"Gue harap Lo bisa bangun.
Ganteng Lo hilang kalau Lo tidur terus kayak gini", -Kara.
Ambulans berhenti di depan rumah sakit, tepatnya berhenti di depan ruangan IGD (Instalasi Gawat Darurat).
Pendarahan Albi semakin parah, sementara Kara terus menangis melihat kondisi Albi seperti ini.
Padahal, beberapa Jam yang lalu ia menghabiskan waktu bersama Albi di Taman. Memudar senyuman Albi di mata nya.
Dengan cepat dan tegas , perawat-perawat berhamburan mendatangi Ambulans dengan brangkar yang siap untuk membawa pasien ke ruang IGD. Kara ingin masuk ke ruang IGD untuk terus memantau kondisi Albi.
Namun, dokter menghimbau nya agar ia tidak masuk ke dalam ruang IGD.
.
Kara terdiam duduk di kursi yang berada di depan ruangan IGD. Ia menyandarkan pipi ke tangannya sebagai penyangga.
Ini terlalu berat bagi nya, ia menelfon Alya agar dapat mendengar cerita hati nya, "Alya ... hiks, gue -", belum sempat Kara melanjutkan perkataannya karena ia tersedak-sedak menangis.
"Kara lo kenapa??! Lo nangis?! Karaa!", ujar Alya di telfon dengan panik.
"Gue sedih, Al -",
"Lo dimana? Biar gue ke tempat lo sekarang",
"Di rumah sakit Cahaya Bulan",
"Tunggu gue, gue langsung kesana sekarang!",
Tutt ..Tuutt! , sambungan telfon tlah berakhir.
Ia tak habis pikir, kini ia menangis karena musuh nya, seseorang yang menjadi musuh pertama nya, seseorang yang merebut predikat nya, tetapi saat ini justru menjadi , seseorang yang sangat ia khawatirkan dan orang yang ia takutkan. Ia takut terjadi hal buruk pada Albi.
Terbayang terus dibenaknya, saat Albi tertawa mengejarnya, memeluk nya, Ice Cream yang dibelikan Albi untuk nya, memori-memori 1 jam yang lalu mengintai di fikirannya.
Perasaan di lubuk hati Kara berkecamuk, terutama perasaan bersalah. Ia merasakan bahwa hal ini takkan terjadi apabila Kara bisa ikut bersama Albi di lapangan tadi. Ia merasa bodoh dengan dirinya sendiri. Pertama kalinya ia merasa bahwa diri nya sangat buruk.
Kara terus bolak-balik melihat pintu IGD yang masih tertutup rapat , Albi masih ditangani oleh Dokter.
Tak berapa lama ...
Alya berlari menuju ruang tunggu, Disana mata Alya mencari sosok Kara yang duduk di sudut berdekatan dengan kaca IGD sudut kanan.Alya langsung duduk di sebelah Kara,
" Ra, Lo kenapa? Siapa yang sakit?", tanya Alya dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Ia tak pernah melihat Kara menangis. Tentu, jika ia tak pernah menangis , yang ia tangisi saat ini adalah seseorang yang berharga di dalam hidupnya.Kara tak dapat menjawab pertanyaan sahabat nya itu. Ia malah terus semakin takut dan menangis, Alya memeluk bahu Kara , dan kepala Kara duduk di bahu Alya. Alya terus menyapu-nyapu punggung Kara,agar ia menjadi tenang.
"Nih, tissue. Lo gak boleh nangis, karena Lo harus jadi Kara yang gue kenal", Ujar Alya menyodorkan tissue kepada Kara.
Kara langsung menyapu wajah nya dengan tissue yang disodorkan oleh Alya, "Makasih,Al... soal tadi pulang sekolah gue minta maaf ya ,Al"
Alya langsung menyergap, "Husst! Lupain aja, gak usah ambil pusing kali! Yang namanya persahabatan itu pasti ada konflik, kalau gak ada berarti bukan persahabatan yang normal dong",
KAMU SEDANG MEMBACA
I can't without U
Teen FictionKara Adella , sosok cewek yang populer . ia memiliki otak yang cerdas dan pintar . namun, di satu sisi ia tak pernah mengerti arti 'Cinta' dan 'Kasih Sayang' . ia hanya mengerti ke-popularitas an semata melebihi dari segala nya . tetapi, suatu ketik...