap para pengunjung kafe yang rata-rata teman kuliahnya. Ia pun segera menuju meja kasir untuk memesan.

Vella si CoffeHolicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang